Sebagai kuasa hukum yang mendampingi korban, ia sudah berusaha menemui berbagai pihak untuk meminta pertanggung jawaban Kemenkes dan BPOM, mulai dari audiensi dengan Komnas HAM, DPR RI, hingga Ombudsman RI.
Ia pun menyayangkan kasus serupa terjadi lagi di awal tahun 2023.
Oleh karena itu, ia menyebut pemerintah bebal, bukan lagi lala karena kejadian berulang.
"Kami betul-betul menyayangkan hal ini terjadi. Kita sudah melakukan berbagai hal, tapi nyatanya pemerintah menganggap bahwa yang kami lakukan ini tidak ada. Dan tidak ada respons yang serius dari pemerintah," kata Awan.
Menurut Awan, adanya kasus serupa menandakan bahwa sistem pengawasan terhadap produk obat, utamanya obat sirup, tidak berfungsi.
Kemudian, tidak ada perubahan signifikan dari tata cara pengawasan dan intensifikasi BPOM.
Baca juga: Muncul Kasus Baru Gagal Ginjal, Kuasa Hukum Korban Dorong Penetapan KLB
Ketidakseriusan pemerintah, kata Awan, juga terlihat ketika gagal ginjal akut karena obat sirup beracun tidak kunjung ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Menurutnya, tidak adanya status KLB membuat upaya yang dilakukan setiap pihak menjadi tidak jelas.
"Itu sudah kita sampaikan berulang-ulang bahwa harus ada suatu upaya khusus bersama dalam koridor KLB untuk segera mengatasi masalah keracunan obat ini," ujar Awan.
Anggapan ketidakseriusan pemerintah dalam kasus yang memakan ratusan korban anak ini bukan tanpa alasan.
Salah satu obat yang dikonsumsi pasien, yakni dengan merek Praxion, sebelumnya sudah ada dalam daftar obat aman yang dikeluarkan oleh BPOM.
Tercatat, ada tiga izin edar dengan merk Praxion yang masuk dalam daftar 176 produk yang telah memenuhi ketentuan. Ketiganya adalah obat yang diproduksi oleh PT Pharos Indonesia.
Kendati begitu, belum diketahui obat Praxion yang diminum pasien memiliki izin edar yang sama dalam daftar obat aman BPOM atau sebaliknya.
Baca juga: Muncul Kasus Baru Gagal Ginjal pada Anak, DPR Panggil Kemenkes dan BPOM Pekan Ini
Secara total, obat aman yang dikeluarkan BPOM berjumlah 508 produk sirup obat dari 49 perusahaan farmasi.
Obat tersebut dinyatakan aman digunakan sepanjang sesuai dengan aturan pakai, berdasarkan hasil verifikasi hasil pengujian bahan baku obat periode 15-27 Desember 2022.