JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar menegaskan akan melakukan mitigasi terkait meningkatnya gerakan radikalisme menjelang tahun politik.
Hal ini disampaikan Boy merespons pernyataan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang menyebut ada kecenderungan radikalisme akan meningkat ketika memasuki tahun politik, pada 2023 dan 2024.
“Kita tidak pernah berhenti mitigasi, apa yang disampikan oleh Pak Moeldoko itu kan sebagai warning,” ujar Boy di Gedung Sarinah, Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Baca juga: KSAD Sebut Radikalisme Jadi Ancaman Stabilitas Bangsa dan Negara
Boy menyebut bahwa pernyataan Moeldoko pada dasarnya bersumber dari hasi riset BNPT mengenai gerakan radikalisme.
Ia tak menampik bahwa menghadapi tahun politik, ada saja pihak yang melakukan segala upaya dengan cara yang mengarah pada pelanggaran hukum yang dapat menimbulkan keresahan.
Karena itu, pihaknya pun mengantisipasi apabila terdapat orang yang melakukan cara-cara seperti itu.
“Jangan sampai nanti dalam pesta demokrasi menggunakan cara-cara yang bisa menimbulkan keresahan terutama aktivitas berbasis kekerasan. Kekerasan kata-kata, kekerasan tindakan,” tegas dia.
Baca juga: Moeldoko: Ada Kecenderungan Radikalisme Meningkat Saat Tahun Politik 2023-2024
Ia menjelaskan kekerasan dalam bentuk kata-kata seperti hate speech, penghujatan, kampanye negatif, hingga hoaks.
Sedangkan kekerasan dalam tindakan di antaranya, menyakiti, menganiaya, hingga melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghilangkan nyawa orang.
“Itu kan diharapkan tidak terjadi,” imbuh dia.
Diberitakan sebelumnya, Moeldoko mengatakan ada kecenderungan bahwa radikalisme akan meningkat saat tahun politik pada 2023 dan 2024.
Moeldoko mengatakan, kondisi tersebut harus diwaspadai, apalagi jelang pemilu.
“Situasi internal kita juga perlu aware. Dinamika politik dan potensi radikalisme akibat politik identitas. Survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada 2020, potensi radikalisme 14 persen," ujar Moeldoko di Bina Graha, Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Baca juga: Soroti Bahaya Radikalisme, Sekjen PDI-P: Mereka Gunakan Segala Cara Ganggu Indonesia
"Itu data dalam kondisi anomali saat pandemi. Tahun politik pada 2023-2024 ada kecenderungan meningkat," tegasnya.
Menurut Moeldoko, situasi itu sebenarnya perlu dicermati untuk membangun awareness tentang radikalisme. Sehingga, hal tersebut perlu disampaikan kepada masyarakat.
“Jadi, ini perlu kita announce agar kita semua memiliki awareness," tutur Moeldoko.
Baca juga: Densus 88 Tekankan Pentingnya Pencegahan Paham Radikalisme di Kampus
Dia pun menekankan, penyampaian terhadap risiko meningkatnya radikalisme memiliki standar tersendiri. Sehingga, tidak mungkin pemerintah asal-asalan memberikan label tertentu.
"Stigma radikalisme itu apakah buatan versi pemerintah, apa kenyataannya tidak seperti itu, ini saya serahkan untuk bertanya langsung kepada BNPT," kata Moeldoko.
"Karena mereka yang memiliki standar seseorang dinyatakan masuk kelompok ini dan itu, pasti ada standarnya, enggak mungkin asal-asalan," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.