Salin Artikel

Penguatan Peran Jurnalisme Warga pada Era Post Truth

Sebagian besar penggunaan istilah post-truth merujuk pada dua momen politik paling berpengaruh tahun 2016, yaitu keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa (Brexit), dan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.

Era post-truth ditandai dua fenomena penting. Pertama, perdebatan dan pertarungan wacana tentang kebenaran lebih mengutamakan emosi dan keluar dari inti kebenaran itu sendiri.

Era tatkala kebenaran dibangun di atas fondasi kebohongan dan hoaks yang terus-menerus dinarasikan, yang kemudian dianggap dan diyakini sebagai sebuah kebenaran.

Di era ini, fakta tidak lagi terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. Setiap orang terjangkit Efek Dunning-Kruger dan Bias Konfirmasi dalam segala hal.

Kedua, fakta, realitas, kebenaran tidak lagi menjadi otoritas mutlak kalangan intelektual yang lahir dari dan diproduksi oleh tradisi universiter yang sangat ketat dan canggih.

Otoritas pengetahuan, pakar, kepakaran atau kecendekiaan runtuh. Mereka seakan tak lagi memiliki otoritas keilmuan untuk mengendalikan ilmu pengetahuan di ruang-ruang publik.

Fenomena ini direkam oleh Tom Nichols dalam bukunya "The Death of Expertise: The Campaign Against Established Knowledge and Why it Matters" (2017).

Nichols secara aktual, cerdas, dan orisinil menggambarkan bagaimana revolusi digital, internet, dan medsos mampu mewahani dan mendorong kuat hasrat heroik, dan narsisme banyak orang.

Dalam konteks ini, jurnalisme warga (citizen journalism) memiliki peran yang sangat penting dan krusial pada era post-truth.

Di satu sisi, jurnalisme warga tampil sebagai “media sandingan” sekaligus “media tandingan” dari media massa sebagai media arus utama.

Sebagai media sandingan, jurnalisme warga dapat memberikan ruang yang lebih luas dan terbuka kepada warga untuk turut berwacana di ruang-ruang media publik dibandingkan yang disediakan oleh media arus-utama.

Jurnalisme warga juga bisa menjalankan fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial, dan tidak menutup kemungkinan berfungsi sebagai lembaga ekonomi, seperti halnya media massa arus-utama.

Bedanya, jurnalisme media massa dikembangkan dari konsep “journalism is for citizens”, di mana warga hanya menjadi konsumen jurnalisme yang diproduksi, di-review, dan didistribusikan oleh jurnalis profesional, dewan editor, dan penerbit.

Sedangkan jurnalisme warga dikembangkan dari konsep “journalism as citizenship”, di mana seluruh proses jurnalisme (pengumpulan, analisis, produksi, dan penyampaian informasi dan berita) dilakukan sendiri oleh warga.

Sebagai media tandingan media arus-utama, jurnalisme warga memungkinkan publik bisa mengaktualisasikan sendiri identitas, peran, dan aktivitasnya sendiri secara berbeda dari media arus-utama (Campbell, 2015).

Jurnalisme warga juga menawarkan nilai-nilai tertentu yang menurut banyak orang tidak ada dan tidak dimiliki oleh media-media arus utama yang disinyalir bisa dikendalikan oleh elite politik atau korporasi, dan dianggap telah menjelma menjadi media politik partisan (Ritonga & Syahputra, 2019); serta dianggap telah mengkooptasi hak publik untuk menyatakan pendapat secara terbuka, bebas, dan otonom (Radsch, 2012).

Pada titik ini, jurnalisme warga bisa bersifat responsif dan menjadi kekuatan antitesis terhadap jurnalisme media massa arus-utama (Moeller, 2009; Radsch, 2012).

