Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem: Potensi Politik Uang di Pemilu 2024 Terlihat

Kompas.com - 19/12/2022, 13:46 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia Salabi mendeteksi politik uang kembali terjadi pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.

Nurul mengatakan hal itu berdasarkan temuan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai temuan uang ilegal triliunan rupiah yang masuk ke Indonesia.

"Ada potensi 2024 akan terjadi politik uang lagi. Ada temuan dari PPATK bahwa ada uang ilegal triliunan rupiah masuk Indonesia," ujar Nurul saat dimintai konfirmasi, Senin (19/12/2022).

Nurul mengungkapkan, dari analisis PPATK, memang setiap jelang pemilu selalu ada antrean penukaran uang dalam jumlah besar.

Baca juga: Bawaslu: Politik Uang Lewat E-wallet Akan Masuk Indeks Kerawanan Pemilu 2024

Ia mengatakan, transaksi itu mengindikasikan bahwa politik uang sudah dipersiapkan jelang Pemilu 2024.

"Jadi, potensi politik uang di Pemilu 2024 sudah kelihatan," katanya.

Kemudian, Nurul menyinggung politik uang sebagai masalah pidana dan masalah etik.

Nurul lantas mengatakan bahwa politik uang tinggi diterima oleh masyarakat yang pendidikannya kurang baik.

"Meskipun ekonominya cukup baik, tetapi pendidikannya kurang baik, dia akan cenderung menerima uang dari kandidat atau partai," kata Nurul.

Baca juga: Mahfud Ragu Politik Uang Hilang pada 2024, Bawaslu Klaim Sudah Siapkan Langkah Strategis

Menurutnya, dengan banyaknya orang yang masih minim pendidikan politik, maka politik uang akan terus terjadi.

Nurul menilai korupsi politik bermula dari adanya praktik politik uang.

"Dan bahwa anggapan, 'pemimpin yang peduli pada rakyat adalah mereka yang suka ngasih uang dan barang', keliru," ujarnya.

Oleh karena itu, edukasi kepada masyarakat terkait politik uang yang kurang menjadi sebab pemilih masih menerimanya.

Nurul mengatakan, pemilih yang teredukasi dengan baik adalah salah satu prasyarat pemilu yang berkualitas.

Baca juga: Jokowi: Saya Sampaikan Apa Adanya, Politik Uang Masih Ada

Walau begitu, Nurul menyebut tidak semua orang yang menerima uang tersebut pasti memilih calon yang memberinya uang.

"Ketika pemilih sudah yakin untuk memilih kandidat atau partai C, dia menerima uang (dari partai lain), tapi tetap memilih sesuai hati nurani mereka," kata Nurul.

Sementara itu, Nurul mengingatkan bahwa politik uang masih terus terjadi lantaran penegakan hukum di Indonesia yang lemah.

Ia menyayangkan Polri yang sering menolak laporan perihal politik uang dari masyarakat.

'Politik uang ditindak oleh Gakkumdu (Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan). Proses di Gakkumdu ini, kalau kita lihat riset dari Sarah Siregar FISIP UI, kepolisian adalah pihak yang paling sering menolak untuk melanjutkan kasus yang dilaporkan oleh masyarakat, termasuk politik uang," ujarnya.

Baca juga: Bawaslu Akui Harus Kreatif Awasi Politik Uang lewat E-wallet

Untuk itu, Nurul berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa menginstruksikan kepada Polri untuk tegas menindak pelaku politik uang.

Dengan demikian, laporan masyarakat dan temuan Bawaslu terhadap politik uang bisa betul-betul ditindak.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa praktik politik uang dalam pemilu maupun pemilihan kepala daerah (pilkada) masih ada hingga saat ini.

Oleh karenanya, Jokowi meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melibatkan masyarakat untuk mencegah politik uang.

"Kalau ada yang bilang enggak ada, saya tiap hari di lapangan. Saya pernah ikut pilkada, pemilihan wali kota dua kali, pemilihan gubernur dua kali karena dua ronde, pemilihan presiden dua kali. Jadi, kalau ada yang membantah tidak ada (politik uang), saya akan sampaikan apa adanya, (masih) ada," ujar Jokowi saat memberikan sambutan dalam Rapat Konsolidasi Nasional Bawaslu untuk Pemilu 2024 yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (17/12/2022).

Baca juga: Bawaslu Perbaiki Sistem untuk Tangani Laporan soal Politik Uang di Pemilu 2024

"Itu tugas Bawaslu. Aturannya sudah diperketat, tapi praktiknya tetap ada. Yang terkena sanksi juga sedikit. Ini nih ada gap. Libatkan masyarakat untuk memperkecil peluang terjadinya politik uang, karena jika dibiarkan berlama-lama, ini akan mengganggu demokrasi kita, demokrasi Indonesia," katanya lagi.

Jokowi menegaskan bahwa politik uang telah menjadi penyakit dalam setiap penyelenggaraan pemilu.

Menurutnya, partisipasi masyarakat salah satunya bisa dilakukan dengan memberikan pendidikan politik agar warga bisa membantu mengawasi praktik politik uang.

"Libatkan partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Gencarkan pendidikan politik, literasi, dan partisipasi masyarakat untuk menjaga pemilu yang berintegritas, yang berkualitas," ujar Jokowi.

Baca juga: Serangan Fajar, Politik Uang Jelang Pemilu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com