Dalam drum yang diamankan dari gudang CV itu, tertulis bahan baku berasal dari Dow Chemmical Company and Subsidiaries yang didistribusikan oleh Dow Chemical Thailand Ltd.
Terdapat dua huruf M dalam kata "Chemmical" yang menjadi perhatian Penny.
"Ini bilangnya (dari) Dow Thailand, kalau Dow yang sebenarnya [huruf] m-nya enggak dua, (tapi satu). Jadi bikin label palsunya pun salah. Pemalsuan dan mereka pesan label, dan juga ada catatan-catatan pemesanan label dan sebagainya," jelas Penny.
Bahan baku obat disebar ke perusahaan farmasi
Rupanya, CV Samudera Chemical menyuplai bahan baku ke distributor kimia. Ia merupakan supplier dari distributor kimia CV Anugerah Perdana Gemilang. CV Anugrah Perdana Gemilang merupakan pemasok utama untuk CV Budiarta.
Selanjutnya, CV Budiarta adalah pemasok propilen glikol yang terbukti tidak memenuhi syarat ke farmasi PT Yarindo Farmatama.
CV Anugrah Perdana Gemilang juga diduga pemasok untuk PT Tirta Buana Kemindo (PT TBK), kemudian didistribusikan ke perusahaan farmasi PT AFI Farma dan PT Ciubros Farma.
Baca juga: 6 Celah yang Dimanfaatkan Industri Farmasi Nakal Berujung Kasus Obat Sirup Tercemar
Karena masifnya distribusi, BPOM pantas mencabut sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) 2 pedagang besar farmasi (PBF), yaitu PT Megasetia Agung Kimia PT Tirta Buana Kemindo.
Setidaknya, ada dua kesalahan fatal yang dilakukan, yakni distributor melakukan pengadaan bersumber dari distributor kimia umum tanpa melakukan kualifikasi pemasok, dan perusahaan farmasi tidak melakukan pemeriksaan ulang bahan baku sebelum dicampur ke dalam obat sirup.
Penelitian final
Hasil penelitian final menyatakan bahwa kasus gagal ginjal memang disebabkan oleh obat sirup/cair yang mengandung EG/DEG.
Sejalan dengan itu, BPOM masih terus bekerja mencari obat-obat yang aman digunakan dan tidak aman digunakan.
Dalam perjalanannya, beberapa merek obat dinyatakan aman, namun berubah menjadi tidak aman sehingga rilis BPOM obat aman ini dilakukan berkali-kali dan bertahap.
Kemudian, selain itu, agar prosesnya cepat, BPOM meminta perusahaan farmasi menguji sendiri obat sirup masing-masing, kemudian dilaporkan kepada BPOM.
Tentu saja, hasil laporan ini kembali diteliti oleh BPOM.
Teranyar, BPOM menyatakan ada 294 daftar obat sirup yang aman dikonsumsi.
Baca juga: Korban Meninggal akibat Obat Sirup Tercemar EG-DEG Ditaksir Alami Kerugian Rp 2 Miliar
Rinciannya, 168 obat sirup yang dinyatakan aman berdasarkan data registrasi BPOM karena tidak menggunakan empat zat pelarut tambahan, dan 126 obat sirup yang sudah melalui pengujian mandiri masing-masing perusahaan dan diverifikasi BPOM.
Sebanyak 168 obat sirup yang aman menurut data registrasi dan sampling post market BPOM itu terdiri dari 60 produsen.
Ratusan obat itu tidak menggunakan empat zat pelarut tambahan, yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.
Sementara, 126 obat sirup berasal dari 15 perusahaan farmasi. Perusahaan-perusahaan farmasi itu sudah melakukan pengujian mandiri terhadap produk obat sirup, kemudian diverifikasi kembali oleh BPOM.
Perusahaan tersebut sudah memiliki sistem jaminan mutu yang baik. Begitu pun sudah memproduksi obat sesuai dengan izin edar dan Cara Pembuatan yang Baik (CPOB).
Adanya daftar obat aman menandakan bahwa tidak semua perusahaan farmasi melanggar ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Orang tua menggugat
Pasca kasus tidak lagi bertambah, orang tua korban yang anaknya tak kunjung sembuh bahkan meninggal menggugat pemerintah.
Gugatan dilayangkan orangtua korban bersama Komunitas Konsumen Indonesia (KKI).
Gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat ini menyeret nama para distributor, perusahaan farmasi, hingga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Tercatat ada 9 pihak tergugat yang dilayangkan oleh 12 orang tua korban gagal ginjal.
Baca juga: Keluarga Korban Gagal Ginjal Akut Disebut Trauma Berikan Obat Sirup ke Anak
Kuasa Hukum keluarga korban gagal ginjal akut, Ulung Purnama menyatakan, 9 tergugat diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahannya.
Tergugat pertama adalah adalah PT Afi Farma. Alasannya, 11 anak dari 12 orang tua yang menggugat memberikan parasetamol sirup produksi PT Afi Farma.
11 anak tersebut kini sudah meninggal usai didiagnosis gagal ginjal akut oleh dokter.
Lalu, tergugat kedua PT Universal Pharmaceutical Industries.
Perusahaan farmasi ini menjadi tergugat kedua karena ada 1 orang anak yang mengonsumsi Unibebi Cough Syrup sampai menjalani perawatan hingga kini.
"Pihak tergugat pertama adalah penyebab kematian. Sedangkan (obat sirup yang menyebabkan) proses pengobatan atau masih sakit yakni produsen yang dijadikan pihak tergugat dua," kata Ulung Purnama dalam konferensi pers class action di Jakarta, Jumat (18/11/2022).
Baca juga: BPKN Beri Jokowi 4 Rekomendasi Soal Kasus Gagal Ginjal Akut
Pihak tergugat ketiga hingga ketujuh adalah pemasok bahan kimia ke industri farmasi, secara berurutan PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, dan PT Mega Setia Agung Kimia.
Lalu, tergugat delapan adalah BPOM dan tergugat sembilan adalah Kemenkes.
Isi petitum yang didaftarkan di PN Jakarta Pusat adalah permintaan ganti rugi oleh para penggugat. Ganti rugi yang diminta adalah senilai Rp 2,05 miliar per orang meninggal dan Rp 1,03 miliar per orang sakit.
Hingga kini, kasusnya masih berlanjut. Bahkan, orang tua korban meminta bantuan Komnas HAM Asasi Manusia (HAM) agar Kemenkes dan BPOM bertanggung jawab atas isu kemanusiaan ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.