BAGI negara yang merdeka, maka kedaulatan negara adalah segala-galanya. Harkat dan martabat bangsa diukur dari apakah negaranya berdaulat atau tidak. Berdaulat dalam hal ini adalah berdaulat yang utuh, yaitu berdaulat di darat, laut, dan udara.
Contoh sederhana dari berdaulat adalah kebebasan beraktifitas di wilayah teritori negara sendiri tanpa harus memperoleh ijin terlebih dahulu dari pihak kekuasaan negara lain.
Dalam hal ini, maka yang banyak disoroti belakangan adalah kebebasan bergerak di wilayah udara teritori kita sendiri. Hal yang berkait langsung dari bagaimana cara menjaga kedaulatan negara di udara.
Dalam melaksanakan tugas menjaga kedaulatan negara di udara setidaknya ada empat hal penting untuk menjadi pertimbangan utama.
Ke empat hal tersebut adalah tentang rawannya wilayah udara, rawannya wilayah perbatasan, perlunya think tank kedirgantaraan, dan menentukan prioritas sistem senjata yang disiapkan.
Rawannya wilayah udara sudah dikhawatirkan banyak orang sejak zaman romawi kuno.
Konsep kepemilikan negara atas ruang udaranya berasal dari konsep hukum perdata Romawi kuno yang berbunyi: Cujus est solum, ejus usque ad coelum, yang berati "Barang siapa memiliki sebidang tanah, maka dia memiliki segala yang berada di atasnya sampai ke langit dan segala yang berada di dalam tanah”.
Hal ini, menurut Prof Priyatna Abdurrasjid, menunjukkan bahwa konsep “Open Sky” sudah ditentang sejak zaman Romawi Kuno.
Rawannya wilayah perbatasan berkait dengan Keamanan Nasional. Pada 5 September 1972, teroris Black September menerobos wilayah perbatasan Jerman masuk kawasan tempat tinggal atlet Israel di Olimpiade Musim Panas di Munich. Sebelas atlet Israel tewas.
Pada 26 September 1972, merespons tragedi itu, Polisi Federal Jerman membentuk pasukan elite, unit taktis operasi khusus antiterror Greenzschutzgruppe-9 atau Penjaga Perbatasan Grup 9.
Jerman membentuk pasukan khusus penjaga perbatasan yang kemudian dikenal sebagai GSG 9.
Contoh lain dari jebolnya pengamanan perbatasan adalah tragedi 9/11, di mana para teroris dapat menembus perbatasan, masuk ke wilayah Amerika Serikat, sekolah pilot di Amerika dan kemudian menjadi pilot kamikaze untuk menabrak twin tower di New York, meruntuhkan Gedung World Trade Center kebanggaan Amerika dan membunuh ribuan orang.
Perbatasan negara adalah kawasan kritis yang memerlukan pengawasan ketat. Khusus tentang wilayah udara di kawasan perbatasan kritis di perairan selat Malaka yang dikenal dengan FIR Singapura yang selesai dengan ditandatanganinya perjanjian antara RI dan Singapura.
Perjanjian ini mengundang sejumlah kontroversi ditandai dengan munculnya beberapa pernyataan berbagai pihak antara lain dari para akademisi dan praktisi bidang kedirgantaraan.
Salah satu penyebabnya adalah tim perunding tidak atau kurang mengikutsertakan para profesional yang kompeten di bidangnya.
Kedirgantaraan memang secara teknis bukan hal yang mudah untuk digeluti dalam meja perundingan antarbangsa.
Indonesia memerlukan Think Tank kedirgantaraan untuk dapat setiap waktu berkontribusi memberikan masukan yang bersifat teknis untuk keperluan perundingan antarbangsa mengenai perjanjian kerjasama bidang penerbangan.
Hal ini untuk mencegah agar hasil kerja keras perundingan antarbangsa di bidang penerbangan tidak menimbulkan kegaduhan sebagai akibat kurang memperoleh masukan dari para profesional di bidangnya.
Agar hasil perjanjian antarbangsa tidak bertentangan dengan isi Undang-undang kita sendiri, yaitu UU Penerbangan No 1 tahun 2009, misalnya.
Selanjutnya menjaga kedaulatan negara di udara memerlukan penyusunan prioritas dari apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu.
Pengadaan pesawat tempur mutakhir dalam jumlah yang banyak, dipastikan tidak akan banyak gunanya, apabila wilayah udara kedaulatan kita di kawasan perbatasan kritis belum sepenuhnya berada di bawah kendali otoritas penerbangan nasional.
Pesawat tempur super mutakhir menjadi tidak banyak berguna apabila untuk terbang di kawasan perbatasan kritis yang memerlukan pengawasan ketat, akan tetapi harus memperoleh ijin terbang terlebih dahulu dari otoritas penerbangan negara lain.
Itulah semua beberapa hal penting yang merupakan dasar atau platform bagi pelaksanaan dari mekanisme menjaga kedaulatan NKRI.
Semoga hal ini dapat dipahami dengan kepala dingin untuk menyadari betapa berbahayanya perjanjian antarbangsa yang kurang didukung oleh para profesional yang kompeten di bidang pengetahuannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.