Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hanif Sofyan
Wiraswasta

Pegiat literasi di walkingbook.org

Kontra Politik, Dewan Kolonel Puan dan Militansi Ganjar

Kompas.com - 04/11/2022, 05:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DUA raja dalam satu kerajaan, mungkin bisa menggambarkan kondisi teraktual Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Fakta menarik dari tarik ulur para kandidat presiden dan wakil presiden peserta kontestasi 2024 dari partai berlambang banteng moncong putih menarik untuk disimak.

Pasalnya, terlalu vulgar permainan yang dipertontonkan, meskipun substansi masalahnya sebenarnya adalah problem yang jamak terjadi dalam dunia politik. Ketika putri mahkota Puan Maharani, ternyata mendapat rivalitas yang tidak lain berasal dari internal partai yang sama.

Lagi pula bukan sepenuhnya kemauan Ganjar untuk naik menjadi kandidat capres dalam kontestasi 2024.

Elektabilitas tinggi yang diperolehnya adalah pengakuan langsung de jure, dari masyarakat yang menilai sosoknya, kinerja dan programnya selama mengemban jabatan sebagai Gubernur Jawa Tengah.

Itu dibuktikan dari berbagai survei secara nasional. Ganjar didaulat menjadi salah satu kader PDIP terbaik untuk dapat maju dalam pencalonan Pilpres 2024.

Mungkin yang menarik karena dinamikanya. Ketika Ganjar menyatakan siap jika dicalonkan menjadi capres, dengan segera memancing polemik dalam tubuh internal PDIP. Pasalnya karena partai tempat Ganjar bernaung juga telah memiliki kandidat “Putri mahkota” yang memang tengah disiapkan untuk balon capres.

Keputusan politik Ganjar dengan segera memicu kontroversi, apalagi ketika Ganjar dipanggil dan kemudian mendapat sanksi disiplin kader partai yang dianggap melanggar aturan, karena mendahului kongres partai yang hingga saat ini belum memutuskan siapa balon untuk maju dalam bursa Pilpres 2024.

Capres pilihan partai

Tentu saja ada persoalan substansional berkaitan dengan calon pilihan PDIP yang masih membutuhkan banyak waktu dan peluang untuk bisa lebih dikenal.

Baik dari visinya, ketokohannya, maupun reputasinya yang masih membutuhkan waktu agar lebih dikenal publik secara luas. Terutama di kalangan akar rumput, sebagai basis pemilih potensial dalam ajang pilpres 2024.

Puan secara performa masih terbatas hanya dikenal di kalangan elite atau menengah-atas. Terutama karena kehadirannya di ranah publik masih terbatas sebagai Ketua DPP PDI-P Bidang politik, jabatan menteri pemberdayaan perempuan dan kapasitasnya sebagai ketua DPR RI. Selain jabatan itu popularitasnya di basis masih sangat minim dikenal.

Dalam beberapa survei elektabilitas, suaranya masih berada jauh di bawah tiga nama calon potensial, Prabowo, Ganjar, dan Anies Baswedan.

Lain halnya dengan Ganjar, sebagai sama-sama kader PDI-P loyalis dan militan, Ganjar naik sebagai Pejabat Gubernur di Propinvi Jawa Tengah, perannya bukan dalam konteks politis¬ namun lebih sebagai abdi negara, abdi pemerintah yang menjalankan amanah sebagai gubernur, memberikannya peluang berinteraksi dengan rakyat secara intens.

Begitu juga dengan realisasi program-programnya selama menjabat sebagai gubernur.

Tidak itu saja kapasitas kepribadiannya yang populis, merakyat juga membuatnya dapat diterima di semua lapisan baik secara pemerintahan maupun secara politik, sehingga memudahkannya menarik simpati.

Dan ketika sosoknya dikaitkan dengan peluang masuk dalam kontestasi Pilpres 2024, dengan sendirinya mendapat dukungan luas.

Tak perlu melakukan kampanye secara khusus, apalagi harus menggunakan cara-cara politis mendongkrak popularitas. Bahkan ciri khasnya blusukan sudah menjadi “trade marknya”.

Tak heran jika dalam kesehariannya, Ganjar menggunakan kesempatan bersepeda pagi untuk kemudian singgah secara tak terduga ke sekolah, atau institusi kantor di bawah kendalinya dan berinteraksi langsung.

Melihat perkembangan kemajuan pembangunan di daerahnya dan memberi masukan atau menerima masukan sebagai perbaikan.

Cara atau pola ini dulu juga dilakukan oleh Presiden Jokowi, ketika menjadi wali kota Solo. Atas kinerja itulah maka baik Jokowi maupun Ganjar dinilai memiliki kesamaan secara politis.

Terutama karena faktor jabatannya sebelum akhirnya memutuskan untuk maju menjadi kandidat presiden. Banyak orang menilai jika Ganjar dan Jokowi kurang lebih setali tiga uang, populis dan menjadi kesayangan media.

Kontra politik

Apa yang kemudian muncul menjadi diskursus di ruang publik dan ruang politik adalah ketika Ganjar memutuskan untuk maju sebagai kandidat presiden dan justru keputusannya itu mendapat “tekanan politik”, karena dianggap melanggar ketentuan partai PDI-P tempatnya bernaung.

Begitu juga ketika Ketua DPC PDI Perjuangan (PDIP) Kota Solo FX Hadi Rudyatmo juga mendapat sanksi tegas terakhir, karena internal partai menilai Rudy adalah kader senior yang semestinya memahami rumahnya sendiri.

Pertanda bahwa di dalam tubuh internal PDI-P juga terjadi konstelasi politik internal yang panas.

