“Permintaan yang tinggi pada produk perikanan dalam dua tahun terakhir harus mampu dimanfaatkan oleh pelaku usaha dengan baik,” ujar Dirgayuza.
Maka dari itu, Dirgayuza mengatakan, ID Food melalui anak usahanya melakukan inovasi-inovasi dalam memasarkan produk perikanan ke tengah konsumen dengan terus mengedepankan teknologi.
Baca juga: Kementerian KP Gencarkan Pendampingan Usaha, dari Produksi hingga Pemasaran
Sebab, hal itu memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam membeli produk perikanan dan menjamin produk yang dijual memiliki kualitas tinggi.
“Ada tantangan yang perlu dihadapi tahun 2023, salah satunya adalah resesi. Kemudian muncul tantangan regulasi atau perubahan regulasi, dorongan regulasi ke hilirisasi produk ekspor, perubahan iklim, pandemi untuk komoditas, khususnya perikanan budi daya seperti udang, pembiayaan, dan adanya perang. Enam permasalahan ini merupakan perfect storm bagi pelaku usaha,” ucap Dirgayuza.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, kata Dirgayuza, pembiayaan atau permodalan memang menjadi bagian penting dalam menjalankan usaha, khususnya bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
“Oleh karena itu, untuk UMKM sektor perikanan, selain mendapatkan bantuan berupa permodalan yang diberikan oleh Kementerian KP melalui Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP), perlu adanya juga uluran bantuan dari perbankan,” kata Dirgayuza.
Assistant Vice President Government Program Division of Small Business and Program BNI Chandra Bagus Sulistyo mengatakan, pihaknya telah menyiapkan tiga strategi untuk menjaga geliat ekonomi nasional di tengah ancaman resesi melalui ekstensi UMKM.
Adapun tiga strategi tersebut, yakni membangun ekosistem, klasterisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan digitalisasi.
Baca juga: Kementerian KP dan Pemkab Tanah Bumbu Bersinergi Angkat Potensi Perikanan lewat Program SFV
“Kontribusi di semua sektor usaha didominasi oleh UMKM yang menjadi mesin penggerak dan sebagian besar Produk Domestik Bruto (PDB) disumbang UMKM, salah satunya di sektor perikanan. Produktivitas perikanan Indonesia cukup bagus, hanya berada di bawah China,” ujar Chandra.
“Nilai ekspor kita tinggal di perikanan. Sedangkan, negara tujuan beragam dan berbagai macam produk di ekspor. Hal ini menjadi potensi yang harus terus dikembangkan, meskipun saat ini masih mendapat ancaman resesi,” tambahnya.
Sementara itu, Chief Sustainability Officer Aruna Utari Octavianty mengakui pentingnya dalam melakukan optimalisasi pasar perikanan dalam negeri di tengah ancaman resesi saat ini.
Hal ini bertujuan untuk menghindari kerugian akibat penerimaan dan pembayaran yang lebih lama dari negara tujuan ekspor.
“Karena permasalahan ekonomi global membuat banyak negara memindahkan risiko mereka kepada negara yang melakukan ekspor. Negara-negara yang terlibat konflik atau perang kemudian berpengaruh pada suku bunga negara. Maka dari itu, perlu dipastikan untuk berhati-hati dalam menggunakan dana atau uang yang berputar,” ujar Aruna.
Untuk memindahkan risiko itu, lanjut Aruna, mereka memberikan risiko untuk menampung barang-barang lebih lama dan membayar lebih lama untuk dipindahkan kepada para supplier, contohnya perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspor.
“Ini tentu akan menjadi hal yang berisiko dan berbahaya, sehingga perusahaan Indonesia harus lebih selektif dalam memilih dan mencari pembeli. Itulah kenapa perlu untuk menciptakan demand atau kebutuhan konsumsi ikan di negara sendiri itu menjadi hal yang menarik,” kata Aruna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.