Dunia tenaga kerja migran bukan hal baru bagi masyarakat. Indonesia dikenal di dunia sebagai sumber tenaga kerja migran. Ekosistem ini sudah terbentuk sejak zaman Belanda.
Ada sebanyak 9 juta Pekerja Migran Indonesia (PMI) menyebar di seluruh dunia mengisi berbagai posisi jabatan pekerjaan, baik di perusahaan maupun pengguna perseorangan.
Beruntungya, tenaga kerja migran dari Indonesia sangat diminati dunia. Selain memiliki keterampilan handal, mereka juga rajin serta perilaku yang tidak banyak menuntut.
Pekerja Migran Indonesia juga dikenal bisa mengisi posisi pekerjaan domestik, operator lapangan dan berbagai kerja kasar lainnya yang tidak dimiliki oleh negara lain.
Kekuatan Pekerja Migran Indonesia ini mesti disadari oleh pemerintah dan tidak tampil malu-malu kucing. Dunia ketenagakerjaan migran merupakan sebuah hukum pasar yang saling menguntungkan.
PMI menjadi kekuatan ekonomi Indonesia, terbukti pada krisis moneter 1998. Pekerja migran Indonesia ikut menghidupkan ekonomi masyarakat yang terpuruk dan menjadi pahlawan devisa.
Diperkirakan Rp 400 triliun devisa masuk ke Indonesia setiap tahunnya, meski data dari World Bank tercatat hanya Rp 159,6 triliun karena banyaknya PMI ilegal.
Dunia penempatan PMI sejak awal 2020 mengalami kemerosotan. Berdasarkan rilis BP2MI pada tahun 2019, jumlah PMI yang bekerja di luar negeri mencapai 277.489 PMI.
Saat terjadi pandemi Covid 19 tahun 2020, jumlah penempatan PMI turun menjadi 113.419 pekerja. Begitu juga tahun 2021 hanya 59.050 pekerja.
Perlu diketahui rata-rata penempatan PMI berkisar 350.000 orang per tahun. Sementara potensi pasar kerja dunia bisa ditargetkan 1 juta PMI per tahun, bahkan bisa lebih.
Penurunan angka penempatan ini sangat disayangkan. Ini menunjukkan kualitas pejabat pemerintah yang menangani urusan ketenagakerjaan migran tidak piawai menghadapi kondisi dunia diterpa badai pandemi Covid-19 dan langkah-langkah pemulihan ekonomi nasional.
Tragisnya, kondisi dunia penempatan Pekerja Migran Indonesia yang terjadi sekarang seperti orang kekurangan darah. Kebijakan pemerintah yang tidak akomodatif terhadap pasar kerja dunia serta mindset penempatan yang terlalu berorientasi kasuistik daripada tujuan sesungguhnya, sehingga menciptakan dunia penempatan tidak bergairah.
Pejabat pemerintah terkesan sibuk bekerja menyelesaikan kasus-kasus yang menimpa PMI, namun tidak sibuk mengurus penempatan agar bergerak lebih menyerap lapangan pekerjaan buat rakyat.
Narasi 'pelindungan PMI' menyebabkan mindset keliru terjadinya kelesuan dunia penempatan. Tahapan-tahapan proses penempatan menjadi panjang dan tidak praktis serta terjadi pembengkakan biaya.
Banyak lowongan pekerjaan di dunia yang sangat potensial bagi PMI, namun hilang direbut oleh negara lain seperti Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja dan Bangladesh. Negara tidak hadir memfasilitasinya.
Konyolnya lagi, moratorium (penutupan) dijadikan solusi dalam pelindungan PMI. Seperti moratorium sektor domestik ke 19 Negara Timur-Tengah sejak 2011 mengakibatkan terbunuhnya peluang rakyat kecil mendapatkan pekerjaan. Moratorium tersebut bukan menyelesaikan masalah, malah memperburuk permasalahan.
Orientasi pelindungan menjadikan pelaku pejabat pemerintah berperilaku safety player. Perebutan peluang kerja dunia tidak menjadi tolok ukur keberhasilan pemerintah dalam membuka kesempatan masyarakat mendapatkan pekerjaan.
Sesungguhnya substansi pelindungan diamanatkan UU No. 18 Tahun 2017 itu adalah melaksanakan proses penempatan berjalan dengan baik, lancar, aman dan terdata.
Bahwa adanya penempatan PMI, maka negara hadir untuk melindunginya. Bukan karena pelindungan lalu mengkebiri penempatan.
Mindset sesat dan cara kerja normatif tersebut itulah menjadi kendala besar yang harus diluruskan.
Presiden Jokowi harus turun tangan meluruskan kembali mindset dan melecut kinerja pembantunya agar tidak salah kaprah dan berorientasi produktifitas tinggi merebut bursa kerja dunia.
Presiden Jokowi perlu menetapkan PMI sebagai solusi mengatasi resesi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.