Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sebut Jemput Paksa Lukas Bisa Picu Konflik Horizontal

Kompas.com - 21/12/2022, 09:24 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, pihaknya khawatir penjemputan paksa terhadap Gubernur Papua, Lukas Enembe akan menimbulkan konflik horizontal di tengah masyarakat.

Alex mengatakan, KPK bisa saja menjemput paksa Lukas. Namun, pihaknya masih mempertimbangkan reaksi masyarakat yang timbul akibat upaya hukum tersebut.

Adapun Lukas diduga menerima suap dan gratifikasi terkait proyek yang bersumber pada APBD Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.

Baca juga: KPK Jerat 3 Kepala Daerah di Papua, Alexander Marwata Sebut Bentuk Hadirnya KPK

“Nanti kalau terjadi konflik horizontal, kan kita khawatir juga,” kata Alex saat ditemui awak media di Thamrin Nine Ballroom, Jakarta Pusat, Selasa (20/12/202).

Alex mengungkapkan, saat tim penyidik, Ketua KPK Firli Bahuri, serta tim Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memeriksa Lukas di kediamannya pada Kamis (3/11/2022), massa pendukung gubernur itu masih berjaga di sekitar rumahnya.

Mereka membawa sejumlah senjata. Salah satunya adalah panah.

“Pendukungnya masih banyak di situ, bawa panah dan sebagainya,” ujar Alex.

Adapun Lukas sudah dua kali absen dari panggilan penyidik. Ia mengaku menderita sejumlah penyakit seperti gagal ginjal, masalah pada paru-paru, jantung, stroke, diabetes, dan lainnya.

Beberapa waktu lalu, melalui pengacaranya Lukas meminta agar diizinkan menjalani pengobatan di Singapura.

Baca juga: Dilaporkan ke Dewas, Alexander Marwata: Kalau Terbukti Paling Risikonya Dipecat

Terkait hal ini, Alex mengatakan bahwa pihaknya menyarankan Lukas menjalani Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto (RSPAD) Gatot Soebroto.

Pemberian izin oleh KPK nantinya akan mengacu pada hasil rekomendasi pihak RSPAD mengenai apakah Lukas memang perlu menjalani pengobatan di Singapura.

“Pasti akan kami fasilitasi, tapi statusnya jelas bahwa yang bersangkutan itu kita tahan, kemudian kita bantarkan kalau yang bersangkutan sakit,” tutur Alex.

Lukas diduga menerima suap dan gratifikasi terkait proyek yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Papua.

Baca juga: Periksa 2 Saksi, KPK Dalami Kepemilikan Aset Lukas Enembe

Meski belum ditahan, penyidikan terhadap Lukas terus berlangsung. KPK memanggil sejumlah saksi mulai dari pramugari dan pilot dari jasa penerbangan yang disewa Lukas, pengusaha mobil, pejabat Pemprov Papua, hingga kontraktor pemenang tender proyek pembangunan jalan.

Selain itu, KPK juga telah menggeledah sejumlah kediaman Lukas di kawasan Jabodetabek. Penyidik mengamankan dokumen hingga emas batangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com