JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) menanggapi pendapat saksi ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mahrus Ali yang meragukan status justice collaborator Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas mengatakan, penunjukan status justice collaborator Richard Eliezer sudah sesuai aturan perundang-undangan.
"Dengan Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang 31 Tahun 2014, jelas Bharada E layak jadi justice collaborator karena memenuhi persyaratan yang disebut di Pasal tersebut," ujar Susilaningtyas saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (22/12/2022).
Menurut Susilaningtyas, Richard Eliezer masuk dalam kriteria karena sudah jelas mendapat ancaman setelah membongkar kasus pembunuhan Brigadir J.
Baca juga: Saksi Ahli Ragukan Ada Justice Collaborator dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J
"Jadi kami memandang bahwa Richard memang layak jadi justice collaborator," kata dia.
Selain itu, kata Susilaningtyas, keterangan Richard Eliezer disebut konsisten dan memberikan beragam bukti yang bisa membuat terang kasus pembunuhan Brigadir J.
"Sampai detik ini dia konsisten dengan keterangannya dan bahkan ada bukti baru berupa foto yang disampaikan Richard," tutur Susilaningtyas.
Sebelumnya, saksi ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mahrus Ali meragukan adanya status justice collaborator dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Hal tersebut dia ungkap saat menjadi saksi ahli persidangan pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.
Baca juga: Psikolog Forensik: Bharada E Emosinya Labil dan Tingkat Kepatuhannya Tinggi
Awalnya kuasa hukum Ferdy Sambo, Febri Diansyah, menanyakan status justice collaborator dalam perkara pembunuhan tersebut.
"Terkait justice colaborator, tadi saudara ahli sampaikan di sini riwayatnya dan pengaturannya sebenarnya untuk kejahatan luar biasa. Pertanyaannya, apakah klausul JC bisa digunakan untuk pasal 340 atau pasal 338," ujar Febri dalam persidangan.
Mahrus menjelaskan, status terdakwa sebagai justice collaborator sudah diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban.
"Di situ dijelaskan pelakunya banyak pidananya, cuma ada klausul yang umum lagi termasuk kasus-kasus yang ada potensi serangan dan itu harus berdasarkan keputusan (dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban)," kata Mahrus.
Baca juga: Hasil Poligraf Nyatakan Bharada E dan Ricky Rizal Jujur
Dia kemudian menjelaskan, apabila dalam kasus pembunuhan Brigadir J tidak ada potensi serangan dan keputusan dari LPSK, maka tidak ada status justice collaborator untuk terdakwa yang sedang berperkara.
"Dalam konteks ini sepanjang tidak ada keputusan (dari LPSK), ya ikuti tindak pidana yang disebutkan secara eksplisit di situ, apa tadi? Pencucian uang, korupsi, narkotika, perdagangan orang, kekerasan seksual, pembunuhan enggak ada di situ," imbuh Mahrus.
Terkait kasus ini, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf didakwa secara bersama-sama telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Baca juga: Richard Eliezer Sebut Bukti Rekaman CCTV di Saguling Banyak yang Tercecer
Atas perbuatannya, kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Khusus Sambo, jaksa juga mendakwa eks Kadiv Propam itu terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J.
Ia dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.