JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mengkhawatirkan kerawanan dalam pemutakhiran data pemilih, yang saat ini memasuki proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh petugas pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) hingga 14 Maret 2023 di lapangan.
"Kerawanan tahapan pemutakhiran data pemilih itu banyak loh. Banyak sekali," kata Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI, Lolly Suhenty, kepada wartawan, Kamis (16/2/2023).
Kerawanan ini disebut tak terlepas dari metode de jure yang digunakan dalam proses coklit. Sebagai contoh, terdapat potensi warga yang sudah meninggal dunia terdata sebagai pemilih jika tidak disertai keterangan kematian.
Baca juga: Jawab Amien Rais, KPU Tegaskan Pengawasan Penghitungan Suara Ranah Bawaslu
Metode ini berbeda dengan 2019, ketika proses coklit masih bersifat de facto, sehingga orang yang sudah meninggal bisa langsung dicoret tanpa perlu surat.
"Dulu itu, dalam proses pendataan, kita itu de facto. Orang meninggal kita bisa coret dari daftar. Tapi sekarang tidak bisa, harus de jure, selagi tidak ada surat keterangan kematian maka dia tidak bisa dihilangkan dari data, misalnya. Maka itu menjadi potensi kerawanan tersendiri kan," jelasnya.
Lolly juga mengungkap kerawanan yang timbul bagi warga yang tinggal di kawasan perbatasan daerah atau di daerah pemekaran. Mereka juga disebut rawan tidak terdata.
Guna menekan kerawanan ini, pengawasan secara melekat (waskat) perlu dilakukan terhadap pantarlih yang sedang bekerja dari pintu ke pintu. Namun, upaya ini terhambat oleh minimnya sumber daya yang dimiliki Bawaslu.
Baca juga: Bawaslu Terkendala Regulasi Bendung Syahwat Partai Ummat Pakai Masjid untuk Politik
"Jumlah kami terbatas," ujar Lolly.
Pantarlih jumlahnya satu orang per TPS, sedangkan panwaslu saat ini baru dibuat hingga tingkat kelurahan/desa.
Ia mengeklaim akan membuat model kerja yang memungkinkan pengawasan berjalan semaksimal mungkin meski dengan jumlah pengawas yang terbatas.
Di samping itu, Bawaslu hingga sekarang juga belum mendapatkan data atau akses data yang menjadi rujukan coklit.
"Sehingga ini memang menjadi keterbatasan karena begitu kami turun ke bawah DP4-nya kami tidak pegang," ujar Lolly.
Baca juga: Silang Pendapat KPU-Bawaslu pada Permulaan Coklit, Jokowi Dibawa-bawa
"Jadi sesungguhnya memang kami sekarang sedang berupaya. Ketua sudah sangat tegas menyatakan, kita harus dapat, karena kalau enggak dapat nanti yang dipertaruhkan itu hak pilih warga negara. Maka, apa pun caranya, Bawaslu akan tegas soal ini," tuturnya.
Dikonfirmasi terpisah, Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI, Betty Epsilon Idroos, mengakui bahwa daftar pemilih yang menjadi rujukan pantarlih melakukan coklit tidak dibagikan ke siapa pun di luar KPU.
Betty beralasan, data tersebut tergolong sebagai data bergerak atau belum final.