JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sekaligus Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar mengklaim sudah siap menyampaikan kajian penghapusan pemilihan gubernur (Pilgub) secara langsung oleh rakyat ke Badan Legislatif (Baleg) DPR RI.
Kajian ini termasuk usulan untuk meniadakan jabatan gubernur sebagaimana usulannya baru-baru ini.
"Sedang proses (kajian), tapi sudah hampir kita siap mengusulkan itu, (ke) Baleg," kata Muhaimin Iskandar kepada wartawan di sela acara Ijtima Ulama Jakarta yang diselenggarakan PKB di Hotel Novotel, Cikini, Kamis (2/2/2023).
"Prosesnya panjang, kajian mendalam. Kita harapkan DPR mengkaji, pemerintah mengkaji, lalu konstitusi dipertimbangkan," ujarnya menambahkan.
Baca juga: Pakar Sentil Cak Imin soal Usul Jabatan Gubernur Dihapus: Mungkin Enggak Baca Undang-undang
Dalam kajian itu, Muhaimin Iskandar menyebut bahwa keberadaan DPRD provinsi juga otomatis bakal dihapus jika jabatan gubernur ditiadakan.
Ia berharap, pilgub langsung dapat ditiadakan pada 2024 dan jabatan gubernur bisa ditiadakan untuk waktu berikutnya.
"Sementara kita kajian konstitusi dulu," kata Muhaimin Iskandar.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menilai diperlukan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus pemilihan gubernur (pilgub) secara langsung sebagaimana usul Muhaimin Iskandar.
Sebab, pilgub langsung yang dijadwalkan pada November 2024 nanti telah diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Baca juga: Muhaimin Usul Jabatan Gubernur Ditiadakan Setelah Pilgub Dihapus pada 2024
KPU mengatakan, norma UU Pilkada ini merupakan tindak lanjut dari norma dalam Bab VI Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
Pasal itu berbunyi, "Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis".
Oleh karenanya, agar usul Muhaimin Iskandar bisa terealisasi, yakni jabatan gubernur cukup diisi administrator yang ditunjuk pemerintah, maka ada jalan panjang yang harus ditempuh.
Revisi UU Pilkada dianggap tidak cukup karena UU Pilkada merupakan tindak lanjut UUD 1945.
Dibutuhkan tafsir dari Mahkamah Konstitusi atas UUD 1945 soal pemilihan kepala daerah secara demokratis dan sejauh mana definisi kepala daerah itu sendiri.
"Frasa kepala daerah yang dipilih secara demokratis dalam Bab VI Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 hanya dapat ditafsirkan oleh MK sebagai the sole interpreter of constitution (penafsir tunggal konstitusi)," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik kepada Kompas.com, Kamis (2/2/2023).
Baca juga: Cak Imin Usul Jabatan Gubernur Dihapus, Jokowi: Perlu Kajian Mendalam