JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) supaya memastikan proses penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) 2024 tidak dinodai dengan praktik dugaan kecurangan dan manipulasi.
Tuntutan itu mereka sampaikan terkait temuan tentang dugaan kecurangan dalam proses verifikasi faktual partai politik untuk Pemilu 2024 yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.
Baca juga: Sekjen KPU Bantah Intervensi dan Rekayasa Verifikasi Parpol Peserta Pemilu
"Menuntut Presiden Joko Widodo memastikan penyelenggaraan pemilihan umum 2024 tidak dicemari dengan praktik intimidasi, kecurangan, koruptif, dan manipulatif," demikian isi keterangan pers Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Jabodetabek, Anwar Razak, yang tergabung dalam kelompok masyarakat sipil yang diterima pada Minggu (18/12/2022).
"Ini penting sebagai bukti konkret komitmen Presiden sebelum nanti menanggalkan jabatannya pada tahun 2024 mendatang," lanjut Anwar.
Tuntutan itu disampaikan oleh 10 lembaga yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil kawal Pemilu bersih. Mereka terdiri dari Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indonesia Corruption Watch (ICW), Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Constitutional and Administrative Law Society, Forum Komunikasi dan Informasi Organisasi Non Pemerintah, Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Firma Themis Indonesia, AMAR Law Firm, dan Kopel.
Baca juga: Petinggi KPU Dituduh Curang, Iming-imingi Jabatan ke Pegawai yang Bersedia Ubah Data Sipol
Berdasarkan temuan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, terdapat dugaan kecurangan pada penyelenggara pemilu daerah di 12 kabupaten dan 7 provinsi dalam hal verifikasi faktual partai politik.
Masih berdasarkan laporan itu, anggota KPU RI diduga mendesak KPU provinsi melalui video call untuk mengubah status verifikasi faktual beberapa parpol dari yang awalnya Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi Memenuhi Syarat (MS).
Rencana itu, kata koalisi masyarakat sipil, terkendala karena beberapa anggota KPU daerah baik provinsi kabupaten/kota tidak sepakat melakukan instruksi.
Oleh karena itu, KPU Pusat mengubah strategi. Strategi kedua dilakukan melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU RI, Bernad Darmawan Sutrisno.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Minta KPU Audit Sipol Karena Terindikasi Curang
Sekretaris Jenderal KPU RI memerintahkan Sekretaris Provinsi untuk melakukan hal serupa.
Caranya adalah Sekretaris Provinsi memerintahkan pegawai operator Sipol baik kabupaten/kota untuk mendatangi KPU provinsi, kemudian mengubah status verifikasi parpol dari TMS menjadi MS.
Praktik ini diduga diwarnai dengan sejumlah ancaman. Bagi pihak yang tidak mengikuti instruksi akan dimutasi.
Sedangkan bagi pihak yang mematuhi instruksi diiming-imingi mendapat promosi atau dipilih pada pemilihan calon anggota KPU provinsi kabupaten/kota yang akan digelar tahun 2023.
Baca juga: Klaim Temukan Adanya Kecurangan, ICW dkk Ancam Laporkan Anggota KPU ke DKPP
Di sisi lain, Bernad membantah tudingan soal keterlibatannya dalam dugaan rekayasa hasil verifikasi faktual keanggotaan partai politik calon peserta Pemilu 2024.
"Tuduhan bahwa saya melakukan intimidasi dan ancaman melalui video call pada tanggal 7 November 2022, itu tidak benar," ujar Bernad kepada Kompas.com, Minggu (18/12/2022).