Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Kasus Helikopter AW-101, Dua Penyidik KPK Jadi Saksi Verbalisan

Kompas.com - 14/11/2022, 13:28 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 2 penyidik KPK bernama Budi Sukmo Wibowo dan Edi Kurniawan sebagai saksi verbalisan dalam persidangan kasus pengadaan helikopter Agusta Westland (AW)-101.

Adapun korupsi pengadaan helikopter AW-101 itu terjadi di lingkungan TNI AU pada tahun 2016-2017. Kasus ini menjerat Direktur Diratama Mandiri Irfan Kurnia Saleh.

Dua Penyidik KPK itu dihadirkan JPU berdasarkan penetapan majelis hakim untuk dikonfrontasi terhadap kesaksian dua prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) bernama Joko Sulistiyanto dan Wisnu Wicaksono.

"Kami melaksanakan panggilan, penyidik hadir, saksi yang diminta dikonfrontasi kebetulan dua anggota TNI kemarin (Joko Sulistiyanto dan Wisnu Wicaksono) kebetulan mendapat tugas, jadi tidak bisa hadir," ujar jaksa KPK dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/11/2022).

Baca juga: 7 Prajurit TNI Jadi Saksi Sidang Kasus Pengadaan Helikopter AW-101

Mendengar penjelasan jaksa atas saksi verbalisan yang telah hadir tetapi saksi lain yang akan dikonfrontasi tidak hadir, Ketua Majelis Hakim Djuyamto memutuskan untuk menunda permintaan keterang terhadap dua penyidik KPK tersebut.

"Ya, kalau maksudnya dihadirkan untuk verbalisan harusnya dipertemukan. Artinya, kalau dua orang saksi berhalangan tentu kan tidak relevan. Jadi, kita jadwal ulang," ujar hakim Djuyamto.

Dua penyidik KPK dihadirkan jaksa sebagai saksi verbalisan untuk mengetahui jalannya proses penyidikan kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter AW-101 dengan terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh tesebut.

"Tentu dengan ketidakhadiran saksi atas nama Wisnu dan Joko yang tentu acaranya kan dikonfrontasi ya terkait dengan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik terhadap dua orang saksi. Maksud majelis disepakati di persidangan terdahulu," kata Hakim Djuyamto.

"Tapi, dengan ketidakhadiran saksi yang bersangkutan tentu menjadi untuk sementara ini tidak relevan. Untuk sementara ditunda dulu ya sampai pemberitahuan lebih lanjut dari majelis atau penuntut umum; dijadwal ulang. Jadi, jadwal ulangnya minggu depan," ucap dia.

Baca juga: Perwira TNI AU di Sidang Korupsi Helikopter AW-101: Karir Saya Hancur gara-gara Ini

"Surat tugasnya sampai tanggal 26 (November) Yang Mulia, jadi setelah tanggal 26. Menjelang 26 kami akan laporkan ke Yang Mulia," kata jaksa. 

"Baik," ucap hakim.

Dalam sidang ini, Jaksa Penuntut Umum KPK menjadwalkan pemeriksaan sembilan orang saksi untuk memberikan keterangan dengan terdakwa Irfan Kurnia Saleh.

Ketujuh Prajurit TNI itu yang bakal bersaksi adalah Kaur Yar Kepala Pemegang kas (Pekas) Mabes TNI AU, Joko Sulistiyanto, dan enam anggota TNI lainnya yakni M Iqbal Mas Putera, Ismail Mannan, Mohammad Arief Tandju, Taufik Nurdin Sigit Suwastino, dan Wisnu Wicaksono.

Selain tujuh Prajurit TNI itu, jaksa KPK akan menghadirkan dua pegawai Bank BRI pada Kantor Cabang Mabes TNI Cilangkap bernama Ratna Komala Dewi dan Bayu Nur Pratama.

Dalam kasus ini, Jaksa mendakwa perbuatan Irfan Kurnia Saleh telah membuat negara merugi Rp 738,9 miliar.

Baca juga: 7 Prajurit TNI Jadi Saksi Sidang Kasus Pengadaan Helikopter AW-101

Selain itu, Jaksa menyebut kasus ini menyangkut sejumlah pejabat TNI AU, termasuk mantan Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna.

Agus disebut mendapatkan jatah Rp 17.733.600.000 yang disebut sebagai dana komando atau cashback 4 persen dari pembayaran termin pertama tersebut.

Selain mendakwa Irfan merugikan negara miliaran rupiah, Jaksa juga mendakwanya memperkaya diri sendiri sebesar Rp 183.207.870.911,13 dan memperkaya Agus Supriatna sebesar Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,7 miliar.

Kemudian, memperkaya korporasi yakni Agusta Westland sebesar 29.500.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 391.616.035.000 dan perusahaan Lejardo. Pte.Ltd sebesar 10.950.826,37 dollar Amerika Serikat atau senilai Rp 146.342.494.088,87.

Atas perbuatannya, Irfan didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com