Kebesaran hati Rudy yang menerima sanksi keras dari yunior-yuniornya di partai diterimanya dengan lapang dada.
Saya yakin, Rudy walau menganut agama Katolik, tetapi dia akan mengedepankan “sami'na wa atho'na”, yakni dia mendengar dan mentaati. Peringatan itu adalah nasihat sekaligus pengingat baginya.
Hujan deras jatuhnya “sanksi” yang dikeluarkan PDIP untuk menertibkan kader-kadernya tidak terlepas dari momentum keluarnya rekomendasi dari Megawati Soekarnoputri tentang kader yang akan diusung menjadi calon presiden.
Jika merujuk hasil survei terbaru dari Litbang Kompas, harus diakui dari beberapa kader PDIP seperti Puan Maharani, Tri Rismaharini, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dan Ganjar Pranowo, hanya Ganjar yang berpeluang besar berlaga di Pilpres 2024 yang dipastikan akan berlangsung ketat.
Puan mendapat elektabilitas 1 persen, jauh meningkat dari survei yang dirilis Kompas pada Juni 2022 (0,2 persen) dan survei periode Januari 2022 (0,6 persen).
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Elektabilitas Puan 1 Persen, Ganjar 23,2 Persen
Menteri Sosial Tri Rismaharini di survei terbaru meraih elektabilitas 1,2 persen, sementara Ahok yang Komisaris Pertamina mendulang elektabilitas 0,7 persen.
Ganjar mendapat 23,2 persen dengan tendesi mengalami kenaikan angka elektabilitas di setiap periode survei. Jauh mengungguli raihan elektabilitas Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.
Berbeda dengan partai-partai lain yang “terburu-buru” dan “kemajon” dalam urusan pencapresan, PDIP dikenal “slowly” dan terkesan “alon-alon asal menang”.
Mantera ini memang menjadi ciri khas PDIP di era Megawati mengingat proses keluarnya rekomendasi tidak melulu merujuk dari hasil survei.
Di PDIP, begitu lekat adagium kerja untuk rakyat, turun ke bawah bersama rakyat dan sejatinya pemimpin itu harus “tertawa” dan “menangis” bersama rakyat.
Membaca pola pikir Megawati harusnya dipahami sebagai cara dari calon presiden untuk terus meningkatkan elektabilitas dan popularitas, tetapi harus berbasis kepada kerja nyata. Tidak semata dengan branding dan pencitraan kosong di media sosial.
Megawati tidak ingin kader yang dicapreskan memiliki rekam jejak di rakyat hanya sebagai pemimpin “bualan”.
Kader yang bekerja keras menyelami perasaan rakyat, memperjuangkan aspirasi rakyat dan terus memastikan mereka mendapat sentuhan program pembangunan kerakyatan – seperti pilihan Megawati kepada sosok Jokowi – harus memiliki kesabaran progesif untuk menunggu rekomendasi keluar.
Megawati tidak ingin salah pilih dan pilih yang salah. Biarkan Megawati mencari inspirasi di sepertiga malam dan berkontemplasi bersama spirit Bung Karno untuk memastikan kader terbaik PDIP menjadi pelanjut kepemimpinan Jokowi.
Semoga polemik pencapresan Ganjar atau Puan tidak menjadikan para kader PDIP seperti Komarudin Watubun, Hasto Kristiyanto, FX Hadi Rudyatmo, Trimedya Panjaitan, Johan Budi, Bambang Wuryanto, Utut Adianto, Said Abdullah dan anggota-anggota Dewan Kolonel untuk melupakan perkataan Soekarno.
"Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat, berjuang karena rakyat, dan aku penyambung lidah rakyat".
Yang jelas menjadi elang apalagi banteng jauh lebih bermartabat jika berguna untuk rakyat daripada menjadi bebek untuk “tuannya” demi jabatan dan mengamankan posisi di pemilu nanti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.