Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat 4 Mantan Petinggi Divonis Terbukti Gelapkan Dana Boeing...

Kompas.com - 22/02/2023, 08:14 WIB
Irfan Kamil,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Empat orang mantan petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) telah selesai menjalani sidang kasus penggelapan dana Boeing Comunity Invesment Found (BCIF) yang diperuntukan bagi keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610.

Mereka adalah pendiri sekaligus mantan Presiden Yayasan ACT Ahyudin, eks presiden ACT Ibnu Khajar, eks Anggota Dewan Pembina ACT Hariyanan Hermain, dan eks Ketua Dewan Pembina Yayasan ACT Novariyadi Imam Akbari.

Keempatnya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penggelapan dalam jabatan sebagaimana Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).

Baca juga: Ahyudin, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain Tak Ajukan Banding di Kasus Penggelapan Dana ACT

Dalam kasus ini, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis terhadap Ahyudin selama 3,5 tahun penjara. Sementara Ibnu Khajar, Hariyana Hermain dan Novariyadi Imam Akbari divonis 3 tahun penjara.

Adapun sidang perkara ini hanya berlangsung singkat atau tidak lebih dari 3 bulan. Ahyudin, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain lebih dulu menjalani persidangan. Ketiganya menjalani sidang perdana pada Selasa 15 November 2022 dengan agenda pembacaan surat dakwaan jaksa penuntut umum.

Satu bulan setelahnya atau tepatnya 15 Desember 2022, eks Ketua Dewan Pembina ACT Novariyadi Imam Akbari baru menjalani sidang pembacaan surat dakwaan. Putusan terhadap Ahyudin, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain dijatuhkan majelis hakim PN Jakarta Selatan pada Selasa 24 Januari 2023. Sementara itu, perkara sama yang menjerat Novariyadi Imam baru diputus pada Selasa 21 Februari 2023.

Baca juga: Eks Ketua Dewan Pembina ACT Divonis 3 Tahun, Hakim: Terbukti Menyalahgunakan Dana Boeing!

Berikut rangkuman perjalanan kasus penggelapan dana BCIF yang terungkap dalam persidangan:

1. Gaji puluhan juta petinggi ACT

Gaji para petinggi ACT diketahui mencapai puluhan juta rupiah setiap bulan. Hal itu terungkap saat JPU mendalami pendapatan para elite yayasan filantropi tersebut. Kepada Novariyadi Imam Akbari misalnya, jaksa menyelisik perihal gaji puluhan juta rupiah yang didapatkan dalam satu bulan sebagai petinggi di yayasan tersebut.

"Saudara dulu gajinya rate berapa?" tanya jaksa dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2022).

Baca juga: Dituntut 4 Tahun Penjara, Eks Petinggi ACT Novariyadi Imam Bacakan Pleidoi Hari Ini

Dalam keterangannya, Novariyadi Imam mengaku pendapatannya dari ACT bisa saja dipotong ataupun dicicil tergantung kondisi keuangan. Jaksa lantas menunjukkan barang bukti ke hadapan majelis Hakim untuk memperlihatkan daftar gaji di depan Novariyadi Iman.

"Saudara dibayarkan di Bank Muamalat Indonesia ya, kami tunjukkan sebagai barang bukti pembayaran Saudara ya, biar Saudara tahu berapa dapatnya," ujar Jaksa.

2. Terima gaji beberapa kali dalam sebulan

Jaksa pun membacakan gaji puluhan juta rupiah yang diterima Novariyadi Imam berulang kali dalam satu bulan. Gaji yang diterima Novariyadi Imam bervariasi, mulai dari belasan hingga puluhan juta rupiah dalam sebulan.

"Saudara pernah mengetahui enggak? Ini atas nama Saudara Novariyadi Imam A di tanggal 24 bulan Juni 2021 payroll-nya Rp 100.000, kemudian di 25 Juni Rp 17.500.000," papar Jaksa.

"Kemudian di bulan Juli Rp 44.500.000, kemudian di bulan Juli lagi itu Rp 44.700.000, Juli lagi Rp 17.500.000 dan Juli lagi Rp 11.500.000," ujar Jaksa melanjutkan.

Setelah dipaparkan daftar gaji tersebut, Novariyadi Imam malah menjawab bahwa ia bekerja di Yayasan ACT bukan untuk mencari uang.

"Jadi sekali lagi, sejak awal saya masuk saya hanya dibayar sekian puluh ribu, meninggalkan pekerjaan yang lama ini sekaligus penjelasan bahwa saya niat ke ACT tidak untuk mencari harta," kata Novariyadi Imam.

