Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diminta Benahi Pemerintahan Desa Ketimbang Ladeni Wacana Kades 9 Tahun

Kompas.com - 26/01/2023, 17:52 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) M Nur Ramadhan menyarankan supaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) fokus pada upaya menutup peluang korupsi pada pemerintahan desa, ketimbang meladeni wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades).

"Presiden dan DPR untuk fokus dalam melakukan penataan terhadap pemerintahan desa, sehingga menghilangkan peluang korupsi dan memperbaiki kehidupan demokrasi di tingkat desa," kata Nur dalam dalam keterangannya seperti dikutip Kompas.com, Kamis (26/1/2023).

Nur juga menyarankan supaya semua pihak, termasuk Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), untuk menghentikan wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa dan fokus meningkatkan kehidupan berdemokrasi di tingkat desa.

Nur menilai tuntutan revisi masa jabatan kades yang awalnya 6 tahun menjadi 9 tahun dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) tidak mempunyai dasar alasan yang kuat.

Baca juga: Mendes Tegaskan Usulan Perpanjangan Masa Jabatan Kades Bukan dari Presiden dan Parpol

Menurut dia, dalih meredam eskalasi pemilihan kepala desa (pilkades) menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024 sebagai alasan wacana perpanjangan masa jabatan tidak tidak mendasar, sangat dipaksakan, bahkan cenderung transaksional.

Nur menilai, jika memang terjadi dinamika dalam pilkades tetap saja sulit menemukan hubungannya dengan rentang masa jabatan selama 6 tahun seperti yang diatur dalam undang-undang saat ini.

"Padahal jadwal politik elektoral sebetulnya adalah agenda rutin, sehingga menjadikannya sebagai alasan merupakan suatu hal yang mengada-ada serta meremehkan kemampuan masyarakat mengelola konflik," ucap Nur.

Nur mengatakan, jika tuntutan perpanjangan masa jabatan itu dikabulkan maka kemungkinan seorang kades bisa menjabat hingga 27 tahun.

"Karena dalam UU 6/2014, seorang kades dapat menjabat sebanyak 3 periode. Hal ini bertolak belakang dengan semangat pembatasan kekuasaan dalam prinsip negara hukum di Indonesia," ujar Nur.

Baca juga: Mendes Tegaskan Usulan Perpanjangan Masa Jabatan Kades Bukan dari Presiden dan Parpol

Nur mengingatkan masa jabatan yang panjang juga akan membuka peluang korupsi kepala desa lebih besar.

Selain itu, kata Nur, masa jabatan yang terlampau panjang juga melanggar dan mengkhianati prinsip demokrasi yang telah susah payah dibangun sejak dulu.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyatakan usulan perpanjangan masa jabatan kades yang menjadi polemik bukan berasal dari pemerintah pusat, partai politik maupun Presiden Joko Widodo.

"Enggak ada keinginan dari pusat, baik kementerian maupun Presiden, parpol," ujar Gus Halim kepada Kompas.com, Rabu (25/1/2023).

Perpanjangan masa jabatan yang dimaksud yakni dari satu periode selama 6 tahun menjadi 9 tahun.

Baca juga: Mendes Sayangkan Ada Permintaan soal Total Masa Jabatan Kades 27 Tahun

Menurut Gus Halim, panggilan akrab Abdul Halim, usulan tersebut berasal dari bawah, baik dari masukan para kades maupun masyarakat.

Gus Halim mengungkapkan, semula kementeriannya berinisiatif untuk meninjau kembali Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Tujuannya untuk persiapan revisi UU tersebut. Sebab menurutnya aturan yang sudah berusia sembilan tahun itu butuh perbaikan.

"Dari sekian item diskusi di dalamnya ada soal pembangunan, soal perangkat desa, aset desa, batas desa pun juga. Kayak gitu-gitu dibahas semua. Salah satunya kan masa jabatan kades juga dibahas," lanjut Gus Halim.

Menurutnya, isu perpanjangan masa jabatan kades menjadi yang paling seksi dari sekian poin pembahasan. Sehingga isu tersebut kemudian mengemuka ke publik.

Baca juga: Mendes Sayangkan Ada Permintaan soal Total Masa Jabatan Kades 27 Tahun

"Jadi ya biasalah yang paling seksi masa jabatan, sehingga akhirnya yang masuk ke publik ya masa jabatan ini," tutur kakak Ketua Umum PKB Muahimin Iskandar ini.

Dalam penjelasannya, Gus Halim juga menegaskan, usulan yang berkembang soal perpanjangan masa jabatan kades bukan selama sembilan tahun untuk tiga periode.

Melainkan, usulan memperpanjang masa jabatan dari enam tahun menjadi sembilan tahun.

Kemudian dari perpanjangan itu, para kades hanya boleh maju kembali untuk satu periode berikutnya.

Sehingga dalam usulan masa jabatan kades selama dua periode adalah 18 tahun.

Baca juga: Mendes Bantah Usulan Perpanjangan Kades Jadi 27 Tahun: Tetap 18 Tahun

"Perlu masyarakat tahu bahwa usulan yang berkembang bukan sembilan kali tiga (periode). Tapi sembilan kali dua (periode)," kata Gus Halim.

"Mereka yang mewacanakan sembilan kali tiga itu sengaja agar untuk membenturkan masyarakat dan kades. Kita tidak ingin hal itu terjadi," tegasnya.

Dia melanjutkan, saat ini Kemendes PDTT masih menyusun hasil tinjauan untuk revisi UU Desa.

Tinjauan yang dimaksud mencakup semua pasal dalam UU Desa.

"Iya seluruhnya semua pasal, perlu disesuaikan," kata Gus Halim.

Baca juga: Mendes Ungkap Awal Mula Wacana Jabatan Kades 9 Tahun, Sebut Ada Ketegangan di Desa

Dia pun menegaskan hingga saat ini belum ada pembicaraan dengan DPR, kementerian terkait maupun pihak istana soal revisi UU ini.

(Penulis : Dian Erika Nugraheny | Editor : Dani Prabowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com