JAKARTA, KOMPAS.com - Ketum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengatakan, wacana sistem proporsional tertutup masih rasional bila berkembang jauh-jauh hari sebelum pemilihan umum (Pemilu).
Sayangnya, wacana ini justru berkembang mendekati tahun pemilu. Ia pun menilai wacana itu justru terkesan tidak logis. Bahkan, terkesan mencabut sistem yang berjalan saat ini.
"Kalau wacana sistem pemilu itu 4 tahun, 5 tahun, sebelum Pemilu mungkin sangat logis, rasional, dan tidak terkesan mencabut sistem," kata Cak Imin saat ditemui di Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023).
Baca juga: Cawapres Prabowo Belum Ditentukan, Cak Imin: Kami Lihat Koalisi Lain Juga
Cak Imin menilai, implementasi sistem proporsional tertutup dalam Pemilu membahayakan demokrasi.
Sejauh ini, sebanyak delapan dari sembilan partai politik (parpol) di DPR sudah menyatakan sikap menolak sistem tersebut.
Hanya PDI Perjuangan yang tidak ikut menyatakan sikap menolak pemilu sistem proporsional tertutup.
"Kalau pemilu sudah sangat dekat begini, kemudian semua persiapan sudah berjalan, perencanaan sudah tahapan berlangsung, tiba-tiba perubahan sistem, akan sangat membahayakan demokrasi kita," ujar dia.
Sementara itu, Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad berharap, adanya pernyataan sikap dari delapan parpol bisa menjadi pertimbangan Mahkamah Agung untuk memutuskan dalam proses judicial review.
Baca juga: Soal Kemungkinan Berpaling jika Cak Imin Ditawari Jadi Cawapres Anies, PKB Jawab Begini
Menurut dia, penolakan dari delapan parpol sudah mewakili mayoritas parpol maupun pemilih di Indonesia.
"Karena ini prosesnya judicial review di MK, tentunya pendapat dari 8 parpol yang mewakili mayoritas parpol dan mewakili mayoritas pemilih di Indonesia tentunya harus menjadi pertimbangan bagi MK," jelas Dasco.
Sebagai informasi, wacana sistem proporsional tertutup menjadi perdebatan usai munculnya gugatan uji materi terhadap Pasal 168 Ayat (2) Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang dimohonkan sejumlah warga negara ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Para pemohon meminta MK menyatakan pasal tersebut inkonstitusional, sehingga sistem pemilu di Indonesia dapat diganti dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Baca juga: Isu Gabung Nasdem, Cak Imin Tegaskan PKB Masih Bersama Gerindra
Namun demikian, sebanyak delapan parpol menolak dengan alasan agar demokrasi tak muncul. Sistem ini memang sudah diterapkan pada empat kali pemilu di Tanah Air yakni tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019.
Sistem pemilu proporsional terbuka juga disebut telah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22-24/PUU-VI/2008 yang dibacakan pada 23 Desember 2008.
Oleh karenanya, munculnya gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pemilu yang menyoal sistem pemilu proporsional terbuka dinilai bakal menjadi contoh buruk bagi hukum di Indonesia jika saja MK mengabulkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.