Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serahkan Draft RKUHP Terbaru, Wamenkumham: Unjuk Rasa Tak Jadi Persoalan

Kompas.com - 09/11/2022, 18:58 WIB
Tatang Guritno,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Hiariej mengungkapkan, pemerintah tak mempersoalkan unjuk rasa sebagai bagian dari tindakan yang melanggar harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.

Ia mengatakan, hal itu tertuang dalam draft Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tertanggal 9 November 2022 yang diserahkan ke Komisi III DPR.

“Jadi pemerintah ingin menyatakan dalam penjelasan itu, bahwa sebetulnya unjuk rasa tidak menjadi persoalan, tidak menjadi masalah,” ujar Eddy ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Rabu (9/11/2022).

“Makanya, mengapa kami bunyikan kalau dia menyampaikan ekspresi atau pendapatnya dalam bentuk unjuk rasa sebagai sesuatu yang tidak ada masalah,” katanya lagi.

Baca juga: Pemerintah Serahkan Draft Terbaru RKUHP, dari 632 Pasal Jadi 627 Pasal

Untuk diketahui, pasal penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden terkandung dalam Pasal 218 RKUHP.

Pemerintah pun melakukan perubahan dalam bagian penjelasan pasal tersebut.

Pada draft yang diserahkan 6 Juli 2022, unjuk rasa tidak dikategorikan sebagai aktivitas yang merepresentasikan hak kebebasan berekspresi dan hak berdemokrasi.

Namun, pada draft terbaru unjuk rasa disebutkan secara spesifik sebagai salah satu bagian kebebasan berekspresi dan hak berdemokrasi masyarakat.

“Bahwa pasal ini tidak dimaksudkan untuk menghalangi kebebasan berpendapat, kebebasan berdemokrasi, kebebasan berekspresi,” kata Eddy.

Namun, dalam penjelasan Pasal 218 juga disebutkan bahwa menyerang kehormatan atau harkat martabat diri presiden dan wakil presiden, termasuk menista atau memfitnah.

Baca juga: Draf RKUHP Terbaru, Ancaman Pidana Menghina Presiden dan Wapres Dikorting Jadi 3 Tahun Penjara

Terakhir, Eddy menjelaskan bahwa terdapat lima pasal yang dihapus dari draft RKUHP sebelumnya.

“Satu adalah soal advokat curang. Kedua, praktek dokter dan dokter gigi curang. Ketiga, penggelandangan. Empat, unggas dan ternak, dan lima adalah tindak pidana kehutanan, dan lingkungan hidup,” ujar Eddy.

Draft RKUHP yang diserahkan 6 Juli 2022 berisi 632 pasal. Sedangkan draft terbaru hanya 627 pasal.

Eddy mengklaim draft terbaru disesuaikan setelah mendengarkan berbagai masukan dari masyarakat.

Ia mengatakan, Kemenkumham telah menggelar dialog publik di 11 kota, sejak 20 September-5 Oktober 2022.

Baca juga: Pimpinan DPR Tak Yakin RKUHP Bakal Disahkan pada Masa Sidang Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com