Dan ketika sosoknya dikaitkan dengan peluang masuk dalam kontestasi Pilpres 2024, dengan sendirinya mendapat dukungan luas.
Tak perlu melakukan kampanye secara khusus, apalagi harus menggunakan cara-cara politis mendongkrak popularitas. Bahkan ciri khasnya blusukan sudah menjadi “trade marknya”.
Tak heran jika dalam kesehariannya, Ganjar menggunakan kesempatan bersepeda pagi untuk kemudian singgah secara tak terduga ke sekolah, atau institusi kantor di bawah kendalinya dan berinteraksi langsung.
Melihat perkembangan kemajuan pembangunan di daerahnya dan memberi masukan atau menerima masukan sebagai perbaikan.
Cara atau pola ini dulu juga dilakukan oleh Presiden Jokowi, ketika menjadi wali kota Solo. Atas kinerja itulah maka baik Jokowi maupun Ganjar dinilai memiliki kesamaan secara politis.
Terutama karena faktor jabatannya sebelum akhirnya memutuskan untuk maju menjadi kandidat presiden. Banyak orang menilai jika Ganjar dan Jokowi kurang lebih setali tiga uang, populis dan menjadi kesayangan media.
Apa yang kemudian muncul menjadi diskursus di ruang publik dan ruang politik adalah ketika Ganjar memutuskan untuk maju sebagai kandidat presiden dan justru keputusannya itu mendapat “tekanan politik”, karena dianggap melanggar ketentuan partai PDI-P tempatnya bernaung.
Begitu juga ketika Ketua DPC PDI Perjuangan (PDIP) Kota Solo FX Hadi Rudyatmo juga mendapat sanksi tegas terakhir, karena internal partai menilai Rudy adalah kader senior yang semestinya memahami rumahnya sendiri.
Pertanda bahwa di dalam tubuh internal PDI-P juga terjadi konstelasi politik internal yang panas.
Atas sanksinya itu Rudy menyatakan bahwa pilihan dukungannya kepada Ganjar semata karena Ganjar adalah salah satu kader PDI-P terbaik yang telah dibuktikan dengan prestasi kinerjanya.
Atas dasar itu Rudy merasa sah-sah saja menjatuhkan pilihan politiknya pada ketokohan Ganjar. Meski sayangnya itu seperti membenturkan diri dengan keberadaan Puan.
Sebagai kader militan, meskipun didepak dari PDI-P, ia menyatakan akan tetap berada di rumahnya memberi dukungan untuk kemajuan partainya.
Namun persoalan yang kemudian membuat publik merasa janggal adalah ketika pro kontra majunya Ganjar juga direspons dari internal PDI-P melalui kemunculan dukungan dari “Dewan Kolonel”.
Dewan Kolonel merupakan sebutan bagi segelintir elite partai berlambang banteng itu, yang mendukung Puan pada pemilihan presiden (Pilpres) mendatang.
Kehadiran Dewan Kolonel dianggap publik sebagai respons “kontra politik” atas kemunculan dukungan dan pilihan politik Ganjar untuk maju dalam pilpres.