Jika dibantah sekalipun, tetap saja publik akan “membaca” peristiwa itu sebagai peristiwa politik yang menunjukkan adanya kenaikan eskalasi persaingan yang mulai menghangat.
Dan hal tersebut sangat wajar, karena setiap orang dari sebuah partai apalagi masing-masing memiliki ketokohannya, berhak maju.
Namun bagaimana internal partai menyikapinya adalah juga wujud komitmen kebijaan politiknya.
Apalagi ketika kemudian diskursus yang berkembang di masyarakat kemudian juga mendorong pihak internal PDI-P mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang sama kepada Dewan Kolonel. Sanksinya berdasarkan pada pelanggaran dan harus mengikuti mengikuti perintah apa yang diinstruksikan ketum tentang kesamaan paham.
Kendati demikian, Puan menilai pada dasarnya setiap kader boleh memberikan dukungan kepada tokoh di internal untuk menjadi calon pemimpin selama dianggap mumpuni yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas untuk ikut dalam proses Pilpres 2024.
Namun, Puan mengingatkan bahwa keputusan akhir pencapresan ada di tangan Megawati.
Sebelumnya diberitakan, Bidang Kehormatan DPP PDI-P menjatuhkan sanksi kepada sejumlah kader partai banteng moncong putih yang mendukung Ganjar.
Sanksi itu kemudian juga dijatuhkan kepada sejumlah kader yang menamakan diri Dewan Kolonel yang pendukunganya antara lain Trimedya Panjaitan, Johan Budi, Masinton, Prof Hendrawan.
Mereka kader PDI-P yang merupakan anggota DPR dan menyatakan diri mendukung Puan Maharani sebagai capres.
Dan bentuk dukungan itu didasari bahwa tugas anggota DPR Fraksi PDI-P adalah mensosialisasikan seluruh program DPR kepada masyarakat.
Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI-P Komarudin Watubun menuturkan sanksi dijatuhkan kepada dewan kolonel karena empat kader PDI-P itu berbicara soal Dewan Kolonel kepada media.
Kepada empat kader tersebut juga dikenakan sanksi keras dan terakhir, karena mereka melakukan kegiatan di luar AD/ART Partai, dan sudah pernah diberi peringatan pertama, kemudian ini peringatan ketiga keras dan terakhir.
Terlepas dari bantahan dari pihak PDIP, kemunculan dukungan dari Dewan kolonel dan diterapkannya sanksi, yang disamaratakan tingkat keadilannya seperti kepada Ganjar dan Budi, tetap menyisakan ‘Aroma” politik yang kuat.
Apakah model kebijaan politik PDI-P tersebut nantinya akan berdampak pada tingkat militansi yang berkurang?
Sikap otoritarian yang ditunjukkan dalam penyelesaian kasus-kasus “dua raja” dalam satu istana meskipun dibungkus pelanggaran disiplin, AD/ART dan keputusan kongres, cukup riskan bagi masa depan PDI-P.