Munculnya reaksi FX Rudy yang membela Ganjar Pranowo tidak terlepas dari hiruk pikuknya “adu banteng” di provinsi yang dikenal sebagai “kandang banteng” itu.
Sebagai salah satu ketua dewan pimpinan cabang, tempat di mana Puan Maharani memiliki daerah pemilihan, Rudi paham betul dengan proses dinamika internal.
Sudah menjadi rahasia umum, Ganjar Pranowo yang juga Gubernur Jawa Tengah kerap “diasingkan” dari seluruh kegiatan partai yang dihelat di seantero Jawa Tengah.
Menjadi janggal dan lucu, Ganjar yang begitu diidolakan dan dipuja oleh berbagai kalangan, entah di level nasional dan lokal, baik oleh kalangan sepuh atau generasi Z, tetapi justru “diparkir” oleh rekan-rekan partainya sendiri.
Meminjam bahasa Ketua DPP PDIP Jawa Tengah yang juga Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP PDIP, Bambang “Pacul” Wuryanto, Ganjar diistilahkan “terlalu kemajon”.
Oleh salah satu pendiri Dewan Kolonel yang juga anggota DPR bermarga Batak, Trimedya Panjaitan, malah dibilang “terlalu kemlithi”.
Saya begitu mengenal karakter Rudy yang dikenal “apa adanya” dan “lempeng” tidak sudi akan ketimpangan yang terjadi di partainya.
Rudy menjadi pembela Ganjar karena rentang pengalaman lamanya di partai, telah membentuk jiwa dan sikapnya untuk melawan arus besar yang “mengkuyo-kuyo” Ganjar Pranowo.
Suatu ketika, saya ke Solo hanya untuk mendengar “curhat”-nya Rudy yang begitu kecewa dengan perjalanan partai.
Rudi khawatir jalannya partai jika suatu saat PDIP ditinggal Megawati, sementara di tubuh partai meruyak fenomena menjadi bebek adalah menjadi hal biasa.
Saya tidak menyangka, di balik sosok machonya dan kumis yang melintang tebal, ternyata Rudy menangis sesunggukkan membayangkan PDIP tanpa Megawati nantinya.
Jika seluruh kader PDIP dites warna “merahnya”, saya begitu “haqqul yaqin” FX Hadi Rudyatmo yang memiliki kekentalan warna merah PDIP-nya. Jauh di atas warna merah personel DPP PDIP atau seluruh anggota Dewan Kolonel.
Sebelum didapuk menjadi wakil wali kota mendampingi Jokowi, Rudy begitu merakyat dan melegenda di kalangan warga Solo.
Setiap ada musibah seperti banjir, Rudy yang pertama turun membantu dan mempersilahkan rumahnya dijadikan posko. Kebiasaan itu tidak berubah, walau Rudy menyandang jabatan publik.
Sebagai ketua dewan pimpinan cabang tempat Puan Maharani memiliki daerah pemilihan beserta Kabupaten Boyolali, Klaten dan Sukoharjo, Solo telah memberikan kontribusi bagi kemenangan Puan di beberapa Pemilu legislatif.
Pada Pemilu 2019, Puan mendulang 404.034 suara, sementara Pemilu 2014 (369.927 suara) dan Pemilu 2009 (242.504 suara). Suara Puan saat pemilu selalu menjadi salah satu anggota DPR yang meraup suara terbanyak.
Dari wilayah “kekuasaan” Rudy, telah menjadi saksi munculnya sosok presiden dua periode, lahirnya salah satu wali kota termuda Gibran Rakabumi yang juga putra Presiden Jokowi serta basis suara Puan Maharani.
Ketika nama-nama yang diperjuangkan telah menjadi “orang”, Rudy mengakhiri “pertandingan” dengan menjadi tukang las.
Ya betul, Rudy tidak gila jabatan dan menuntut jabatan. Dia selalu “nerimo” dengan jalannya nasib dari Tuhan untuk mengabdi kepada warga yang terpinggirkan. Sehingga saya tidak heran dengan sikapnya yang teguh membela Ganjar.