Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kubu Bharada E Sebut JPU Masih Anut Paham Usang dalam Tuntutan

Kompas.com - 02/02/2023, 22:37 WIB
Irfan Kamil,
Rahel Narda Chaterine,
Aryo Putranto Saptohutomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum terdakwa dugaan pembunuhan berencana, Richard Eliezer (Bharada E), menilai jaksa penuntut umum (JPU) masih berpatokan kepada aliran hukum klasik sehingga menuntut klien mereka 12 tahun penjara.

Menurut anggota tim kuasa hukum Richard, Rory Sagala, JPU dalam tuntutan menyatakan perbuatan kliennya merupakan pembunuhan berencana.

Selain itu, JPU menyatakan ajaran kesalahan tidak sesuai dengan konsep hukum pembuktian yang ada di Indonesia yang menganut sistem pembuktian negatif (negatief wettelijk bewijs theorie).

Pandangan JPU, kata Rory, disinyalir tidak memperhatikan penjelasan Pasal 183 KUHAP yang menegaskan ketentuan itu adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seorang terdakwa.

Baca juga: Richard Eliezer Bakal Divonis pada 15 Februari

"Berdasarkan uraian di atas, maka tidak dapat dipungkiri bahwa paradigma penuntutan dari Penuntut Umum selaku pengendali perkara (dominus litis) ternyata masih dilandaskan pada aliran klasik yang menitikberatkan pada pembalasan (retributif) dan represif, yang masih berpusat pada paham indeterminisme yang sudah usang," kata Rory saat membacakan duplik dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2023).

"Dan tidak sesuai dengan hukum pidana modern (aliran neo klasik) yang mencari keseimbangan antara perbuatan (actus reus) dan sikap batin (mens rea), karena masih menggunakan ajaran kesalahan normatif," sambung Rory.

Menurut Rory, garis besar surat tuntutan JPU masih berkutat pada ajaran hukum klasik yang diajarkan pakar hukum pidana (alm) Prof. Moeljatno pada 1955.

Ajaran itu, kata Rory, menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat normatif tanpa mempertimbangkan adanya keterangan ahli non hukum untuk mendukung hukum acara pidana yang bertujuan mencari kebenaran materiil.

Baca juga: Menanti Putusan Eliezer: Progresif untuk Keadilan

Rory mengatakan, paham neo klasik yang berkembang saat ini mempunyai 4 ciri.

Pertama adalah mengenal faktor yang meringankan dalam pertanggungjawaban pidana (Mitigating/Attenuating Circumstances).

Kedua adalah berorientasi pada perbuatan pidana dan pelaku perbuatan pidana atau keseimbangan unsur objektif dan subjektif (Daad -dader strafrecht).

Ketiga adalah modifikasi doktrin kehendak bebas (modified doctrine of free will) karena dipengaruhi patologi, ketidakmampuan, kejiwaan, kondisi apapun yang membuat pelaku tidak mungkin melaksanakan kehendak bebas sepenuhnya.

Baca juga: Orangtua Bharada E Akan Hadiri Sidang Vonis Anaknya pada 15 Februari

Terakhir diperhitungkannya keterangan ahli untuk menentukan derajat pertanggungjawaban pidana.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam kasus itu terdapat 5 terdakwa yang sudah menjalani sidang tuntutan. Mereka adalah Richard Eliezer (Bharada E) Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal (Bripka RR), dan Kuat Ma'ruf.

Dalam tuntutannya, jaksa menilai kelima terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.

Kuat Ma'ruf, menjadi terdakwa pertama yang menjalani sidang tuntutan pada Senin (16/1/2023). Kemudian, ia dituntut pidana penjara 8 tahun.

Baca juga: Orangtua Bharada E Berharap Anaknya Divonis Seringan-ringannya

Setelah itu, Ricky Rizal yang menjalani sidang tuntutan. Eks ajudan Ferdy Sambo berpangkat Brigadir Polisi Kepala (Bripka) itu dituntut pidana penjara 8 tahun.

Selang sehari, atau Selasa (17/1/2023), sidang tuntutan dengan terdakwa Ferdy Sambo digelar.

Eks Kadiv Propam Polri itu dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup.

Berikutnya, Putri Candrawathi dan Richard Eliezer yang menjalani sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023). Istri Ferdy Sambo dituntut pidana penjara 8 tahun.

Baca juga: Isak Tangis Fans Saat Beri Dukungan ke Orangtua Bharada E Warnai Ruang Sidang Usai Duplik Dibacakan

Sementara, eks ajudan mantan Kadiv Propam Polri dari satuan Brimob berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada), Richard Eliezer dituntut pidana penjara 12 tahun penjara oleh JPU.

Jaksa menganggap kelima terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Selain itu, Ferdy Sambo juga dianggap terbukti melanggar dakwaan kedua pertama primer yakni Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Menanggapi tuntutan 12 tahun penjara terhadap Richard, ICJR bersama dengan sejumlah lembaga seperti Public Interest Lawyer Network (PILNET) serta Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM) menyerahkan amicus curiae ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyidangkan perkara itu.

Baca juga: Kubu Bharada E: Tuntutan 12 Tahun Penjara Jadi Preseden Buruk bagi “Justice Collaborator”

Dalam dokumen amicus curiae yang diberi judul "Kejujuran Hati Harus Dihargai", mereka mengajukan sejumlah argumen hukum dan meminta supaya majelis hakim mempertimbangkan keringanan vonis bagi Richard.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com