Syarief menilai, kader muda Demokrat memiliki energi besar untuk melakukan kerja-kerja politik guna menjawab kebutuhan masyarakat. Gagasan serta ide yang dimiliki perlu dioptimalkan sehingga Demokrat dapat menjadi jawaban.
Baca juga: Demokrat Terbuka jika Gerindra Ingin Bergabung Dengan Koalisi Perubahan, tapi..
“Anak mudalah yang bisa mengakselerasi perubahan. Kalau saya, mungkin hanya bisa tiga kali kunjungan ke daerah pemilihan (dapil) dalam satu minggu, tapi kader muda bisa 4-5 kali. Energinya masih besar. Jadi, suka atau tidak suka, anak muda adalah kekuatan. Mereka kuat secara fisik, ide, dan gagasan,” jelas Syarief.
Dalam proses regenerasi yang dilakukan Demokrat, Syarief tak menampik adanya kesenjangan atau gap antara generasi senior dan kader muda Demokrat.
Syarief pun mengungkapkan upaya Demokrat dalam menjembatani gap tersebut. Salah satunya, dengan mengedepankan nilai humility dan rasa hormat satu dengan lainnya.
“Prinsipnya sederhana, yakni kader senior harus mengayomi kader muda. Demikian pula kader muda mengedepankan sikap saling menghormati kepada kader senior. Lantas, siapa yang harus mendahului memberi teladan? Ya yang senior dulu, dong,” ujar Syarief.
Baca juga: Tepuk Tangan untuk Interupsi Demokrat soal Pengesahan RKUHP, Beda dengan PKS
Itu artinya, lanjut Syarief, kader senior menunjukkan inisiatif untuk membaur dengan kalangan muda Demokrat. Hal ini bisa dimulai dengan menyapa junior terlebih dahulu bila bertemu.
"Biasanya, mereka segan atau sungkan. Mereka bukannya sombong, tapi tentu ada rasa segan kepada yang lebih senior. Namun, sekali saja senior berinisiatif mendekatkan diri kepada mereka, otomatis mereka akan respect dan mengapresiasi sekali. Itu yang kami lakukan,” kata Syarief.
Tren peningkatan elektabilitas Demokrat pada beberapa waktu terakhir bukan tanpa alasan. Kata Syarief, hal itu tak lepas dengan penyelesaian dualitas kepengurusan DPP Demokrat.
Seperti diketahui, pada 2021, sempat terjadi dualisme kepengurusan antara DPP Partai Demokrat versi AHY dengan DPP Partai Demokrat versi Moeldoko.
Terkait hal itu, DPP versi AHY memenangi dualitas tersebut yang ditandai Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) yang menolak mengesahkan kepengurusan Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang alias kubu Moeldoko.
Baca juga: Survei Charta Politika: Elektabilitas Nasdem Kalah dari Demokrat dan PKS
Seiring penyelesaian kisruh tersebut pada akhir 2021, elektabilitas Demokrat meroket dua kali lipat menjadi 10,7 persen berdasarkan hasil survei Litbang Kompas pada akhir Januari 2022.
Adapun peningkatan elektabilitas tersebut lebih tinggi ketimbang perolehan suara pada Pemilu 2019, yaitu 7,77 persen.
Bukan tak mungkin capaian elektabilitas tersebut dapat mengejar masa kejayaan Demokrat seperti pada Pemilu 2009 dengan perolehan suara 20,91 persen.
“Kami optimistis Demokrat mampu meraih respons bagus dari masyarakat. Namun, (kami menyadari bahwa dukungan publik) itu saja tidak cukup. Kerja-kerja politik kader Demokrat yang sejalan dengan penuntasan persoalan di masyarakat harus diutamakan,” kata Syarief.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.