JAKARTA, KOMPAS.com - Ramai-ramai pihak menyoroti usulan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar soal penghapusan pemilihan langsung gubernur dan jabatan gubernur.
Menurut Muhaimin, pemilihan langsung gubernur melelahkan. Oleh karenanya, dia usul supaya pemilu dibatasi pada pemilihan presiden (pilpres) serta pemilihan bupati (pilbup) dan pemilihan wali kota (pilwalkot).
Bahkan, Muhaimin berpandangan, jabatan gubernur memungkinkan dihapus karena tidak terlalu berfungsi dalam tatanan pemerintahan.
"Kalau perlu nanti gubernur pun enggak ada suatu hari karena tidak terlalu fungsional dalam jejaring pemerintahan," kata Cak Imin, sapaan akrab Muhaimin dalam acara Sarasehan Nasional Satu Abad NU di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (30/1/2023).
Baca juga: Muhaimin Iskandar Usul Pemilihan Langsung Gubernur Dihapus
Cak Imin bilang, anggaran untuk jabatan gubernur terlampau besar. Padahal, gubernur hanya bertugas menghubungkan pemerintah pusat dengan pemerintah kabupaten dan kota.
"Pada dasarnya fungsi itu terlampau tidak efektif, anggarannya besar, tapi tidak langsung tidak mempercepat," ujarnya.
Di sisi lain, kata dia, sosok gubernur tak lagi didengar oleh para bupati. Muhaimin pun menganggap ketidakefektifan ini membuat posisi gubernur sebaiknya tidak lebih dari administrator saja.
"Kalau sudah administrator, tidak usah dipilih langsung, kalau perlu tidak ada jabatan gubernur, hanya misalnya selevel dirjen atau direktur dari kementerian. Kemendagri, misalnya, (menugaskan) administrator NTB dari pejabat kementerian," katanya.
Baca juga: PKB Dorong DPR Bentuk Tim Kajian Matangkan Usulan Penghapusan Jabatan Gubernur
Seketika gagasan Cak Imin banjir kritik. Banyak pihak tak setuju dengan usulan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Pakar hukum hingga legislator berpandangan, pemilihan gubernur masih dibutuhkan, termasuk jabatan gubernur itu sendiri.
Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, mengatakan, jabatan gubernur dan pemilihan langsung gubernur diatur dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 19 Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, Indonesia sebagai negara kesatuan dibagi atas daerah-daerah provinsi. Selanjutnya, provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang mana tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota tersebut memiliki pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.
Baca juga: Usul Jabatan Gubernur Ditiadakan, Cak Imin: Ngumpulin Bupati Sudah Tak Didengar..
Kemudian, Ayat (2) pasal yang sama berbunyi, pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Selanjutnya, Ayat (3) pasal tersebut mengatur bahwa gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
"Jadi posisi gubernur adalah posisi yang keberadaannya diatur oleh konstittusi," kata Titi kepada Kompas.com, Rabu (1/2/2023).