JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengakomodasi usul penyeragaman pengisian jabatan anggota KPU daerah pada 2023.
Sebelumnya, masa bakti anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota sampai 2024 dan 2025 diusulkan berakhir serentak pada 2023 demi penyeragaman masa jabatan KPU daerah.
Usul ini dilayangkan KPU RI, berikutnya juga disepakati DPR dan pemerintah dalam beberapa kali konsinyering untuk dimasukkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pemilu
Namun, dalam Perppu Pemilu yang diteken Jokowi pada Senin (12/12/2022), tidak termuat ketentuan itu sama sekali.
"Rupa-rupanya ketentuan ini yang semula sudah masuk draft menjadi tidak dimasukkan menjadi substansi atau materi dalam perppu," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari kepada wartawan, Selasa (13/12/2022).
Baca juga: Perppu Pemilu, Jumlah Kursi di DPR Bertambah Jadi 580
Dengan begitu, Hasyim mengatakan, masa jabatan anggota KPU daerah akan berakhir secara bervariasi.
"Misalnya, seingat saya ada 20 sekian (anggota) KPU provinsi yang masa jabatannya habis Mei 2023. Nanti, ada gelombang berikutnya ada yang selesai November 2024," ujarnya.
Sebelumnya, KPU beralasan, usul penyeragaman akhir masa jabatan anggota KPU daerah ini dalam rangka desain keserentakan pemilu mulai 2024 dan ke depannya, agar tidak menimbulkan kesulitan dalam persiapan dan pelaksanaan pemilu.
Sebab, saat ini, tanggal habis masa jabatan para anggota KPUD sangat bervariasi. Akibatnya, di beberapa daerah, ada anggota KPU yang masa jabatannya habis mendekati pemungutan suara.
Situasi ini diklaim tidak ideal karena KPU di seluruh jenjang juga perlu menghadapi persiapan Pemilu 2024.
Baca juga: Perppu Pemilu: Syarat Parpol Peserta Pemilu soal Kepengurusan di 4 DOB Papua Dilonggarkan
Sejumlah pakar mengamini perlunya penyeragaman akhir masa jabatan anggota KPU daerah demi efisiensi, tetapi mengkritik pemilihan waktu pengakhiran masa jabatan yang diusulkan pada 2023.
Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Hadar Nafis Gumay menilai bahwa pergantian anggota KPU di tingkat provinsi dan kabupaten/kota semestinya dilakukan serentak setelah pemilu dan pilkada beres.
Pergantian pada 2023 dianggap tak solutif karena masih terdapat proses seleksi di tengah tahapan pemilu, sehingga akan menimbulkan masalah serupa seperti tidak fokusnya para anggota yang harus ikut tes sekaligus menyelenggarakan tahapan pemilu dan potensi gugatan akibat hasil seleksi yang dapat memecah fokus KPU.
Negara juga jadi boros karena mesti menggelontorkan uang kompensasi atas pejabat yang tidak melakukan kerjanya karena masa jabatannya dipangkas.
"Menurut saya, hilangkan semua beban kerja dan potensi-potensi masalah yang akan timbul sampai pemilu dan pilkada itu semua tahapannya selesai dan juga ditambahkan beberapa waktu bagi mereka melakukan evaluasi," kata Hadar ketika dihubungi, Rabu (9/11/2022).
Baca juga: Perppu Pemilu: Masa Kampanye Pileg dan Pilpres Berubah
"Jadi, lebih baik fokus disitu saja, diperpanjang saja mereka. Dengan memperpanjang tidak perlu keluar itu uang kompensasi Rp 150 miliar, seperti biasa saja mereka mendapatkan honornya," ujar mantan anggota KPU RI ini melanjutkan.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, juga mengutarakan hal yang sama.
Ia menilai bahwa usul agar anggota KPU di tingkat provinsi dan kabupaten/kota diganti serentak pada 2023 rawan politisasi.
'"Ini kan bukan rahasia lagi, proses pemilihan komisioner itu kan ada nuansa politiknya juga, selain juga ada kepentingan penyelenggara pemilu untuk memilih orang yang tepat dan berintegritas," kata Fadli kepada wartawan di Hotel Atlet Century, Jakarta, Rabu (9/11/2022).
"Ada kepentingan peserta pemilu juga kan, yang kemudian pasti mereka ingin mencoba masuk untuk kemudian mempengaruhi proses pengambilan keputusan pemilihan komisioner itu," ujarnya lagi.
Baca juga: Perppu Pemilu Diterbitkan, Deputi KSP: Bentuk Dukungan Pemerintah untuk Kesuksesan Pemilu
Kerawanan politisasi itu juga dinilai berasal tidak hanya dari calon-calon peserta pemilu perorangan, melainkan juga partai politik yang boleh jadi berupaya menitipkan kandidat tertentu.
Fadli menganggap, kerawanan politis ini juga bisa timbul dari calon anggota KPU daerah itu sendiri yang, demi terpilih, mungkin melakukan banyak upaya lobi ke berbagai pihak, termasuk kepada KPU RI.
"Itu sesuatu yang tidak bisa dinafikan menurut saya," ujar Fadli.
"Itu kan melelahkan dan mengganggu juga keseimbangan institusi penyelenggara di tengah melaksanakan tahapan (pemilu)," katanya lagi.
Baca juga: Perppu Pemilu: Syarat Parpol Peserta Pemilu soal Kepengurusan di 4 DOB Papua Dilonggarkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.