Prevalensi perokok anak terus naik setiap tahunnya. Pada 2013 prevalensi perokok anak mencapai 7,20 persen, kemudian naik menjadi 8,80 persen tahun 2016, 9,10 persen tahun 2018, dan 10,70 persen tahun 2019.
Baca juga: Pemerintah Akan Revisi PP untuk Larang Jual Rokok Batangan dan Atur Rokok Elektrik
Remaja usia 10-18 tahun ini banyak membeli rokok ketengan karena cenderung lebih murah. Data Kemenkes menyebutkan, sebanyak 71 persen remaja membeli rokok ketengan.
Saat mereka membeli rokok batangan di warung, tidak ada larangan yang diterimanya. Hal ini mengingat tidak ada payung hukum yang melarang penjualan dan pembelian rokok ketengan.
"78 persen terdapat penjualan rokok di sekitar sekolah dan mencantumkan harga (jual) ketengan," ungkap Nadia.
Rencana revisi PP 109/2012 ini lantas didukung berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi Kesehatan. Salah satu dukungan datang dari Yayasan Lentera Anak.
Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari yakin revisi PP mampu menurunkan prevalensi perokok anak dan remaja usia 10-18 tahun.
Menurut Lisda, strategi yang menjadi poin-poin perubahan dalam PP sudah diterapkan di negara lain. Hasilnya terbukti mampu menurunkan perokok anak dan remaja karena barang tersebut makin sulit diakses.
Baca juga: KNKP: Larangan Penjualan Rokok Batangan Baru Sebatas Usul Kemenkes ke Presiden
Beberapa negara yang sudah berproses menekan perokok anak dan menurunkan prevalensinya adalah Thailand, Vietnam, dan sebagian negara ASEAN.
Meski dia mengakui, menurunkan prevalensi perokok anak dan remaja butuh waktu panjang dan tidak instan. Namun dengan diterbitkannya payung hukum berupa PP pasca revisi akan membuat impian itu selangkah lebih dekat.
"Apakah itu dari pengalaman negara lain, dari berbagai studi yang telah kami lihat itu berhasil (menurunkan prevalensi perokok anak). Memang untuk menurunkannya enggak dalam waktu 1-2 tahun," kata Lisda kepada Kompas.com.
Strategi yang tertuang dalam poin-poin revisi PP juga merupakan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dibarengi dengan kenaikan cukai yang diputuskan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Baca juga: Soal Larangan Jual Rokok Ketengan, Pedagang Kaki Lima Bakal Surati Jokowi
Revisi dipandang perlu karena belum ada aturan yang melarang penjualan rokok batangan. Dengan kenaikan cukai setiap tahun yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan pun, rokok selalu mudah diakses anak-anak dan remaja karena bisa dibeli secara ketengan.
Revisi pun diperlukan untuk menurunkan prevalensi perokok anak dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
"Ada pelarangan iklan rokok, pembesaran peringatan tulisan bergambar, kenaikan cukai, dan kawasan tanpa rokok. Itu adalah pengalaman-pengalaman beberapa negara seperti Thailand, Vietnam juga melakukan itu," beber Lisda.
Lisda bahkan mengajukan usul agar revisi PP 109 Tahun 2012 itu mengatur beberapa poin penting. Untuk gambar dan tulisan peringatan pada bungkus rokok misalnya, ia mengusulkan persentasenya sampai 90 persen.