3. Dana digunakan untuk pengadaan "rice truck"

Sementara itu, jaksa juga mendalami sumber uang yang digunakan Yayasan ACT pada program kemanusiaan yang pernah dibuat. Dalam sidang ini, mantan Presiden Yayasan ACT Ibnu Khajar mengakui bahwa pengadaan armada humanity rice truck untuk layanan beras gratis pada 2020 berasal dari dana Boeing.

Baca juga: Dituntut 4 Tahun Penjara, Eks Petinggi ACT Novariyadi Imam Bacakan Pleidoi Hari Ini

"Saudara tahu enggak mengenai kendaraannya, pengadaannya apakah ketika Saudara jadi ketua yayasannya atau memang sebelumnya sudah ada," tanya jaksa.

"Sebelumnya ada satu unit, terus pada tahun 2021 ada tambahan," jawab Ibnu.

"Jadi ada 2? Kepemilikannya siapa itu? Yayasankah? Perorangankah? " timpal jaksa.

"Lembaga, bukan perorangan, atas nama ACT," jelas Ibnu.

Sebelum menjawab pertanyaan jaksa, eks Presiden ACT itu menjelaskan adanya program tersebut. Ibnu mengatakan, program perihal armada angkut beras itu diawali dengan kampanye kemanusiaan sebelum tersedianya dana untuk merealisasikan kegiatan tersebut.

Setelah kampanye tersebut, kata dia, Presiden ACT sebelumnya, Ahyudin lantas memerintahkan Direktur program pangan untuk melakukan pengadaan truk tersebut. Setelah mendapatkan penjelasan dari Ibnu, jaksa lantas menekankan pertanyaan mengenai sumber pendanaan truk untuk program Yayasan ACT tersebut.

Baca juga: Dituntut 4 Tahun Penjara, Eks Petinggi ACT Novariyadi Imam Bacakan Pleidoi Hari Ini

"Itu uangnya siapa, dana Boeing?" cecar jaksa.

"Saya yakin iya, karena saya belum cek ya, satu-satunya kas yang memungkinkan adalah itu," jawab Ibnu.

4. Pembelian Pabrik Air Minum

Dalam sidang ini, jaksa juga mencecar mantan eks Dewan Pembina Yayasan ACT Hariyana Hermain soal pembelian pabrik air minum senilai Rp 33 miliar.

Penelisikan pembelian pabrik tersebut diawali ketika jaksa menanyakan PT AWC yang merupakan perusahan cangkang dari Yayasan ACT. Menurut Hariyana, pembelian pabrik air minum dilaksanakan atas perintah eks pendiri ACT Ahyudin yang mempunyai program distribusi air.

"Oke, berapa beli air minum, pabriknya?" timpal jaksa.

"Waktu itu kalau enggak salah diprogram di angka Rp 33 miliar," jawab Hariyana.

"Uang belinya dari mana?" cecar jaksa.

"Sekali lagi, kami atas perintah," ucap Hariyana.

"Ya iya, tapi uangnya dari mana, duit Rp 33 miliar itu?" tanya jaksa.

Baca juga: Sempat Ditunda, Sidang Tuntutan Eks Ketua Dewan Pembina ACT Novariyadi Imam Digelar Hari Ini

"Uangnya dari ACT," jawab eks Dewan Pembina Yayasan itu.

"Uang ACT, uangnya dari mana? Sumber dananya? dana Boeing bukan?" cecar jaksa lagi.

Lantas jaksa pun menyebutkan bahwa pembelian pabrik air minum melalui dana ACT dilakukan pada tanggal 8 September 2021. Atas penjelasan tersebut, Hariyana tetap tidak bisa memastikan sumber uang untuk pembelian pabrik air minum itu.

"Karena biaya lembaga itu biayanya bercampur," jawab Hariyana.

Baca juga: Gelapkan Dana Korban Lion Air, Eks Petinggi ACT Hariyana Hermain Divonis 3 Tahun Penjara

Dalam kasus ini, Yayasan ACT disebut telah menggunakan dana bantuan dari Boeing Community Investment Fund (BCIF) senilai Rp 117 miliar dari dana yang diterima sebesar Rp 138.546.388.500. Dana bantuan yang didedikasikan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air itu hanya diimplementasikan sebesar Rp 20.563.857.503 oleh Yayasan ACT.

Sementara itu, dana ratusan miliar telah digunakan oleh para terdakwa tidak sesuai dengan implementasi yang telah disepakati bersama Boeing. Padahal, dana ratusan miliar itu diberikan Boeing untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial sebagaimana yang ditentukan dalam protokol BCIF.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Mengaku Diuntungkan 'Efek Jokowi' dalam Menangkan Pilpres

Prabowo Mengaku Diuntungkan "Efek Jokowi" dalam Menangkan Pilpres

Nasional
Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Nasional
[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta 'Uang Pelicin' ke Kementan

[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta "Uang Pelicin" ke Kementan

Nasional
Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com