"Jadi, lebih baik fokus disitu saja, diperpanjang saja mereka. Dengan memperpanjang tidak perlu keluar itu uang kompensasi Rp 150 miliar, seperti biasa saja mereka mendapatkan honornya," ujar mantan anggota KPU RI ini melanjutkan.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, juga mengutarakan hal yang sama.
Ia menilai bahwa usul agar anggota KPU di tingkat provinsi dan kabupaten/kota diganti serentak pada 2023 rawan politisasi.
'"Ini kan bukan rahasia lagi, proses pemilihan komisioner itu kan ada nuansa politiknya juga, selain juga ada kepentingan penyelenggara pemilu untuk memilih orang yang tepat dan berintegritas," kata Fadli kepada wartawan di Hotel Atlet Century, Jakarta, Rabu (9/11/2022).
"Ada kepentingan peserta pemilu juga kan, yang kemudian pasti mereka ingin mencoba masuk untuk kemudian mempengaruhi proses pengambilan keputusan pemilihan komisioner itu," ujarnya lagi.
Baca juga: Perppu Pemilu Diterbitkan, Deputi KSP: Bentuk Dukungan Pemerintah untuk Kesuksesan Pemilu
Kerawanan politisasi itu juga dinilai berasal tidak hanya dari calon-calon peserta pemilu perorangan, melainkan juga partai politik yang boleh jadi berupaya menitipkan kandidat tertentu.
Fadli menganggap, kerawanan politis ini juga bisa timbul dari calon anggota KPU daerah itu sendiri yang, demi terpilih, mungkin melakukan banyak upaya lobi ke berbagai pihak, termasuk kepada KPU RI.
"Itu sesuatu yang tidak bisa dinafikan menurut saya," ujar Fadli.
"Itu kan melelahkan dan mengganggu juga keseimbangan institusi penyelenggara di tengah melaksanakan tahapan (pemilu)," katanya lagi.
Baca juga: Perppu Pemilu: Syarat Parpol Peserta Pemilu soal Kepengurusan di 4 DOB Papua Dilonggarkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.