Atas sanksinya itu Rudy menyatakan bahwa pilihan dukungannya kepada Ganjar semata karena Ganjar adalah salah satu kader PDI-P terbaik yang telah dibuktikan dengan prestasi kinerjanya.

Atas dasar itu Rudy merasa sah-sah saja menjatuhkan pilihan politiknya pada ketokohan Ganjar. Meski sayangnya itu seperti membenturkan diri dengan keberadaan Puan.

Sebagai kader militan, meskipun didepak dari PDI-P, ia menyatakan akan tetap berada di rumahnya memberi dukungan untuk kemajuan partainya.

Namun persoalan yang kemudian membuat publik merasa janggal adalah ketika pro kontra majunya Ganjar juga direspons dari internal PDI-P melalui kemunculan dukungan dari “Dewan Kolonel”.

Dewan Kolonel merupakan sebutan bagi segelintir elite partai berlambang banteng itu, yang mendukung Puan pada pemilihan presiden (Pilpres) mendatang.

Kehadiran Dewan Kolonel dianggap publik sebagai respons “kontra politik” atas kemunculan dukungan dan pilihan politik Ganjar untuk maju dalam pilpres.

Jika dibantah sekalipun, tetap saja publik akan “membaca” peristiwa itu sebagai peristiwa politik yang menunjukkan adanya kenaikan eskalasi persaingan yang mulai menghangat.

Dan hal tersebut sangat wajar, karena setiap orang dari sebuah partai apalagi masing-masing memiliki ketokohannya, berhak maju.

Namun bagaimana internal partai menyikapinya adalah juga wujud komitmen kebijaan politiknya.

Apalagi ketika kemudian diskursus yang berkembang di masyarakat kemudian juga mendorong pihak internal PDI-P mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang sama kepada Dewan Kolonel. Sanksinya berdasarkan pada pelanggaran dan harus mengikuti mengikuti perintah apa yang diinstruksikan ketum tentang kesamaan paham.

Kendati demikian, Puan menilai pada dasarnya setiap kader boleh memberikan dukungan kepada tokoh di internal untuk menjadi calon pemimpin selama dianggap mumpuni yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas untuk ikut dalam proses Pilpres 2024.

Namun, Puan mengingatkan bahwa keputusan akhir pencapresan ada di tangan Megawati.

Sebelumnya diberitakan, Bidang Kehormatan DPP PDI-P menjatuhkan sanksi kepada sejumlah kader partai banteng moncong putih yang mendukung Ganjar.

Sanksi itu kemudian juga dijatuhkan kepada sejumlah kader yang menamakan diri Dewan Kolonel yang pendukunganya antara lain Trimedya Panjaitan, Johan Budi, Masinton, Prof Hendrawan.

Mereka kader PDI-P yang merupakan anggota DPR dan menyatakan diri mendukung Puan Maharani sebagai capres.

Dan bentuk dukungan itu didasari bahwa tugas anggota DPR Fraksi PDI-P adalah mensosialisasikan seluruh program DPR kepada masyarakat.

Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI-P Komarudin Watubun menuturkan sanksi dijatuhkan kepada dewan kolonel karena empat kader PDI-P itu berbicara soal Dewan Kolonel kepada media.

Kepada empat kader tersebut juga dikenakan sanksi keras dan terakhir, karena mereka melakukan kegiatan di luar AD/ART Partai, dan sudah pernah diberi peringatan pertama, kemudian ini peringatan ketiga keras dan terakhir.

Terlepas dari bantahan dari pihak PDIP, kemunculan dukungan dari Dewan kolonel dan diterapkannya sanksi, yang disamaratakan tingkat keadilannya seperti kepada Ganjar dan Budi, tetap menyisakan ‘Aroma” politik yang kuat.

Dampak politis

Apakah model kebijaan politik PDI-P tersebut nantinya akan berdampak pada tingkat militansi yang berkurang?

Sikap otoritarian yang ditunjukkan dalam penyelesaian kasus-kasus “dua raja” dalam satu istana meskipun dibungkus pelanggaran disiplin, AD/ART dan keputusan kongres, cukup riskan bagi masa depan PDI-P.

Karena selama hak prerogratif masih dipegang pemilik tampuk tertinggi PDIP Megawati Soekarnoputri, keberadaan kader-kader militan terbaik yang berpeluang maju ke bursa politik yang tinggi, bisa terbentur jalan buntu.

Kecuali jika partai menginisisi sebuah gagasan membuat konvensi mengumpulkan kandidat-kandidat terbaiknya dan kemudian melalui keputusan aklamasi mengeluarkan daftar calon yang akan maju ke pilpres 2024.

Dengan cara ini akan terlihat lebih elegan dan demokratis, daripada seperti tidak ada koordinasi dan justru kejadian kontra politik untuk saling “menjatuhkan”, dan secara tidak langsung membuat pamor dan kredibilitas partai PDI-P bisa menurun.

Apalagi jika dasar fanatisme dan militansi pendukungnya karena “ketokohan”, seperti PDI-P dengan nama besar Presiden Soekarno dan Megawati sebagai pewaris cita-citanya.

Bagaimana jika ketokohan itu hilang, apakah PDI-P masih berada dalam posisi dengan kekuatan dukungan politiknya yang besar sehingga menjadi satu-satunya partai yang bisa lolos electoral presidensial, kalaupun tidak memiliki teman koalisi.

Atau justru sebaliknya jatuh pamornya. Angin politik tak mudah diduga kemana akan berhembus. Apakah akan menjadi angin sejuk sepoi atau justru menjadi badai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com