“Atas pertimbangan tersebut, BPKH mengajak semua pihak menyadari hal tersebut dan mengantisipasi serta melakukan mitigasi sejak beberapa waktu lalu,” kata Akhyar.
Akhyar pun memaparkan langkah mitigasi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satunya dengan menghitung Bipih secara lebih realistis. Hal ini dilakukan dengan mengurangi besaran subsidi untuk keberangkatan jemaah.
Menurutnya, pada hakikatnya, nilai manfaat yang dihasilkan BPKH adalah milik seluruh jemaah, bukan hanya hak jemaah yang akan berangkat pergi haji.
Meski demikian, ia mempertanyakan mengapa jemaah yang akan berangkat haji selama ini masih diberikan subsidi besar menggunakan hak milik jamaah tunggu.
"Bukankah hal ini tidak adil sekaligus zalim?," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Akhyar menjawab bahwa usulan atas perubahan skema tersebut selalu ditolak oleh Komisi VIII DPR.
Baca juga: DPR Sahkan 5 Anggota Dewan Pengawas BPKH Periode 2022-2027
Menurut pandangannya, hal ini dilakukan agar terdapat kesan bahwa sebagian anggota DPR Komisi VIII dipandang berjuang oleh konstituennya. Salah satunya dengan mencegah kenaikan Bipih.
“Sebenarnya hal tersebut tidak adil karena pada hakikatnya, besaran subsidi yang dulu ‘dibungkus’ dengan istilah indirect cost merupakan milik jemaah tunggu,” paparnya.
Atas dasar tersebut, lanjut Akhyar, tuduhan Iskan tidak berdasar dan konsisten. Terlebih, saat Iskan menyalahkan pihak lain (BPKH) dalam pengelolaan dana haji.
Selain itu, Iskan juga menuduh atau menyalahkan penggunaan nilai manfaat yang terlalu besar untuk jemaah yang sudah berangkat sebelum keluarnya ketentuan tersebut.
“Padahal, selama ini, Komisi VIII DPR selalu menolak usulan BPKH untuk menaikkan Bipih pada tahun-tahun sebelumnya,” tutur Akhyar.
Guna mengatasi permasalahan tersebut, Akhyar menilai terdapat dua solusi yang bisa dilakukan. Pertama, solusi yang bersifat fundamental, strategis, serta jangka panjang. Kedua, solusi parsial, taktikal, serta jangka pendek.
Untuk solusi pertama, Akhyar berpegang pada Surat Ali 'Imran Ayat ke-97 bahwa ibadah haji memiliki syarat istitha'ah.
“Artinya, setiap jemaah haji harus memiliki kemampuan yang dirumuskan dalam tiga syarat, yakni mampu secara finansial, keamanan, serta kesehatan,” ujar Akhyar.
Dengan pertimbangan itu, lanjut Akhyar, tidak ada istilah subsidi dalam beribadah haji. Setiap calon jamaah haji harus membayar biaya sesuai besaran Bipih. Calon jamaah yang sudah lama “menabung” di BPKH akan mendapatkan bagi hasil atau nilai manfaat. Hal ini sah dan menjadi miliknya.