Angkat tersebut merupakan jumlah yang sangat besar dan memberikan pengaruh besar dalam pergerakan tumbuh layunya perekonomian negara.
Bayangkan jika kasus KSP Indosurya tersebut menjadi efek snow ball pengurangan kepercayaan di Indonesia, bisa saja kasus tersebut menggulirkan bola salju yang maha besar yang akan menggangu kepercayaan pada koperasi. Pastinya efeknya ekonomi negara juga akan terganggu.
Dua peristiwa di atas setidaknya bisa memberikan gambaran sederhana terkait kemiripan pengaruh hukum terhadap ekonomi negara.
Satu sisi, kekhawatiran Mendagri atas pemanggilan kepala daerah selama program daerah berjalan akan mengganggu jalannya kegiatan, dan tentunya berpengaruh pada roda ekonomi masyarakat di daerah secara tidak langsung.
Sehingga Mendagri berharap adanya pengawalan dan pendampingan aparat penegak hukum agar anggaran negara dapat tersalurkan kepada masyarakat secara tepat sasaran dan tepat fungsi.
Pendampingan tersebut akan mengurangi celah-celah kebocoran uang negara di daerah.
Di sisi lain, kasus Indosurya menjadi fenomena yang merugikan ekonomi masyarakat, baik ekonomi rumah tangga maupun dunia usaha.
Keberadaan koperasi telah direfleksikan dengan jelas sebagai sistem perekonomian nasional sebagai soko guru perekonomian nasional yang merupakan bentuk aktualisasi dari pasal 33 ayat (1) UUD 1945 berbunyi, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.”
Dengan demikian, keberadaan koperasi merupakan kebijakan dari pemerintah dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat.
Merujuk kasus Indosurya yang dipandang oleh hakim berada di dalam ranah perdata, sehingga tidak ada unsur merugikan keuangan negara di sana.
Namun jika berpedoman kepada penjelasan umum UU No. 31 tahun 1999 jo UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak Pidana korupsi secara jelas dinyatakan bahwa perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijaksanaan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat”, maka tentu dapat diklasifikasikan juga bahwa kerugian Rp 106 triliun tersebut pantas dipandang sebagai kerugian perekonomian negara.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah sekiranya kerugian Rp 106 triliun tersebut adalah kerugian perekonomian negara, bisakah para pelaku dijerat dengan pasal-pasal korupsi, baik melanggar pasal 2 maupun pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi?
Untuk menilai apakah satu perbuatan dipandang sebagai kejahatan, maka dalam teori pembuktian hukum pidana menghendaki agar perbuatan tersebut haruslah memenuhi semua rumusan delik yang disangkakan dalam pasal tersebut.
Satu saja unsur pidana yang tidak bisa dibuktikan, maka perbuatan tersebut bukanlah perbuatan pidana yang disangkakan.
Mengacu kepada kasus Indosurya, dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum telah menggambarkan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan.