Di sinilah perbedaannya dengan tentara. Tentara dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan "Dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden".
Sedangkan dalam pasal (2) kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI di bawah koordinasi Departemen Pertahanan.
Polri berkedudukan di bawah presiden dan pertanggungjawabannya langsung kepada Presiden.
Sementara TNI dalam hal pengerahan dan penggunaan kekuatan militer TNI berkedudukan di bawah presiden. Untuk kebijakan dan dukungan administrasi TNI berada di bawah Departemen Pertahanan.
Perbedaan lain dari kedua institusi terdapat dalam struktur internal dan komando. Kalau Tentara memiliki garis komando secara vertikal ke atas, di mana pengerahan pasukan pertanahan melalui keputusan panglima tertinggi, sementara polisi harus tunduk pada perintah undang-undang.
Dia secara hirarkis memang sebagai polisi, tetapi komandonya adalah hukum dan Undang-undang. Polisi tidak tunduk pada atasan.
Sebagai alat negara Polisi dan TNI, meski memiliki tugas, wewenang dan garis komando yang berbeda, tetapi sebagai institusi keamanan tentu keduanya harus ditempatkan dalam kedudukan yang proporsional.
Karena itu dalam tulisan ini saya mencoba mengkaji bagaimana seharusnya kedudukan polisi dalam struktur ketatanegaraan.
Secara nomenklatur kelembagaan, polisi dapat ditempatkan di bawah Kementrian Dalam Negeri seperti Polisi di Amerika.
Mengadopsi kedudukan polisi Amerika dalam konteks tugas dan wewenang bagi saya tidak tepat. Karena Kemendagri memiliki tupoksi mengurusan pemerintahan dalam negeri, bukan urusan keamanan.
Di mana seharusnya polisi ditempatkan? Menurut saya harus dibentuk kementerian keamanan nasional. Kalau TNI di bawah Kementerian Pertahanan, maka Polri seyogyanya berada di bawah kementrian keamanan.
Karena itu urgensi UU Keamanan Nasional sangat penting untuk melakukan reformasi kepolisian di samping mengubah UU kepolisian yang ada sekarang ini.
Perbaikan institusional lainya, yaitu mengatur tentang jabatan-jabatan struktural dalam internal Polri. Jangan sampai ada penumpukan perwira tanpa pekerjaan, bisa menjadi pemicu gesekan dan saling sikut di internal.
Saling rebut jabatan antara angkatan dengan angkatan, antara kelompok dengan kelompok, antara korps dengan korps justru membuat polisi seperti lembaga politik. Mengutip Prof Mahfud MD, di internal kepolisian ada Mabes dalam Mabes (Polri).
Disinyalir kelompok tersebut salah satunya adalah Satgasus Merah Putih yang dibentuk pada 2017 dipergunakan sebagai jabatan nonstuktural di dalam Korps Bhayangkara. Satgasus ini dibentuk oleh Kapolri saat itu Jenderal Tito Karnavian.
Perbaikan selanjutnya adalah pembatasan Polisi yang masih aktif untuk memegang jabatan di luar dari institusi kepolisian, karena polisi Indonesia masih menggunakan paradigma militer ketika melaksanakan tugas, yaitu taat pada atasan.
Untuk meminimalisir konflik kepentingan dan penyalahgunaan kewenangan, sebaiknya polisi aktif dilarang untuk memegang jabatan dalam lembaga lain.
Karena itu, tugas utama Presiden dan DPR sekarang adalah bagaimana mengkaji kembali fungsi, tugas, kewenangan dan kedudukan kepolisian sebagai alat negara, untuk menjaga ketertiban, mengayomi dan melindungi masyarakat serta menegakkan hukum secara profesional.
Untuk itu, dituntut keseriusan pemangku kebijakan untuk memperbaiki institusi kepolisian, sehingga kita memiliki polisi yang berintegritas dalam menjalankan tugas sebaik-baiknya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.