JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Panglima TNI Laksamana Yudo Margono untuk melakukan pengawasan terhadap proses peradilan militer kasus mutilasi di Mimika yang melibatkan enam anggota TNI.
"Komnas HAM RI meminta Panglima TNI untuk melakukan pengawasan terhadap proses peradilan dan penegakan hukum agar berjalan efektif dan akuntabel," ujar Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/1/2023).
Selain itu, Atnike juga mendesak agar persidangan dalam Pengadilan Militer III/19 Jayapura itu bisa berjalan secara independen dan imparsial.
Baca juga: Komnas HAM: Keluarga Korban Mutilasi di Mimika Tak Puas dengan Dakwaan Oditurat
Persidangan juga didesak agar berjalan dengan prinsip persidangan yang adil menurut Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Konvensi Haki Sipil dan Politik.
Di sisi lain, kata Atnike, Komnas HAM meminta Mahkamah Agung RI untuk melakukan pengawasan terhadap perangkat peradilan yang menyidangkan para terdakwa kasus mutilasi.
"Terdakwa anggota militer maupun anggota sipil agar proses peradilan dan penegakan hukum berjalan efektif dan akuntabel," ucap Atnike
Baca juga: Panglima TNI Minta Prajurit Tersangka Mutilasi Mimika Dituntut Maksimal
Sedangkan untuk para korban, Komnas HAM meminta agar LPSK bisa memberikan perlindungan dan pemulihan bagi para keluarga korban.
Komnas HAM juga turut mengimbau kepada masyarakat untuk mendukung kelancaran proses sidang.
"Agar proses persidangan dapat berjalan dengan baik," imbuh Atnike.
Untuk diketahui, pada 22 Agustus 2022 terjadi kasus pembunuhan dengan mutiliasi yang dilakukan empat orang sipil dan enam anggota TN.
Empat korban tersebut dibunuh pada malam hari di lahan kosong, tempat sepi, dan tanpa penerangan, di Distrik Mimika Baru, Papua.
Keempat korban dibunuh dengan cara ditembak dan ditikam senjata tajam, kemudian dimutilasi untuk menghilangkan jejak.
Jasad para korban yang sudah dimasukkan ke dalam karung kemudian dibawa ke sebuah jembatan di Kampung Pigapu Distrik Iwaka untuk kemudian dibuang ke sungai.
Temuan Komnas HAM dalam peristiwa itu juga menyebut diduga kuat motif pembunuhan adalah terkait bisnis solar yang dijalankan oleh para pelaku.
"Jadi kita temukan memang ada rekanan bisnis terkait solar. Itu tidak hanya drum-drum (yang ditemukan) di tempat lokas mereka rapat dan sebagainya, tapi juga grup WhatsApp yang dalam grup itu juga membicarakan bisnis solar ini," kata Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam, 20 September 2022.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.