Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Minyak Goreng, Eks Dirjen Perdagangan Luar Negeri Dituntut 7 Tahun Penjara

Kompas.com - 22/12/2022, 16:57 WIB
Syakirun Ni'am,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra Sari Wisnu Wardhana dihukum 7 tahun penjara.

Jaksa menilai, Indra Sari terbukti secara sah dan menyakinkan terlibat dugaan korupsi terkait izin ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

Hal ini sebagaimana dakwaan primair Jaksa Penuntut Umum.

"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Indra Sari Wisnu Wardhana selama 7 tahun penjara,” kata Jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kams (22/12/2022).

Baca juga: Sidang Kasus Minyak Goreng Dikebut, Hakim Harap 29 Desember Sudah Putusan

Selain itu, Jaksa juga meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara.

"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 1 miliar," kata Jaksa.

Jaksa menilai, perbuatan Indra Sari dan para terdakwa lainnya telah memenuhi unsur melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, serta memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.

"(Perbuatan Indra Sari) telah memperkaya korporasi," kata Jaksa.

Jaksa menyebutkan bahwa tindakan Indra dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Baca juga: Jaksa Ungkap Pengusaha Migor Minum-Minum Wine di Ruangan Dirjen Daglu

Kemudian, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.

Dalam kasus ini, eks Dirjen Daglu Kemendag itu dinilai telah melakukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah. Tindakan Wisnu memberikan persetujuan ekspor (PE) diduga telah memperkaya orang lain maupun korporasi.

Menurut Jaksa, perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya. Akibatnya, timbul kerugian sekitar Rp 18,3 triliun. Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara sebesar Rp 6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp 12.312053.298.925.

“Merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925,” kata Jaksa.

Baca juga: Jaksa Cecar Direktur Ekspor di Kemendag soal Keterlibatan Lin Che Wei Jadi Konsultan

Lebih lanjut, Jaksa menyebut, dari perhitungan kerugian negara sebesar Rp 6 triliun, negara menanggung beban kerugian Rp 2.952.526.912.294,45 atau Rp 2,9 triliun.

Menurut Jaksa, kerugian keuangan negara itu merupakan dampak langsung dari penyalahgunaan fasilitas persetujuan ekspor (PE) produk CPO dan turunannya atas perusahaan yang berada di bawah naungan Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas.

Wisnu dan empat tersangka lain didakwa memanipulasi pemenuhan persyaratan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). DMO merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit memenuhi stok dalam negeri. Sementara itu, DPO merupakan harga penjualan minyak sawit dalam negeri.

Baca juga: Kasus Ekspor Minyak Goreng, Kerugian Negara Capai Rp 20 Triliun

Akibat DMO tidak disalurkan, negara akhirnya mesti mengeluarkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu beban masyarakat.

“Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam penyaluran BLT tambahan khusus minyak goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan,” tutur Jaksa.

Adapun sejumlah korporasi yang menerima kekayaan dalam akibat persetujuan ekspor CPO itu adalah Grup Wilmar sebanyak Rp 1.693.219.882.064, Grup Musim Mas Rp 626.630.516.604, dan Grup Permata Hijau Rp 124.418.318.216.

Jaksa menyebut, Lin Che Wei, Stanley, Pierre, dan Master melanggar pasal yang sama. Mereka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com