Mereka menyebut penundaan pemilu layak dipertimbangkan demi perbaikan ekonomi yang digoyang pandemi Covid-19.
Kemudian, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga mengklaim memiliki big data dukungan rakyat terhadap penundaan pemilu.
Masa jabatan gubernur, juga tidak luput dari wacana perpanjangan ini. Isu tersebut bergulir pada Januari 2022, saat jabatan sejumlah kepala daerah akan habis.
Usulan perpanjangan masa jabatan kepala daerah juga dilontarkan Guru Besar Ilmu Pemerintahan pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan.
Menurutnya, perpanjangan masa jabatan kepala daerah sangat mungkin dan bisa menjadi alternatif.
Karena memenuhi semua persyaratan. Kalau kita perpanjang, ia punya legitimasi. Karena ia dipilih rakyat dulu, lalu diperpanjang," kata Djohermansyah saat dihubungi, Selasa (11/1/2022).
Ujungnya, perpanjangan masa jabatan presiden dan kepala daerah, sejauh ini tidak jadi dilaksanakan. Presiden Jokowi menekankan bahwa ia akan mengikuti aturan konstitusi soal masa jabatan.
Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, masa jabatan kekuasaan pejabat negara yang terlalu lama dapat menimbulkan sifat koruptif.
Indonesia sudah membuktikan hal ini melalui periode sejarah Orde Baru.
"Ini tidak sehat ya, membangun administratif pengelolaan negara secara buruk ya, di mana kekuasaan hendak dibangun tak terbatas. Padahal sifat kekuasaan itu kalau sudah terlalu lama akan koruptif," kata Feri.
Baca juga: Efek Domino Jabatan Kades 9 Tahun, Magnet Kuat Oligarki
Dalam konteks perpanjangan masa jabatan kades, menurut Feri, punya bahaya yang sama seperti perpanjangan masa jabatan presiden atau kepala daerah.
Apalagi, bila perpanjangan masa jabatan kades disetujui tanpa mengubah ketentuan tentang kades yang dapat menjabat selama tiga periode.
Apabila demikian, seorang kades bisa menjabat selama lebih dari seperempat abad alias 27 tahun.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah senada dengan Feri. Perpanjangan masa jabatan apapun, baik presiden, gubernur, atau kepala desa, justru akan membuat mereka menjadi raja yang bersifat tidak ingin dikontrol.
Pada titik ini, pihak yang dirugikan adalah rakyat sendiri karena pembangunan tidak berjalan baik.
"Saya merasa sembilan tahun ini akan menghambat pembangunan di desa itu sendiri. Karena dengan sembilan tahun, otomatis mereka yang berkuasa terus seenaknya, ya seenaknya sendiri tanpa ada kontrol," ujar Trubus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.