Sebagai media tandingan media arus-utama, jurnalisme warga memungkinkan publik bisa mengaktualisasikan sendiri identitas, peran, dan aktivitasnya sendiri secara berbeda dari media arus-utama (Campbell, 2015).
Jurnalisme warga juga menawarkan nilai-nilai tertentu yang menurut banyak orang tidak ada dan tidak dimiliki oleh media-media arus utama yang disinyalir bisa dikendalikan oleh elite politik atau korporasi, dan dianggap telah menjelma menjadi media politik partisan (Ritonga & Syahputra, 2019); serta dianggap telah mengkooptasi hak publik untuk menyatakan pendapat secara terbuka, bebas, dan otonom (Radsch, 2012).
Pada titik ini, jurnalisme warga bisa bersifat responsif dan menjadi kekuatan antitesis terhadap jurnalisme media massa arus-utama (Moeller, 2009; Radsch, 2012).
Di sisi lain, jurnalisme warga juga bisa tampil sebagai “media tandingan” dari media-media sosial yang kerap memproduksi, mereproduksi dan mengelaborasi opini, narasi dengan konten bohong atau hoaks terdistribusi secara terstruktur, masif, sistematis, dan brutal (TMSB), tanpa proses moderasi, editorial atau verifikasi atas validitasnya.
Jurnalisme warga harus tampil melakukan filterisasi dan kontra-narasi berupa klarifikasi, kritik, koreksi terhadap narasi-narasi yang mengisi ruang-ruang medsos, yang kelahirannya tak bisa dilepaskan dari era post-truth.
Sebuah era, di mana medsos digunakan oleh publik secara massif dari semua strata sosial.
Kedua peran-ganda jurnalisme warga tersebut sangat dimungkinkan, karena pada jurnalisme warga, seperti halnya pada jurnalisme media-massa juga ada proses editorial, moderasi, dan verifikasi yang dilakukan secara melembaga oleh tim editor/verifikator yang diangkat oleh pimpinan media massa arus utama (mainstream media).
Saat ini, jurnalisme warga telah menjadi modalitas sosial yang bertumpu pada kekuatan arus-bawah yang hadir dalam semangat kebersamaan.
Kehadirannya diprediksi akan menciptakan “a new more democratic world”, meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui penciptaan peluang-peluang hidup baru.
Kegiatan saling berbagi informasi antarwarga juga menjadikan informasi, dan produk intelektual lainnya menjadi tersedia secara bebas dan terbuka bagi siapapun, dan menjadi milik kolektif (Hauben, 1995).
Bisa jadi, karena alasan ini pula sejumlah media baca mainstream menginisiasi terbitnya jurnalisme warga seperti kompasiana.com oleh Kompas Gramedia, pasangmata.detik.com oleh Detik.com, Indonesiana.id oleh Tempo, dan rubik.okezone.com oleh Okezone.
Selain jurnalisme warga yang diterbitkan oleh sekelompok jurnalis senior secara independent seperti pepnews.com.
Saat ini, beberapa media siar (radio dan televisi) juga menyediakan ruang siarnya untuk partisipasi warga (Fithryani, 2015; Kurniawan, 2007; Wicaksono, 2018).
Inisiatif sejumlah media baca dan siar arus-utama nasional menyediakan ruang dan divisi khusus untuk menampung partisipasi warga dalam wacana publik sangat patut dan layak diapresiasi.
Terutama untuk mendorong partisipasi dan mengedukasi warga untuk tidak hanya menjadi penyampai informasi atau berita belaka.