Di sisi lain, jurnalisme warga juga bisa tampil sebagai “media tandingan” dari media-media sosial yang kerap memproduksi, mereproduksi dan mengelaborasi opini, narasi dengan konten bohong atau hoaks terdistribusi secara terstruktur, masif, sistematis, dan brutal (TMSB), tanpa proses moderasi, editorial atau verifikasi atas validitasnya.

Jurnalisme warga harus tampil melakukan filterisasi dan kontra-narasi berupa klarifikasi, kritik, koreksi terhadap narasi-narasi yang mengisi ruang-ruang medsos, yang kelahirannya tak bisa dilepaskan dari era post-truth.

Sebuah era, di mana medsos digunakan oleh publik secara massif dari semua strata sosial.

Kedua peran-ganda jurnalisme warga tersebut sangat dimungkinkan, karena pada jurnalisme warga, seperti halnya pada jurnalisme media-massa juga ada proses editorial, moderasi, dan verifikasi yang dilakukan secara melembaga oleh tim editor/verifikator yang diangkat oleh pimpinan media massa arus utama (mainstream media).

Saat ini, jurnalisme warga telah menjadi modalitas sosial yang bertumpu pada kekuatan arus-bawah yang hadir dalam semangat kebersamaan.

Kehadirannya diprediksi akan menciptakan “a new more democratic world”, meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui penciptaan peluang-peluang hidup baru.

Kegiatan saling berbagi informasi antarwarga juga menjadikan informasi, dan produk intelektual lainnya menjadi tersedia secara bebas dan terbuka bagi siapapun, dan menjadi milik kolektif (Hauben, 1995).

Bisa jadi, karena alasan ini pula sejumlah media baca mainstream menginisiasi terbitnya jurnalisme warga seperti kompasiana.com oleh Kompas Gramedia, pasangmata.detik.com oleh Detik.com, Indonesiana.id oleh Tempo, dan rubik.okezone.com oleh Okezone.

Selain jurnalisme warga yang diterbitkan oleh sekelompok jurnalis senior secara independent seperti pepnews.com.

Saat ini, beberapa media siar (radio dan televisi) juga menyediakan ruang siarnya untuk partisipasi warga (Fithryani, 2015; Kurniawan, 2007; Wicaksono, 2018).

Inisiatif sejumlah media baca dan siar arus-utama nasional menyediakan ruang dan divisi khusus untuk menampung partisipasi warga dalam wacana publik sangat patut dan layak diapresiasi.

Terutama untuk mendorong partisipasi dan mengedukasi warga untuk tidak hanya menjadi penyampai informasi atau berita belaka.

Ia juga memungkinkan warga bisa menjadi sejarawan pemula yang dapat menciptakan momen penting, dengan perspektif baru yang kerap tidak dilaporkan oleh media-media massa arus-utama.

Dalam rangka penguatan perannya pada era post-truth, jurnalisme warga harus komitmen atas kewajibannya untuk memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi; menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan.

Jurnalisme warga juga harus senantiasa mampu mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Jurnalisme warga sebagai salah satu varian dari produk jurnalisme, juga harus menaati Kode Etik Jurnalistik, dan mengabdi kepada kepentingan publik.

“Demi publik, untuk Republik”, bukan untuk perorangan dan/atau kelompok. Jangan sampai terjadi, jurnalisme warga juga ikut-ikutan menjadi media penyebar sentimen SARA, ujaran kebencian, berita bohong/palsu (hoax, fake) dan semacamnya yang banyak ditemukan di media-media sosial.

Tidak ada salahnya pula, jika kemudian bisa diinisiasi pembentukan “organisasi jurnalis warga”, seperti halnya organisasi wartawan pada media-media arus-utama.

Jika organisasi ini bisa dibentuk, maka hak, kewajiban, dan sanksi bisa diformalisasikan dalam ketentuan perundang-undangan, yang bisa mengikat bagi setiap anggotanya.

https://nasional.kompas.com/read/2023/02/11/09101441/penguatan-peran-jurnalisme-warga-pada-era-post-truth

Terkini Lainnya

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke