Salin Artikel

Kaleidoskop 2022: Obat Sirup Beracun Membunuh Ratusan Anak

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyakit misterius yang menimpa anak-anak, yaitu gangguan ginjal akut progresif atipikal atau yang dikenal dengan gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) menjadi momok masyarakat di tahun 2022.

Belakangan, penyakit ini diketahui disebabkan oleh obat sirup mengandung zat beracun, yakni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) murni.

Data terakhir Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, ada 324 anak yang meninggal, setelah kasus tersebar di 27 provinsi.

Sejak akhir November 2022, Kementerian Kesehatan mengumumkan kasus ini sudah selesai karena tidak ada lagi kasus tambahan, setelah serangkaian tindakan yang diterapkan oleh pihak-pihak terkait.

Kendati begitu, nasib keluarga korban dan korban yang masih dirawat belum jelas.

Korban gagal ginjal mengalami kerusakan saraf akibat mengonsumsi obat sirup tersebut.

Awal mula

Kasus misterius ini ramai sejak September 2022 setelah meningkat pada Agustus 2022.

Adanya kasus gagal ginjal akut lalu diumumkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 11 Oktober 2022.

Sejatinya, kasus gagal ginjal memang terjadi setiap tahun, bahkan ada sejak Januari 2022.

Kasus ini tidak pernah merupakan diagnosis tunggal, selalu ada penyebab yang sebelumnya diderita.

Biasanya disebabkan oleh dehidrasi berat, pendarahan parah, atau kelainan ginjal sejak lahir.

Namun, kasus dengan penyebab yang misterius ini baru meningkat pada Agustus 2022.

Data IDAI per 10 Oktober 2022 menyebut, gagal ginjal akut diderita oleh 131 anak.

Pada Agustus 2022, IDAI menemukan 35 kasus, kemudian meningkat menjadi 71 kasus pada September 2022.

Terdapat gejala-gejala yang muncul dari gagal ginjal akut misterius, yaitu batuk, pilek, diare, panas, dan muntah.

Kemudian, gejalanya menjadi semakin parah seperti buang air kecil sedikit (oliguria) dan tidak bisa buang air kecil (anuria).

Penderitanya adalah anak-anak hingga usia belasan tahun. Penderita didominasi oleh bayi di bawah lima tahun (balita).

Misterius

Semula, penyebab penyakit ini masih misterius.

Mulanya, para dokter menduga kasus ini berkaitan dengan MIS-C atau sindrom peradangan multisistem pasca Covid-19.

Namun berdasarkan analisis kasus, beberapa penderita penyakit ini dinyatakan negatif Covid-19.

Kemungkinan kedua adalah infeksi virus.

Pada dokter kala itu mencari berbagai kemungkinan infeksi dalam tubuh anak-anak, salah satunya melalui swab tenggorokan pada saluran pernapasan dan swab rektal dari anus.

Namun, tidak ditemukan jenis virus yang seragam atau konsisten dalam tubuh seluruh penderita yang menyebabkan infeksi.

Belakangan, Kemenkes menduga bahwa gagal ginjal akut disebabkan oleh konsumsi obat mengandung etilen glikol dan dietilen glikol murni.

Memang, keberadaannya dimungkinkan dalam bentuk kontaminan atau cemaran pada bahan tambahan sediaan sirup, dari bahan baku utama yaitu gliserin, propilen glikol, sorbitol, dan polietilen glikol.

Menurut Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), nilai toleransi yang disyaratkan adalah 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol, serta 0,25 persen pada polietilen glikol.

Batas nilai toleransi tersebut tidak menimbulkan efek yang merugikan.

Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril menyebut dugaan keracunan zat kimia mencuat setelah melihat kasus serupa di Gambia.

Tercatat puluhan anak di Gambia meninggal karena mengonsumsi obat batuk produksi India yang mengandung senyawa serupa.

"Dugaan ke arah konsumsi obat yang mengandung etilen glikol. Tapi hal ini perlu penelitian lebih lanjut karena tidak terdeteksi dalam darah. Dugaan mengarah ke intoksikasi (keracunan)," kata Syahril menyusul keterangan IDAI.

Bentuk tim penyelidikan dan setop obat sirup

Kemenkes akhirnya membentuk tim penyelidikan yang terdiri dari IDAI, Kemenkes, dan dokter-dokter di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun dilibatkan untuk meneliti obat sirup yang beredar di pasaran.

Sebab saat kasus ini mencuat, BPOM menjadi salah satu pihak yang paling disorot karena merupakan leading sectors dalam pengawasan obat dan makanan.

Selama penyelidikan berlangsung, Kemenkes menginstruksikan seluruh apotek agar tidak menjual obat bebas maupun obat bebas terbatas dalam belum cair untuk sementara waktu.

Instruksi tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak.

"Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis instruksi tersebut.

Instruksi yang ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami itu juga meminta agar para nakes tidak meresepkan obat dalam belum cair untuk sementara waktu.

Sementara itu apabila sudah ditemukan gangguan ginjal akut pada anak, fasyankes harus merujuk pasien tersebut ke rumah sakit yang memiliki dokter spesialis ginjal anak dan fasilitas hemodialisis (cuci darah) anak.

Rujukan perlu dilakukan bila fasyankes tidak memiliki fasilitas ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

BPOM cabut izin edar 5 jenis obat sirup

Seiring berjalannya waktu, BPOM merilis obat sirup mengandung cemaran EG yang melebihi ambang batas aman.

Obat itu terdiri dari 5 merek beberapa perusahaan farmasi, yaitu Unibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Sirup, dan Unibebi Demam Drops dari PT Universal Pharmaceutical Industries

Lalu, Flurin DMP Sirup dari PT Yarindo Farmatama dan Termorex sirup dari PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1

Selanjutnya, BPOM kembali merilis 3 daftar obat mengandung cemaran etilen glikol, yaitu Paracetamol Drops, Paracetamol Sirup Rasa Peppermint dan Vipcol Sirup produksi PT Afi Farma.

Kepala BPOM Penny K. Lukito menyatakan, pihaknya menemukan bahan baku tidak sesuai persyaratan berdasarkan penelusuran.

Oleh karena itu, BPOM memutuskan perusahaan itu menghentikan proses produksi dan distribusi untuk produk sirup cair yang menggunakan 4 zat pelarut tambahan, yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan/atau gliserin/gliserol.

"Produsen ini juga dikenakan sanksi administratif berupa penarikan dan pemusnahan produk obat. Pendalaman juga akan dilakukan untuk melihat adanya pelanggaran dan dugaan tindak pidana terkait cemaran EG dan DEG pada sirup obat ini," ucap Penny.

Makin bertambah

Seiring berjalannya waktu, jumlah perusahaan farmasi yang menggunakan bahan baku obat tidak sesuai standar makin bertambah.

Ada 6 perusahaan farmasi yang memproduksi sirup obat dengan kadar cemaran EG/DEG yang melebihi ambang batas aman.

Keenam perusahaan farmasi tersebut adalah PT Yarindo Farmatama (PT YF), PT Universal Pharmaceutical Industries (PT UPI), PT Afi Farma (PT AF), PT Ciubros Farma (PT CF), PT Samco Farma (PT SF), dan PT Rama Emerald Multi Sukses (PT REMS).

Keenamnya pun diberikan sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) cairan oral non-betalaktam, serta diikuti dengan pencabutan seluruh izin edar produk sirup obat perusahaan farmasi tersebut.

BPOM juga telah memerintahkan kepada keenam IF tersebut untuk menghentikan kegiatan produksi dan distribusi seluruh sirup obat dan mengembalikan surat persetujuan izin edar semua sirup obat.

Lalu, menarik dan memastikan semua sirup obat telah dilakukan penarikan dari peredaran, yang meliputi pedagang besar farmasi, apotek, toko obat, dan fasilitas pelayanan kefarmasian lainnya.

Kemudian, memusnahkan semua persediaan (stock) sirup obat dengan disaksikan oleh petugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM dengan membuat Berita Acara Pemusnahan.

Terakhir, industri farmasi itu juga diminta melaporkan pelaksanaan perintah penghentian produksi, penarikan, dan pemusnahan sirup obat kepada BPOM.

Industri kimia ternyata palsukan bahan baku obat

Penyebab kasus gagal ginjal akut makin mengarah kepada keracunan zat kimia karena BPOM menduga dan menemukan adanya pemalsuan bahan baku obat sirup oleh industri kimia yang menyalurkan bahan tersebut ke perusahaan-perusahaan farmasi.

Modusnya adalah menawarkan bahan baku propilen glikol dengan harga murah.

Padahal sejatinya, bahan baku yang disalurkan palsu dan diduga merupakan zat murni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), bukan lagi sebatas cemaran.

Cemaran yang melebihi batas ini kemudian diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut pada anak.

"Mereka (industri farmasi) dapat tawaran-tawaran dari distributor kimia biasa, kemudian ternyata melakukan pemalsuan. Mereka (industri kimia) bilang bisa dapat nih propilen glikol murah, ternyata dalamnya ini (EG dan DEG), itu unsur pemalsuannya," kata Kepala BPOM Penny Lukito dalam konferensi pers kesekian kalinya di Depok, Rabu (9/11/2022).

Pemilihan bahan baku yang tidak sesuai standar ini merupakan salah satu cara untuk menghemat biaya produksi.

Memang, ada perbedaan harga yang mencolok antara bahan baku pharmaceutical grade dan industrial grade.

Perbedaan harganya bahkan bisa mencapai 5-10 kali lebih murah dibanding standar farmasi.

Untuk membuatnya murah, etilen glikol dan di etilen glikol murni dicampur air oleh industri kimia tersebut.

Patut diketahui, suplai bahan baku untuk industri farmasi seharusnya berasal dari Pedagang Besar Farmasi (PBF), bukan industri kimia biasa.

Bahan baku yang disalurkan oleh PBF biasanya sudah memenuhi standar pharmaceutical grade. Industri farmasi yang memproduksi obat sirup, kata Penny, sudah tahu dengan ketentuan ini.

"Jadi kategorinya adalah pharmaceutical grade, tapi mereka dapat tawaran-tawaran dari distributor kimia biasa, kemudian ternyata melakukan pemalsuan. Mereka bilang bisa dapat propilen glikol murah, ternyata dalamnya ini [EG dan DEG]. Itu unsur pemalsuannya," ucap Penny.

Berdasarkan hasil penyelidikan BPOM, salah satu industri kimia yang memalsukan bahan baku adalah CV Samudera Chemical.

Cemaran etilen glikolnya bahkan mencapai 99 persen sehingga patut diduga adalah zat kimia berbahaya murni.

Dalam sidak, terdapat 59 jerigen yang diamankan BPOM. Sebanyak 12 jerigen di antaranya terdeteksi memiliki kandungan EG dan DEG yang sangat jauh dari persyaratan berdasarkan hasil uji yang dilakukan BPOM.

CV Samudera Chemical ini mencatut nama Dow Chemical, sebuah perusahaan kimia multinasional yang pioneer di bidangnya.

Dalam drum yang diamankan dari gudang CV itu, tertulis bahan baku berasal dari Dow Chemmical Company and Subsidiaries yang didistribusikan oleh Dow Chemical Thailand Ltd.

Terdapat dua huruf M dalam kata "Chemmical" yang menjadi perhatian Penny.

"Ini bilangnya (dari) Dow Thailand, kalau Dow yang sebenarnya [huruf] m-nya enggak dua, (tapi satu). Jadi bikin label palsunya pun salah. Pemalsuan dan mereka pesan label, dan juga ada catatan-catatan pemesanan label dan sebagainya," jelas Penny.

Bahan baku obat disebar ke perusahaan farmasi

Rupanya, CV Samudera Chemical menyuplai bahan baku ke distributor kimia. Ia merupakan supplier dari distributor kimia CV Anugerah Perdana Gemilang. CV Anugrah Perdana Gemilang merupakan pemasok utama untuk CV Budiarta.

Selanjutnya, CV Budiarta adalah pemasok propilen glikol yang terbukti tidak memenuhi syarat ke farmasi PT Yarindo Farmatama.

CV Anugrah Perdana Gemilang juga diduga pemasok untuk PT Tirta Buana Kemindo (PT TBK), kemudian didistribusikan ke perusahaan farmasi PT AFI Farma dan PT Ciubros Farma.

Karena masifnya distribusi, BPOM pantas mencabut sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) 2 pedagang besar farmasi (PBF), yaitu PT Megasetia Agung Kimia PT Tirta Buana Kemindo.

Setidaknya, ada dua kesalahan fatal yang dilakukan, yakni distributor melakukan pengadaan bersumber dari distributor kimia umum tanpa melakukan kualifikasi pemasok, dan perusahaan farmasi tidak melakukan pemeriksaan ulang bahan baku sebelum dicampur ke dalam obat sirup.

Penelitian final

Hasil penelitian final menyatakan bahwa kasus gagal ginjal memang disebabkan oleh obat sirup/cair yang mengandung EG/DEG.

Sejalan dengan itu, BPOM masih terus bekerja mencari obat-obat yang aman digunakan dan tidak aman digunakan.

Dalam perjalanannya, beberapa merek obat dinyatakan aman, namun berubah menjadi tidak aman sehingga rilis BPOM obat aman ini dilakukan berkali-kali dan bertahap.

Kemudian, selain itu, agar prosesnya cepat, BPOM meminta perusahaan farmasi menguji sendiri obat sirup masing-masing, kemudian dilaporkan kepada BPOM.

Tentu saja, hasil laporan ini kembali diteliti oleh BPOM.

Teranyar, BPOM menyatakan ada 294 daftar obat sirup yang aman dikonsumsi.

Rinciannya, 168 obat sirup yang dinyatakan aman berdasarkan data registrasi BPOM karena tidak menggunakan empat zat pelarut tambahan, dan 126 obat sirup yang sudah melalui pengujian mandiri masing-masing perusahaan dan diverifikasi BPOM.

Sebanyak 168 obat sirup yang aman menurut data registrasi dan sampling post market BPOM itu terdiri dari 60 produsen.

Ratusan obat itu tidak menggunakan empat zat pelarut tambahan, yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.

Sementara, 126 obat sirup berasal dari 15 perusahaan farmasi. Perusahaan-perusahaan farmasi itu sudah melakukan pengujian mandiri terhadap produk obat sirup, kemudian diverifikasi kembali oleh BPOM.

Perusahaan tersebut sudah memiliki sistem jaminan mutu yang baik. Begitu pun sudah memproduksi obat sesuai dengan izin edar dan Cara Pembuatan yang Baik (CPOB).

Adanya daftar obat aman menandakan bahwa tidak semua perusahaan farmasi melanggar ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Orang tua menggugat

Pasca kasus tidak lagi bertambah, orang tua korban yang anaknya tak kunjung sembuh bahkan meninggal menggugat pemerintah.

Gugatan dilayangkan orangtua korban bersama Komunitas Konsumen Indonesia (KKI).

Gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat ini menyeret nama para distributor, perusahaan farmasi, hingga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Tercatat ada 9 pihak tergugat yang dilayangkan oleh 12 orang tua korban gagal ginjal.

Kuasa Hukum keluarga korban gagal ginjal akut, Ulung Purnama menyatakan, 9 tergugat diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahannya.

Tergugat pertama adalah adalah PT Afi Farma. Alasannya, 11 anak dari 12 orang tua yang menggugat memberikan parasetamol sirup produksi PT Afi Farma.

11 anak tersebut kini sudah meninggal usai didiagnosis gagal ginjal akut oleh dokter.

Lalu, tergugat kedua PT Universal Pharmaceutical Industries.

Perusahaan farmasi ini menjadi tergugat kedua karena ada 1 orang anak yang mengonsumsi Unibebi Cough Syrup sampai menjalani perawatan hingga kini.

"Pihak tergugat pertama adalah penyebab kematian. Sedangkan (obat sirup yang menyebabkan) proses pengobatan atau masih sakit yakni produsen yang dijadikan pihak tergugat dua," kata Ulung Purnama dalam konferensi pers class action di Jakarta, Jumat (18/11/2022).

Pihak tergugat ketiga hingga ketujuh adalah pemasok bahan kimia ke industri farmasi, secara berurutan PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, dan PT Mega Setia Agung Kimia.

Lalu, tergugat delapan adalah BPOM dan tergugat sembilan adalah Kemenkes.

Isi petitum yang didaftarkan di PN Jakarta Pusat adalah permintaan ganti rugi oleh para penggugat. Ganti rugi yang diminta adalah senilai Rp 2,05 miliar per orang meninggal dan Rp 1,03 miliar per orang sakit.

Hingga kini, kasusnya masih berlanjut. Bahkan, orang tua korban meminta bantuan Komnas HAM Asasi Manusia (HAM) agar Kemenkes dan BPOM bertanggung jawab atas isu kemanusiaan ini.

https://nasional.kompas.com/read/2022/12/24/13450551/kaleidoskop-2022-obat-sirup-beracun-membunuh-ratusan-anak

Terkini Lainnya

Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke