JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyampaikan, pihaknya tak mau berandai andai dalam melakukan penyidikan suatu perkara, termasuk menelusuri dugaan suap mantan anggota Polres Samarinda, Ismail Bolong ke petinggi polisi.
"Penyidik bekerja sesuai fakta hukum, kita tidak berandai-andai," kata Dedi, Kamis (15/12/2022).
Menurut Dedi, saat ini fakta hukum yang ditemukan penyidik masih terkait izin tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim).
Baca juga: Konflik Kepentingan di Kasus Ismail Bolong, Kriminolog: Kabareskrim Seharusnya Parkir Dulu
Terkait penyidikan itu, polisi menetapkan tersangka, termasuk Ismail Bolong.
Dedi menyebut, penyidik sedang fokus soal hal itu.
"Ismail bolong ditetapkan sebagai tersangka dan dua lainnya dan disita barang bukti terkait masalah peristiwa pidana itu. Itu dulu yg harus dibuktikan oleh penyidik. Karena itu harus dipertanggungjawabkan penyidik," ucap dia.
Ia menyebut, perkara izin tambang ilegal itu sudah dalam proses pelimpahan tahap I ke jaksa penuntut umum (JPU).
"Nanti kalau ada informasi lebih lanjut terkait masalah kasus penyidikan lagi baru, kita sampaikan. Yang jelas jangan berandai-andai, penyidik bekerja berdasarkan fakta hukum yang ditemukan dan itu yang dipertanggungjwbkan ke JPU," kata Dedi.
Baca juga: Kompolnas: PPATK Harus Dilibatkan Usut Kasus Tambang Ilegal Terkait Ismail Bolong
Adapun Ismail Bolong dan dua orang lain, yaitu inisial BP dan RP ditetapkan sebagai tersangka kasus perizinan tambang batu bara ilegal di Kaltim.
Sejumlah barang bukti juga telah disita mulai dari 36 dumptruck untuk mengakut batu bara, tiga unit HP berikut SIM card, tiga buah buku tabungan.
Sebelum ditetapkan tersangka, Ismail Bolong sempat menjadi sorotan setelah videonya viral di media sosial.
Video Ismail
Dalam videonya, Ismail mengeklaim merupakan anggota kepolisian di wilayah hukum Polda Kaltim itu menyatakan dirinya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin.
Ismail juga menyebut dirinya menyetorkan uang Rp 6 miliar ke Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Baca juga: Perjalanan Kasus Ismail Bolong: Sempat Singgung Kabareskrim hingga Kini Jadi Tersangka
Kegiatan ilegal itu disebut berada di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim yang masuk wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai November 2021.
Akan tetapi, Ismail telah menarik pengakuannya dengan membuat video klarifikasi bahwa ada perwira tinggi Polri yang menekannya untuk membuat video terkait pengakuan pemberian uang terhadap Komjen Agus Andrianto.
Dalam video klarifikasinya, Ismail mengaku, tidak pernah memberikan uang apa pun ke Kabareskrim.
Ia juga mengaku video testimoni dirinya soal adanya setoran uang ke Kabareskrim dibuat atas tekanan dari Brigjen Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat Karo Paminal Propam Polri, pada Februari 2022.
Namun, pihak Hendra membantah soal tudingan Ismail soal intimidasi.
Baca juga: Ismail Bolong Jadi Tersangka Terkait Izin Tambang di Kaltim
Belakangan, pengakuan Ismail ini diperkuat dengan beredarnya informasi laporan hasil penyelidikan Propam Polri.
Bantahan Kabareskrim
Mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan juga membenarkan soal adanya laporan hasil penyelidikan internal Porpam soal dugaan keterlibatan Kabareskrim di kasus tambang ilegal.
Namun, hal tersebut dibantah oleh Komjen Agus Andrianto.
Kabareskrim mempertanyakan alasan Sambo dan Hendra melepaskan laporan itu jika memang benar ada.
Menurut Agus, pernyataan Hendra soal laporan itu tidak membuktikan adanya keterlibatan dirinya dalam kasus tambang ilegal itu.
Lebih lanjut, menurut dia, Ismail sudah mengaku membuat video yang menyebut keterlibatan Kabareskrim karena ada intimidasi.
"Keterangan saja tidak cukup apalagi sudah diklarifikasi karena dipaksa," ujar Agus saat dikonfirmasi, Jumat (25/11/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.