Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelanggaran HAM dalam Tragedi Kanjuruhan

Kompas.com - 03/11/2022, 07:48 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) menyatakan, terdapat pelanggaran HAM dalam tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 lalu yang menewaskan sedikitnya 135 orang.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, tragedi Kanjuruhan terjadi karena tata kelola yang tidak menghormati keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan pertandingan sepak bola.

"Peristiwa tragedi kemanusiaan Kanjuruhan merupakan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi akibat tata kelola yang diselenggarakan dengan cara tidak menjalankan, menghormati, dan memastikan prinsip dan keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan sepak bola," kata Anam dalam konferensi pers, Rabu (2/11/2022).

Baca juga: Komnas HAM Ingin Temui FIFA di Swiss, Jelaskan Temuan soal Tragedi Kanjuruhan

Hal ini merupakan kesimpulan dari pemantauan dan penyeliidkan yang dilakukan oleh Komnas HAM dengan meminta keterangan pihak terkait, membandingkan dokumen, serta memeriksa 233 video.

Anam mengatakan, ada tujuh pelanggaran HAM yang terjadi dalam peristiwa tersebut, salah satunya tindakan yang berlebihan atau excessive use of force yakni dengan adanya penembakan gas air mata.

Anam mengatakan, jatuhnya korban dalam tragedi Kanjuruhan bisa dicegah bila aparat bersabar dan tidak menembakkan gas air mata.

Sebab, situasi di Stadion Kanjuruhan sebenarnya sudah terkendali sebelum adanya penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian.

"Sebelum tembakan gas air mata pertama itu sebenernya terkendali. Jadi, kalau aparat keamanan sabar saja 30 menit, itu tidak akan ada tragedi yang memilukan kita semua, jadi bersabar tidak melakukan gas air mata itu akan aman," kata Anam.

Baca juga: Soal Kanjuruhan, Komnas HAM: Jika Aparat Sabar, Tidak Ada Tragedi yang Memilukan

Namun, faktanya, aparat justru menembakkan gas air mata dengan jumlah yang tidak sedikit yakni 45 tembakan. Hal ini dianggap berlebihan oleh Komnas HAM.

"Penembakannya diarahkan ke tribun dengan jumlah sangat besar, dalam 9 detik ada 11 tembakan, (total) 45 tembakan. Kalau kita perkirakan kalau 1 kali tembakan 3 peluru ya ada 135 tembakan," kata Anam.

Penembakan gas air mata, menurut Anam, bukan hanya bertujuan untuk membubarkan massa, melainkan juga mengejar penonton karena diarahkan ke tribun stadion.

Anam menegaskan, tindakan tersebut bukan hanya melanggar prosedur standar dalam pengamanan pertandingan, melainkan juga pelanggaran pidana.

"Harusnya memang dia masih terkendali dan itu tidak perlu keluarkan gas air mata, itu exsessive use of force. Dan tindakan ini tidak hanya dipahami sebagai melanggar SOP, sehingga tidak cukup dengan kode etik tapi juga merupakan tindak pidana," kata Anam.

Baca juga: Temuan Komnas HAM: Aparat TNI Pukul dan Tendang Suporter saat Tragedi Kanjuruhan

Sejauh ini, ada enam orang yang ditetapkan sebagi tersangka, yakni Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC AH, Security Officer SS, Kabag Operasi Polres Malang WSS, Danki III Brimob Polda Jawa Timur H, dan Kasat Samapta Polres Malang BSA.

Adapun enam pelanggaran HAM lainnya dalam tragedi Kanjuruhan adalah pelanggaran hak memperoleh keadilan, hak untuk hidup, hak kesehatan, hak atas rasa aman, hak anak, serta pelanggaran terhadap bisnis dan hak asasi manusia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com