Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Akan Dimulai, Jokowi Segera Terbitkan Inpres

Kompas.com - 17/01/2023, 10:56 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan segera memulai penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu sesuai rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM).

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, Presiden Joko Widodo akan menerbitkan instruksi presiden kepada 17 kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian untuk menuntaskan rekomendasi itu.

"Dalam waktu dekat presiden akan mengeluarkan inpres khusus untuk menugaskan kepada 17 lembaga kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian," kata Mahfud dalam konferensi pers seusai rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/1/2023).

Baca juga: Jokowi Tanyakan Bentuk Penyelesian Pelanggaran HAM Berat Non-yudisial Peristiwa Semanggi I dan II

"Plus koordinasi dengan lembaga independen di luar eksekutif untuk menyelesaikan seluruh rekomendasi PPHAM ini," ujar dia.

Mahfud menyebutkan, ada 12 jenis tindakan yang akan dilakukan dalam rangka penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menuturkan, Jokowi juga telah membagi tugas kepada beberapa kementerian mengenai apa yang harus mereka lakukan untuk menyelesaikan rekomendasi Tim PPHAM.

Beberapa kementerian dimaksud antara lain Kemenko Polhukam, Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Baca juga: Mahfud Sebut Pemerintah Akan Cari Jalan untuk Selesaikan Pelanggaran HAM Berat di Pengadilan

Kementerian PUPR misalnya akan ditugaskan untuk membangun infrastruktur di beberapa lokasi terjadinya pelanggaran HAM berat masa lalu.

Selain itu, Jokowi akan membentuk satuan tugas untuk mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan setiap rekomendasi Tim PPHAM.

"Ini semuanya masih dirancang, mungkin tidak akan lewat dari akhir Januari ini nanti sudah diumumkan oleh Presiden," kata Mahfud.

Ia melanjutkan, Jokowi juga berencana menemui korban pelanggaran HAM berat untuk menunjukkan kesungguhan pemerintah dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Baca juga: Jokowi: Saya Minta Seluruh Kementerian Tindaklanjuti soal Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat

"Di antara yang secara seremonial untuk ditunjukkan kepada publik bahwa kami bersungguh-sungguh, mungkin dalam waktu dekat Presiden akan berkunjung ke beberapa daerah misalnya ke Aceh, kemudian Talangsari," ujar Mahfud.

Sementara, Mahfud bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly diutus untuk menemui korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang selama ini tinggal di luar negeri.

Ia menuturkan, pemerintah akan memberikan jaminan kepada para korban pelanggaran HAM berat itu bahwa mereka adalah warga negara Indonesia (WNI) dan punya hak yang sama dengan WNI lainnya.

"Mereka banyak sekali, terutama di Eropa Timur untuk memberi jaminan kepada mereka bahwa mereka adalah warga negara Indonesia dan mepunyai hak-hak yang sama," kata Mahfud.

Baca juga: Pemerintah Akan Temui Korban Pelanggaran HAM Berat di Luar Negeri, Beri Jaminan sebagai WNI

Mahfud mengakui, para korban pelanggaran HAM berat yang akan ditemui itu termasuk warga Indonesia yang selama ini tidak bisa pulang ke Tanah Air karena peristiwa 1965-1966.

Mahfud pun mempersilakan para eksil tersebut untuk pulang ke Indonesia karena mereka punya hak sebagai warga negara untuk kembali.

"Kita akan umumkan mereka punya hak sepenuhnya sebagai warga negara, tinggal milih aja, mereka kan sudah ada istri anak di sana," ujar dia.

6.000 Korban Pelanggaran HAM Berat

Pada Senin kemarin, Jokowi juga menerima jajaran Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk membahas penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menerangkan, Komnas HAM mencatat sedikitnya ada 6.000 korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang sudah diverifikasi oleh mereka.

Sebanyak 6.000 orang itu antara lain adalah korban peristiwa 1965, peristiwa Tanjung Priok, maupun kasus penghilangan paksa.

Baca juga: Penyelesaian Hukum Pelanggaran HAM Berat, Mahfud: Presiden Minta Kejagung Koordinasi dengan Komnas HAM

"Di Komnas HAM sendiri sampai saat ini ada 6.000 lebih sedikit berkas surat korban pelanggaran HAM berat yang sudah diverifikasi oleh Komnas HAM dan itu sudah diberikan kepada korban, tentu kita bicara jumlah korban yang jauh lebih besar dari 6.000 itu," kata Atnike seusai pertemuan.

Atnike mengungkapkan, surat tersebut merupakan bukti pengakuan negara terhadap individu-individu yang telah mengalami pelanggaran HAM berat.

Menurut Atnike, pengakuan ini penting untuk mencatat jumlah korban pelanggaran HAM berat yang perlu mendapat pemulihan hak dari pemerintah dalam rangka penyelesaian non-yudisial.

"Kami siap mendukung pemerintah untuk upaya-upaya verifikasi korban agar mereka mendapatkan status yang resmi dan mendapatkan haknya," katanya.

Baca juga: Mahfud Ungkap Sulitnya Proses Hukum Pelanggaran HAM Berat: Fakta Ada, Bukti Nihil

Terkait penyelesaian secara yudisial, Komnas HAM juga berencana untuk menyamakan standard penyelidikan dan penyidikan dengan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Sebab, pengusutan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terhambat karena banyak perkara yang terhenti di Kejagung akibat perbedaan prosedur oleh kedua lembaga.

"Kita berharap dengan perbaikan standar atau prosedur penyelidikan penyidikan tersebut di antara dua lembaga ini maka proses yudisial akan dapat berjalan dengan lebih efektif," ujar Atnike.

Namun, Atnike tidak bisa menjamin kapan 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui pemerintah dapat diselesaikan secara yudisial karena masih menunggu kesepakatan soal standar penyelidikan dan penyidikan.

Baca juga: Dianggap Aib, Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Petrus Terkendala

"Kalau itu belum tercapai, kami tidak bisa bicara kapan rentang waktu atau target yang memungkinkan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat secara yudisial karena kita biara prosedur pengadilan itu kan bicara prosedur yang sangat teknis," katanya.

Adapun 12 pelanggaran HAM berata yang dimaksud adalah peristiwa 1965-1966; penembakan misterius (1982-1985); peristiwa Talangsari, Lampung (1989); peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis, Aceh (1989); peristiwa penghilangan orang secara paksa (1997-1998).

Kemudian, kerusuhan Mei (1998); peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II (1998-1999); peristiwa pembunuhan dukun santet (1998-1999); peristiwa Simpang KKA, Aceh (1999); peristiwa Wasior, Papua (2001-2002); peristiwa Wamena, Papua (2003); dan peristiwa Jambo Keupok, Aceh (2003).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com