"Jadi sekali lagi, sejak awal saya masuk saya hanya dibayar sekian puluh ribu, meninggalkan pekerjaan yang lama ini sekaligus penjelasan bahwa saya niat ke ACT tidak untuk mencari harta," kata Novariyadi Imam.
Sementara itu, jaksa juga mendalami sumber uang yang digunakan Yayasan ACT pada program kemanusiaan yang pernah dibuat. Dalam sidang ini, mantan Presiden Yayasan ACT Ibnu Khajar mengakui bahwa pengadaan armada humanity rice truck untuk layanan beras gratis pada 2020 berasal dari dana Boeing.
Baca juga: Dituntut 4 Tahun Penjara, Eks Petinggi ACT Novariyadi Imam Bacakan Pleidoi Hari Ini
"Saudara tahu enggak mengenai kendaraannya, pengadaannya apakah ketika Saudara jadi ketua yayasannya atau memang sebelumnya sudah ada," tanya jaksa.
"Sebelumnya ada satu unit, terus pada tahun 2021 ada tambahan," jawab Ibnu.
"Jadi ada 2? Kepemilikannya siapa itu? Yayasankah? Perorangankah? " timpal jaksa.
"Lembaga, bukan perorangan, atas nama ACT," jelas Ibnu.
Sebelum menjawab pertanyaan jaksa, eks Presiden ACT itu menjelaskan adanya program tersebut. Ibnu mengatakan, program perihal armada angkut beras itu diawali dengan kampanye kemanusiaan sebelum tersedianya dana untuk merealisasikan kegiatan tersebut.
Setelah kampanye tersebut, kata dia, Presiden ACT sebelumnya, Ahyudin lantas memerintahkan Direktur program pangan untuk melakukan pengadaan truk tersebut. Setelah mendapatkan penjelasan dari Ibnu, jaksa lantas menekankan pertanyaan mengenai sumber pendanaan truk untuk program Yayasan ACT tersebut.
Baca juga: Dituntut 4 Tahun Penjara, Eks Petinggi ACT Novariyadi Imam Bacakan Pleidoi Hari Ini
"Itu uangnya siapa, dana Boeing?" cecar jaksa.
"Saya yakin iya, karena saya belum cek ya, satu-satunya kas yang memungkinkan adalah itu," jawab Ibnu.
Dalam sidang ini, jaksa juga mencecar mantan eks Dewan Pembina Yayasan ACT Hariyana Hermain soal pembelian pabrik air minum senilai Rp 33 miliar.
Penelisikan pembelian pabrik tersebut diawali ketika jaksa menanyakan PT AWC yang merupakan perusahan cangkang dari Yayasan ACT. Menurut Hariyana, pembelian pabrik air minum dilaksanakan atas perintah eks pendiri ACT Ahyudin yang mempunyai program distribusi air.
"Oke, berapa beli air minum, pabriknya?" timpal jaksa.
"Waktu itu kalau enggak salah diprogram di angka Rp 33 miliar," jawab Hariyana.
"Uang belinya dari mana?" cecar jaksa.