"(Tokoh-tokoh itu) tidak tertulis pada satu orang, tetapi lebih pada pembahasan yang masih terus berjalan," ujar dia.
Membaca ini, pengamat politik sekaligus pendiri LSM Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai, koalisi partai-partai politik saat ini masih sangat cair. Bongkar pasang kongsi masih sangat mungkin terjadi.
Namun, dari tiga poros yang mungkin terbentuk, menurut Ray, soliditas koalisi Gerindra-PKB menjadi yang paling rendah. Kemungkinan kedua partai benar-benar berkongsi pada Pilpres 2024 disebut hanya 50 persen.
Sementara, tingkat soliditas rencana koalisi Nasdem-Demokrat-PKS disebut berkisar 60 persen. Sedangkan, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bentukan Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sekitar 70 persen.
Baca juga: Perjodohan Prabowo-Ganjar dan Ancaman Cak Imin, Sinyal Pecah Kongsi Gerindra-PKB?
Menurut Ray, koalisi Gerindra-PKB dibentuk hanya sebagai sekoci kalau-kalau kedua partai gagal merapat ke poros-poros lain.
"Memang koalisi ini terlihat terlalu dipaksakan sebetulnya," katanya kepada Kompas.com, Kamis (24/11/2022).
Jika Gerindra punya peluang bekerja sama dengan PDI-P, menurut Ray, tak masalah bagi partai tersebut meninggalkan PKB.
Sebab, berpasangan dengan Ganjar Pranowo yang punya modal elektabilitas besar lebih menjanjikan kemenangan buat Prabowo. Bahkan, Prabowo diprediksi tak akan mempersoalkan jika "hanya" mendapat kursi calon RI-2.
"Bagi Gerindra, apa pun ceritanya partai ini harus punya capres atau cawapres. Karena itu salah satu cara mereka untuk menjadikan partai ini sebagai bahan perbincangan di 2024," ujar Ray.
"Kalau mereka tidak mencalonkan sama sekali baik di capres maupun cawapres, partainya juga tidak akan kelihatan," tuturnya.
Baca juga: PKB Tegaskan Ingin Bangun Koalisi dengan Gerindra sampai Menang
Seandainya pun Gerindra pada akhirnya berkoalisi dengan PDI-P, Ray menduga, PKB akan tetap bertahan. Meski Muhaimin kini tampak gusar, ia dan partainya diprediksi bakal merapat ke poros yang punya peluang kemenangan terbesar.
Pola yang sama juga terlihat di PKS dan Demokrat. Menurut Ray, betapa pun kedua partai tampak tidak setuju dengan penentuan cawapres koalisi mereka dengan Nasdem, namun, PKS dan Demokrat tidak akan lepas dari Anies Baswedan.
Apalagi, dengan mengusung Anies, PKS dan Demokrat berpotensi mendapat limpahan elektoral atau coat-tail effect besar, bahkan melampaui Nasdem.
"Kalau Anies tetap bertahan (jadi capres) di Nasdem, ya sudah, dia (PKS dan Demokrat) bertahan di situ," tutur Ray lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.