Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Harmoko Msaid
Peneliti

Direktur Pusat Advokasi dan Studi Konstitusi Demokrasi

24 Tahun Reformasi: Saatnya Polri Berbenah Diri

Kompas.com - 21/10/2022, 07:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIR-akhir ini banyak peristiwa yang dialami institusi Polri, mulai dari peristiwa Duren III yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan sejumlah polisi, tragedi Kanjurahan, hingga kasus narkoba yang menjerat Irjen Teddy Minahasa.

Menurut Barker Thomas dan Charter L. David, penyimpangan perilaku Polisi merupakan gambaran umum tentang kegiatan polisi yang tidak sesuai dengan wewenang resmi petugas, wewenang organisasi, nilai dan standar perilaku sopan.

Seorang ahli kriminolog Amerika Serikat, Edwin Hardin Sutherland (Anton Tabah, 1991), menyatakan bahwa ada empat hal yang memengaruhi seseorang untuk melakukan kejahatan, yakni lingkungan yang memberi kesempatan untuk menimbulkan kejahatan, lingkungan pergaulan yang memberikan contoh atau teladan kurang baik, lingkungan ekonomi (kemiskinan, pengangguran, dll), dan lingkungan pergaulan yang berbeda-beda.

Sementara Kombes Pol Nurcholis (Buku Irjen Pol (Purn) I Ketut Astawa, 2016, 89) menyatakan, perilaku penyimpangan yang dilakukan oleh Polri dipengaruhi oleh faktor internal, yakni kepemimpinan, birokrasi yang feodal, hubungan atasan dan bawahan, tidak adanya standarisasi keberhasilan tugas, belum optimalnya sistem penilaian kinerja, pembinaan yang belum maksimal dan tidak berdasarkan merit sistem.

Sementara faktor eksternal, salah satunya lingkungan masyarakat.

Wacana reformasi Polri

Krisis moneter tahun 1997 berkembang menjadi krisis ekonomi yang menimbulkan gejolak setelah masyarakat menentang pemerintah.

Reaksi tersebut menimbulkan gelombang unjuk rasa yang menuntut pemerintah agar segera mengambil tindakan untuk menurunkan harga kebutuhan pokok.

Puncak dari reaksi masyarakat adalah insiden Trisakti yang menyebabkan jatuhnya empat korban meninggal dan beberapa mahasiswa terluka hingga memicu kerusuhan massa pada 13 Mei 1998.

Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran diri, yang digantikan secara otomotis oleh Wakil Presiden B.J. Habibie.

Dengan bergulirnya era reformasi di Indonesia, memunculkan tuntutan masyarakat agar Polri memisahkan diri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Harapannya, Polri menjadi lembaga profesional dan mandiri, jauh dari intervensi dalam rangka penegakan hukum.

Hal tersebut didasari perbedaan dalam pelaksanaan tugas. Polisi seharusnya bertugas mengamankan masyarakat dalam menciptakan ketertiban dan keamanan. Sedangkan tugas militer mengamankan negara dari ancaman musuh atau sebagai alat untuk bertempur.

Sejalan dengan tuntutan yang ada, pada 1 April 1999 dikeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia No 2 Tahun 1999 tentang langkah-langkah kebijakan dalam rangka pemisahan Polri dari ABRI.

Pada Inpres tersebut, diinstruksikan kepada Menteri Pertahanan Keamanan dan Panglima ABRI secara bertahap mulai mengambil langkah-langkah seperlunya untuk melakukan reformasi Polri dengan menempatkan sistem dan penyelenggaraan pembinaan kekuatan dan operasional Polri pada Departemen Pertahanan Keamanan.

Dalam UUD 1945 Pasal 30 ayat 4 berbunyi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai alat negara menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakan hukum.

Berdasarkan pada ketentuan tersebut, maka pada 18 Agustus 2000, MPR mengeluarkan Tap MPR No. VI/MPR/2000 tentang pemisahan Polri dan TNI, sesuai dengan peran dan fungsi dari masing-masing kelembagaan yang terpisah.

Lalu lahir Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 8 Januari 2002.

UU tersebut dilatarbelakangi tuntutan agar Polri yang mandiri dan terlepas dari ABRI sehingga dapat melaksanakan tugas secara profesional sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya.

Akhir-akhir ini wacana reformasi di tubuh Polri kembali menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, pemerintah, akademisi, hingga praktisi.

Tentunya wacana ini tidak muncul secara tiba-tiba. Wacana menguat pascarentetan kasus yang melibatkan polisi. Reformasi Polri selama ini belum selesai.

Terkait peristiwa yang beruntun tersebut, Presiden RI Joko Widodo menyampaikan lima arahan kepada jajaran Polri.

Pertama, Presiden meminta Polri untuk memperbaiki apa yang menjadi keluhan masyarakat kepada institusi Polri.

Kedua, rasa aman dan nyaman masyarakat saat ini berkurang atau hilang. Hal itu harus direspons oleh Polri dengan cepat.

Ketiga, meminta jajaran Polri menjaga kesolidan baik di internal Polri maupun dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Keempat, Presiden meminta adanya kesamaan visi Polri serta ketegasan terkait kebijakan organisasi.

Kelima, Presiden mengingatkan agar jangan sampai pemerintah maupun Polri dipandang lemah terkait dengan penegakan hukum.

Untuk itu, Presiden secara tegas meminta Kapolri agar memberantas judi daring serta jaringan narkoba sehingga bisa mengembalikan kepercayaan publik kepada Polri yang menurun.

Sementara Wakil Presiden K.H. Ma'ruf Amin dalam acara Seminar Sekolah Peserta Didik Sespimti Polri Dikreg Ke-31 dan Sespimmen Polri Dikreg Ke-62 T.A. 2022 menuturkan saat ini merupakan momentum yang baik untuk melakukan percepatan reformasi di tubuh Polri sebagai ikhtiar untuk menghadirkan pelayanan terbaik dan meningkatkan kepercayaan publik (Setneg, 22/10/2022).

Menanggapi berbagai kejadian dan tuntutan tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan akan melakukan reformasi di Polri secara menyeluruh.

"Kami akan terus melakukan evaluasi dan pembenahan internal sebagai bagian dari reformasi keseluruhan, reformasi instrumental, dan utamanya reformasi kultural Polri dengan semangat dan sesuai arahan Presiden," kata Kapolri (detik.com, 14/10/2022).

Perbaikan instrumen penilaian dan pembinaan karir Polri

Sesungguhnya konsep reformasi Polri telah ada dan sedang berjalan. Hal terpenting adalah komitmen dan keseriusan kepemimpinan Polri karena perubahan memerlukan kekuatan.

Kekuatan itu biasanya ada di tangan pihak yang berkuasa. Dengan kata lain, untuk melakukan perubahan harus memiliki kekuasaan yang melingkupinya.

Reformasi Polri paling tidak bisa dilakukan dengan pendekatan teori sistem, yakni reformasi struktur, instrumen, dan kultur. Ketiga hal itu merupakan satu kesatuan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan (Friedman,2001 dan Sudikno,1991).

Pascareformasi 1998, ada tiga aspek yang menjadi sorotan publik di tubuh Polri, yakni aspek struktur, instrumen, dan kultur.

Menurut Yusuf Warsyim, reformasi aspek struktur dan instrumen sudah cukup baik dan mengalami perkembangan signifikan. Sementara yang belum terlaksana adalah reformasi kultur.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya oknum anggota Polri yang terlibat pelanggaran belakangan ini dan menjadi momentum reformasi kultur digelorakan Kembali (Yusuf, Kompas.id).

Kejadian baru-baru ini yang menimpa Polri justru dilakukan oleh unsur pimpinan Polri dan kemudian dikuti oleh anggota.

Kejadian tersebut membenarkan pendapatnya Kombes Pol Nurcholis bahwa yang memengaruhi perilaku penyimpangan anggota Polri adalah faktor kepemimpinan.

Menurut Vivi Maria P. Siregar bahwa penerapan sistem manajemen kinerja anggota masih bersifat formalitas dan hanya memenuhi persyaratan administrasi sehingga tidak membawa perbedaan berarti terhadap karir anggota.

