JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Partai Buruh atau Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal tidak menolak penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Bukan tanpa sebab, dukungan itu lantaran kelompok buruh kecewa apabila omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja kembali dibahas di DPR.
"Partai Buruh dan KSPI, serta organisasi serikat buruh tetap bersikap lebih memilih pola Perppu ketimbang dibahas di Pansus Badan Legislatif DPR RI atau Pansus Baleg DPR RI terhadap omnibus law UU cipta kerja," kata Said Iqbal dalam konferensi pers secara daring, Minggu (1/1/2023).
Said kemudian menjelaskan bagaimana kelompok buruh terlanjur kecewa melihat proses pembuatan omnibus law UU Cipta Kerja di DPR.
Baca juga: Jokowi Teken Perppu Cipta Kerja, Dinilai Jalan Terbaik di Tengah Tahun Politik
Tak hanya kelompok buruh, menurut Said Iqbal, kekecewaan terhadap proses pembuatan beleid hukum tersebut juga dirasakan petani, nelayan dan kelompok pekerja lainnya.
"Sehingga muncul mosi tidak percaya kepada DPR RI. Maka pembahasan ulang undang-undang cipta kerja ini kami menolak atau tidak bersepakat atau tidak bersetuju terhadap pembahasan di pansus DPR RI," ujarnya.
Meski mendukung penerbitan Perppu, kelompok buruh disebut tak sepenuhnya sepakat dengan isi aturan tersebut.
Pasalnya, Said Iqbal menilai isi Perppu tak berubah seperti UU Cipta Kerja yang beberapa waktu lalu dianggap inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Penilaian itu didapatkan setelah kelompok buruh membedah draf Perppu Cipta Kerja.
Adapun draf yang dibahas adalah aturan yang diperoleh kelompok buruh dan beredar di media sosial.
"(Draf Perppu) yang kami terima dan beredar di sosmed, kami menolak atau tidak setuju," kata Said.
Baca juga: Terbitnya Perppu yang Diklaim Gugurkan Status Inkonstitusional UU Cipta Kerja...
Isi Perppu dianggap tetap tidak berpihak kepada buruh.
Said Iqbal mengungkapkan setidaknya sembilan ketentuan yang semestinya diubah pemerintah saat menerbitkan Perppu Ciptaker.
Sebagai contoh, aturan mengenai penentuan upah minimum karena menggunakan indeks tertentu.
"Kami menolak, (penentuan upah minimum) tetap harus (berdasarkan) inflasi plus pertumbuhan ekonomi," kata Said.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.