JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) telah terbentuk sejak 13 Agustus 2022.
Namun demikian, koalisi tersebut tak kunjung mengumumkan siapa figur calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang bakal diusungnya pada Pemilu 2024.
Kedua partai politik (parpol) tersebut sepakat, urusan pencapresan menjadi kewenangan Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, dan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum PKB.
Baca juga: PKB Sebut Cak Imin Bertemu Prabowo Pekan Ini, Bahas Hasil Ijtima Ulama Nusantara
Akan tetapi berbagai dinamika politik di internal koalisi terjadi. Mulai dari ngototnya kedua kader parpol untuk mencapreskan ketua umumnya masing-masing, mencuatnya isu Prabowo bakal bersanding dengan Ganjar Pranowo dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, sampai sinyal hengkangnya PKB usai salah satu elitenya menyatakan membuka peluang kerja sama dengan Partai Nasdem.
Terbaru, Gerindra mengaku mempertimbangkan sejumlah nama selain Muhaimin untuk menjadi cawapres Prabowo.
Namun demikian, sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani menyatakan, yang paling berpotensi mendampingi Prabowo sebagai capres adalah Muhaimin.
Di sisi lain, hasil ijtima ulama nusantara yang digelar oleh Dewan Syuro DPP PKB mendesak agar Muhaimin segera mengumumkan pengusungan capres-cawapres sebelum Ramadhan.
Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengatakan, kursi calon RI-2 dari koalisi tak harus diisi oleh Muhaimin.
"Namanya koalisi enggak ada saling memaksa. Cuma ada pertimbangan-pertimbangan yang harus dirumuskan secara rasional," sebut Jazilul saat ditemui di Hotel Millenium, Jakarta Pusat, Sabtu (14/1/2023).
Baca juga: Gerindra Mengaku Tak Bosan Tawarkan Prabowo Jadi Presiden
Akan tetapi, menurut Jazilul, sangat mungkin koalisi Gerindra-PKB bubar ditengah jalan, jika tak menemukan kesepakatan.
"Kalau misalkan nanti tidak ditemukan kesepakatan, ya kayak orang pacaran. Ya enggak jadi nikah, lah," ucap dia.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, pasangan calon (paslon) capres-cawapres Prabowo-Muhaimin bakal saling menguntungkan.
Alasannya, pertama, Prabowo tak memiliki basis konstituen yang kuat di Jawa Timur (Jatim). Dan ternyata, wilayah tersebut berisi konstituen PKB.
Umam menilai Prabowo butuh meningkatkan atau memenangkan suara di Jatim karena hal itu tak terjadi dalam Pilpres 2014, dan 2019.
“Mengingat PKB memiliki akar yang kuat di Jatim, kebutuhan itu gayung bersambut dengan keinginan Prabowo maupun Muhaimin untuk maju di Pilpres 2024. Jadi ada pertukaran kepentingan atau trade off di sana,” papar Umam pada Kompas.com, Rabu (18/1/2023).
Kedua, PKB dan Gerindra memiliki kesamaan yakni sama-sama merupakan parpol yang kepemimpinannya dikontrol secara terpusat.
Baca juga: Banyak Nama Dibahas Jadi Cawapres Prabowo, Gerindra: Yang Mendominasi Nama Cak Imin
Apalagi, bergabungnya dua parpol tersebut telah memenuhi ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi DPR RI.
Umam menilai, keputusan pengusungan Prabowo-Muhaimin tak akan memicu perpecahan di internal parpol.
“Sehingga keputusan keduanya untuk bersatu, hampir tidak akan memunculkan riak-riak politik di internal partainya masing-masing,” katanya.
Tanpa kompetitor yang sama kuatnya, lanjut Umam, Prabowo-Muhaimin sangat berpotensi memenangkan Pilpres 2024.
“Jika lawannya kurang kompetitif, pasangan Prabowo-Muhaimin berpotensi moncer,” ungkap dia.
Di sisi lain, Umam memandang Prabowo masih menyimpan keraguan untuk berpasangan dengan Muhaimin.
Mantan Danjen Kopassus itu dinilai belum yakin Muhaimin bakal meningkatkan elektabilitas keduanya sehingga membawa kemenangan pada Pilpres 2024.
“Akibatnya, negosiasi Gerindra-PKB menjadi alot,” tuturnya.
Baca juga: Sebagai Kader, Sandiaga Dinilai Mesti Patuh dan Loyal terhadap Prabowo
Dia menambahkan, keraguan Prabowo itu menguat karena hubungan PKB dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang tampak renggang. Sehingga, berdampak pada suara basis NU yang tak terkonsilidasi dengan baik seperti pada dua pilpres sebelumnya.
“Renggangnya komunikasi antara Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf, dan Muhaimin akan membuat struktur NU otomatis tidak berjalan beriringan dengan permainan politik PKB,” kata dia.
Selain itu, Umam mengatakan, para kiai dan ulama NU masih banyak yang belum sepaham dengan langkah politik Prabowo yang dinilai memanfaatkan isu politik agama dalam Pilpres 2014, Pilkada DKI Jakarta 2017, maupun Pilpres 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.