JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Dedi Kurnia Syah menduga Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno maupun Gerindra sedang putus asa melihat mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memiliki tiket maju calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Keputusasaan itu yang kemudian membuat Sandiaga maupun Gerindra mengungkit perjanjian antara Anies, Prabowo Subianto, dan Sandiaga Uno dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2017.
"Mengemukanya isu ini bisa karena keputusasaan Sandiaga, atau Gerindra, karena Anies yang mereka harapkan menjadi pendorong Prabowo, justru melejit sendiri dan telah dideklarasikan oleh Nasdem," kata Dedi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (8/2/2023).
Dedi juga menduga perjanjian itu juga dikemukakan Sandiaga karena berkaitan dengan Pilpres 2019.
Saat Pilpres 2019, Sandiaga merupakan calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto yang juga didukung oleh Gerindra.
Namun, melihat Anies yang kini punya tiket Pilpres 2024, ada perasaan ketertinggalan yang diduga dialami oleh Sandi.
"Secara khusus Sandiaga tentu merasa tertinggal karena 2019 silam ia cawapres dan kini sedang menghadapi peluang untuk tidak menjadi siapa-siapa dalam Pilpres 2024," ujar dia.
Adapun Sandiaga menyatakan tegak lurus mendukung Prabowo Subianto maju dalam Pilpres 2024.
Hal itu disampaikannya setelah ramai isu kepindahan Sandi dari Gerindra untuk berniat maju Pilpres 2024.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) ini juga menyoroti isu soal perjanjian utang piutang Rp 50 miliar antara Anies dengan Sandiaga Uno terkait Pilgub DKI Jakarta 2017.
Baca juga: Isu Perjanjian Utang Piutang Rp 50 Miliar Dinilai sebagai Upaya Delegitimasi Anies Baswedan
Menurut Dedi, utang dalam kontestasi itu lumrah, meskipun tidak baik bagi iklim politik Indonesia.
"Pertama, dalam tiap kontestasi selalu ada polemik logistik, dan itu sebenarnya tidak layak disebut hutang, karena bagaimanapun bukan secara khusus untuk kepentingan Anies, melainkan untuk kepentingan pengusungan," ujar dia.
Dedi berpendapat, uang itu justru digunakan untuk "membeli" partai pengusung.
Apalagi, kata dia, Anies ketika Pilgub 2017 bukan kader partai.
"Tetap saja itu kepentingan kolektif, termasuk kepentingan Sandiaga," ujar Dedi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.