Sistem pengelolaan keuangan yang memadai (Siskeudes dan OMSPAN) hanyalah alat. Yang lebih urgen untuk diubah adalah pola pikir aparatur desa (termasuk kepala desa) mengenai pengelolaan dana desa.
Dana desa jangan menjadi ajang dan lahan korupsi baru. Secanggih apapun sistem dibuat, jika SDM pelaksana sistem itu kurang baik, maka kemungkinan potensi korupsi akan lebih besar.
Pengawasan dari APIP ibaratnya hanya menjadi pemoles, ketika mindset aparatur desa tidak dibenahi.
Alokasi dana desa yang besar jangan dipandang sebagai “kantong” yang dapat digunakan sesuka hati aparatur desa atau maunya kepala desa.
Jika kita telusuri di internet, banyak sekali kasus-kasus korupsi dana desa yang dapat kita baca beritanya. Jumlah korupsinya relatif besar pada kisaran ratusan juta rupiah. Ironi dan miris tentunya.
Dana desa yang sejatinya untuk kesejahteraan rakyat justru dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi aparatur desa.
Beberapa modus korupsi yang terungkap antara lain mark-up anggaran, pungutan/potongan untuk oknum Pemda, perjalanan dinas fiktif aparatur desa, mark-up honorarium perangkat desa, mark-up alat tulis kantor, dan modus lainnya (antikorupsi.org, 12/8/2017).
Korupsi dana desa tentu berdampak buruk pada banyak hal, dan warga masyarakat desatentu yang paling awal akan merasakan dampaknya.
Menurut artikel yang ditulis oleh Djasuli (iaijawatimur.or.id), dampak dari korupsi antara lain lesunya pertumbuhan ekonomi, penurunan produktivitas, rendahnya kualitas barang dan jasa bagi masyarakat, menurunnya pendapatan negara dari sektor pajak.
Dampak sosial lainnya lambatnya pengentasan kemiskinan, terbatasnya akses bagi masyarakat kurang mampu, meningkatnya angka kriminalitas, terjadinya demoralisasi, runtuhnya otoritas pemerintah di mana birokrasi menjadi tidak efisien, tidak efektifnya peraturan, matinya etika sosial politik, menurunnya kepercayaan publik dan hancurnya kedaulatan rakyat.
Dengan banyaknya dampak korupsi (termasuk korupsi dana desa) maka sudah seharusnya masyarakat Indonesia lebih peduli. Kita tidak bisa lagi abai atas perilaku aparatur desa yang tidak wajar. Patut dicurigai ketika gaya hidup seorang kepala desa terpilih tiba-tiba berubah drastis.
Edukasi kepada masyarakat dan mahasiswa mengenai pengelolaan dana desa juga menjadi aspek penting untuk ditingkatkan skala dan frekuensinya.
Pengelolaan dana desa memang menjadi hal yang menarik, dompet seksi yang banyak diperebutkan banyak pihak baik secara legal maupun ilegal.
Secara legal, dana desa dapat menjadi faktor penggerak ekonomi masyarakat desa jika dimanfaatkan dengan baik dan benar sesuai perundang-undangan.
Pembangunan infrastruktur di desa seperti jalan, irigasi, jembatan, dan sanitasi tentu dapat menjadi aspek pendukung kelancaran kegiatan ekonomi dan distribusi komoditas dari dan ke desa.