JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut, para pejabat yang melakukan korupsi telah memahami bagaimana KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Menurut Alex, fakta-fakta dan mekanisme KPK melakukan OTT diungkap dalam persidangan sehingga para koruptor mempelajari upaya paksa tersebut.
“Mereka sudah paham bagaimana KPK itu bisa melakukan OTT mereka sudah paham, mereka sudah belajar,” kata Alex dalam konferensi pers akhir tahun di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (27/12/2022).
Baca juga: Firli Bahuri Perintahkan Bawahannya Tidak Ragu Lakukan OTT
Para koruptor, kata Alex, saat ini lebih berhati-hati dan mengubah pola perbuatan mereka.
Selain itu, mereka mempelajari kasus sebelumnya dengan tujuan menghindari dari pengungkapan KPK.
Berkaca dari hal ini, Alex menyatakan, KPK akan meningkatkan upaya penindakan korupsi, seperti membenahi sistem internal sehingga bisa mengikuti pola para koruptor.
“(Koruptor) tidak kemudian itu dia tidak berkeinginan untuk korupsi, tapi itu tadi, bagaimana tetep korupsi tapi tidak ketahuan,” ujar Alex.
Mantan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tersebut mengatakan, OTT tidak menimbulkan efek pencegahan bagi para pejabat lain.
Pada 2018, KPK melakukan 30 kali OTT dalam setahun. Jumlah tersebut merupakan capaian OTT paling banyak sepanjang sejarah lembaga antirasuah itu didirikan dari 2002.
Namun, kata Alex, hal itu tidak membuat para pejabat lain tidak berhenti melakukan korupsi, terutama suap.
“Kalau dilihat dari situ tentu kita bisa melihat ternyata dengan OTT berkali-kali pun tidak membuat para pejabat para penyelenggara negara itu menjadi kapok atau menimbulkan deterrence effect,” ujar dia.
Baca juga: KY akan Periksa Hakim Yustisial MA yang Terjaring OTT KPK Hari Ini
Sebelumnya, persoalan OTT sempat menjadi sorotan setelah Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyebut OTT membuat citra negara menjadi buruk.
Luhut mengaku yakin digitalisasi pada berbagai sektor akan membuat OTT tindak pidana korupsi tidak lagi terjadi. Sebab, tidak ada lagi celah untuk korupsi.
Luhut mengungkapkan sejumlah keuntungan dari penerapan digitalisasi di sektor pelabuhan hingga transaksi melalui aplikasi E Katalog. Aplikasi ini dikembangkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Menurut dia, aplikasi tersebut berhasil memuat 2,3 juta item dengan nilai Rp 1.600 triliun. Jumlah itu setara 105 miliar dollar Amerika Serikat.
Luhut lantas menyebut aspek itu menjadi tempat korupsi. Namun demikian, dalam jumlah transaksi sebesar itu tidak akan ada yang bisa melakukan kecurangan jika pemerintah menerapkan digitalisasi.
"Karena ini mengubah negeri ini, kita enggak usaha bicara tinggi-tinggilah, kita OTT-OTT itu kan enggak bagus sebenarnya, buat negeri ini jelek banget," kata Luhut di Thamrin Nine Ballroom, Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2022).
Baca juga: Luhut Soal OTT, Dikritik Eks Pegawai KPK, Dibela Mahfud MD
Luhut pun meminta KPK agar tidak kerap melakukan OTT. Menurut dia, ketika sistem digitalisasi sudah berhasil maka tidak akan ada koruptor yang berani melakukan korupsi.
"Ya kalau hidup-hidup sedikit bisa lah. Kita mau bersih-bersih amat di surga sajalah kau," ujar Luhut.
"Jadi KPK pun jangan pula sedikit-sedikit tangkap-tangkap, itu. Ya lihat-lihatlah, tetapi kalau digitalisasi ini sudah jalan, menurut saya, (koruptor) enggak akan bisa main-main," ujar dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.