Kurangnya perhatian pimpinan untuk mengecek lebih teliti mengakibatkan kurangnya perhatian anggota terhadap SMK (sistem manajemen kinerja) dan terkesan dibuat asal-asal.

Faktor internal yang memengaruhi sistem manajemen kinerja anggota Polri, yaitu tidak melaksanakan penilaian SMK sesuai prosedur dan belum dijadikan dasar dalam pembinaan karir. Kurangnya pehaman anggota mengenai SMK, kemauan semua komponen yang masih kurang untuk melaksanakan penilaian SMK sesuai prosedur.

Sedangkan faktor eksternal adalah adanya budaya organisasi yang menganggap SMK sebagai formalitas dan budaya kolusi yang mengutamakan kedekatan dengan pimpinan dalam pembinaan karir.

Berangkat dari pendapat di atas, yang perlu dilakukan oleh Polri adalah sistem penilaian dan pembinaan karir anggota harus berdasarkan merit sistem.

Pemberlakukan merit sistem dalam birokrasi Polri bertujuan menghasilkan anggota Polri yang profesional dan berintegritas dengan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan yang sesuai kompetensinya.

Selain itu, pemberian kompensasi yang adil dan layak, mengembangkan kemampuan anggota Polri melalui bimbingan dan diklat, dan melindungi karier anggota Polri dari politisasi dan kebijakan yang bertentangan dengan prinsip merit.

Reformasi kultur

Harus diakui bahwa reformasi kultural di tubuh Polri belum berjalan dengan baik. Menurut Menko Polhukam Mahfud MD bahwa reformasi kultural di tubuh Polri berjalan stagnan, bahkan cenderung mundur. Kedepannya Polri harus memiliki sikap profesional, humanis, dan menghormati HAM.

Untuk mewujudkan kultur polisi sipil yang humanis dan demokratis, ada empat hal yang perlu mendapat perhatian.

Pertama, polisi bertindak sebagai agens of the public yang memiliki karakter institusi responsif untuk menunjukkan polisi lebih humanis dalam pelayanan kepada masyarakat.

Kedua, Polri harus menjadi public servant, bukan penguasa. Ketiga, dalam bertindak harus mengedepankan dimensi moralitas.

Keempat, mampu menafsirkan ketentuan perundang-undangan dengan mengoherensikan implementasi ketentuan perundangan dengan pemenuhan nilai-nilai keadilan substansial demi memajukan harkat dan martabat manusia (Maya Indah dan Teguh Prasetyo, 2012).

Untuk mewujudkan reformasi kultural bisa dilakukan dengan cara penguatan etika dan integritas Polri.

Merujuk pada konsep berpikir Organization for Economic Cooperation and Development (OECD, 1996), konsep ini menekankan pada tiga infrastruktur etika, yaitu: Pedoman, Sistem Pengendalian, dan Pengelolaan.

Pedoman mengatur kode etik, internalisasi kode etik dan komitmen pemimpin. Sistem pengendalian mengatur kerangka peraturan perundangan, sistem akuntabilitas, pengawasan masyarakat.

Pengelolaan mengatur bagaimana sebaiknya manajemen anggota dilaksanakan, mulai rekruitmen, sampai pensiun, termasuk pengaturan sistem remunerasi, serta pengelolaan lembaga/unit kerja yang bertanggungjawab dalam penguatan etika dan integritas Polri.

Selain penguatan etika dan integritas Polri, hal yang urgen dilakukan adalah penguatan peran pengawasan yang dilakukan oleh inspektorat pengawasan, pengawasan pimpinan Polri dan pengawasan eksternal.

Transformasi pengawasan ini dilakukan dengan cara penguatan peran pimpinan dalam mengawasi setiap kegiatan anggota, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Keseriusan Kapolri dalam melakukan transformasi pengawasan terlihat dari terbitnya Perpol 2 tahun 2022 tentang Waskat.

Namun dalam implementasinya tidak berjalan dengan maksimal. Salah satu faktor penghambat adalah komitmen dan konsistensi pimpinan dalam menjalankan tugasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com