Tidak hanya brutalitas terhadap rakyat, kriminalitas antara polisi dengan polisi justru terjadi. Setiap pekan kita membaca berita, ada kasus polisi vs polisi.
Yang paling brutal adalah penembakan terhadap Brigadir Joshua Hutabarat dengan segala upaya rekayasa kasus yang dilakukan oleh mantan Kadiv Propam Mabes Polri Ferdy Sambo.
Rangkaian data kekerasan dan pembunuhan telah menunjukkan bahwa tindakan sewenang-wenang Kepolisian dengan menggunakan kekuatan senjata berlebihan selalu berulang terjadi tanpa ada evaluasi dan penyelesaian yang transparan dan akuntabel.
Dari kekerasan hingga kriminalitas telah terjadi sedemikian sistematis dan massif. Mulai dari jenderal hingga yang paling rendah. Seperti yang terjadi di Tanjungnalai tiga orang polisi dituntut hukuman mati karena menjual barang bukti sabu kepada bandar senilai Rp 1 miliar.
Kasus jual beli narkoba di Polres Karawang. Seorang Kasat Reserse Narkoba Polres Karawang kedapatan memiliki pil ekstasi sejumlah 2.000 siap edar.
Sebelas oknum polisi di Polres Mojokerto. Anggota polisi di Ambon, Maluku dan juga perwira di Polda Riau yang ditangkap karena menjadi pengedar narkoba.
Ada ratusan polisi terjerat penggunaan dan peredaran narkoba. Berdasarkan data Polri, pada 2018, sebanyak 297 anggota kepolisian terjerat kasus narkoba.
Pada 2019, jumlahnya naik hampir dua kali lipat menjadi 515 orang. Sementara 2020, sebanyak 113 polisi dipecat karena pelanggaran berat, antara lain narkoba.
Begitu juga mengenai isu konsorsium judi yang belakangan menjadi kontroversi. Konsorsium 303 yang diduga melibatkan Polisi ini, meskipun belum jelas, namun patut untuk ditemukan kejelasannya.
Alih-alih untuk menertibkan masyarakat, mengayomi dan menegakkan hukum, justru polisi sendiri yang tidak bisa tertib baik tertib sosial, maupun tertib hukum. Jadi untuk itu perlu dilakukan perbaikan, atau dalam bahasa yang beredar sekarang "Reformasi total" Polri.
Dalam mewujudkan Reformasi total, tentu harus menggunakan pendekatan hukum tata negara. Reformasi institusi secara kelembagaan tentu ini akan menjadi sesuatu yang sangat penting bagi perbaikan institusi.
Untuk itu perlu kita ketahui bagaimana tugas, fungsi dan kedudukan polisi dan konstitusi?
Dalam UUD 1945, Pasal 30 ayat (4) disebutkan: "Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum."
Dalam ketentuan ini Polisi adalah "Alat Negara", tidak disebutkan sebagai lembaga negara.
Melihat tugas dan kewenanganya, secara institusional, polisi adalah alat untuk mencapai tujuan cabang kekuasaan eksekutif, yaitu negara sebagai penjaga, pelindung dan pengayom. Dalam teori paling klasik disebut "Negara penjaga malam".
Sebagai alat negara Polri menjalankan fungsi negara, juga untuk menjalankan fungsi eksekutif secara aktual. Karena itu kedudukan lembaga secara administratif harus setingkat di bawah kementrian Negara dalam hal kebijakan dan strateginya.
Baik TNI maupun Polri adalah dua alat negara yang tugasnya menjaga negara dari ancaman. Keduanya memiliki perbedaan, dari segi tugas dan fungsi.
Dalam pasal 7 ayat (1) disebutkan Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Sementara tugas pokok dan wewenang Polri diatur melalui Undang-undang atau UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam pasal 13 disebutkan bahwa Polisi itu bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Meski memiliki fungsi dan tugas dan wewenang sebagai alat negara, namun kedudukan Polri dan TNI berbeda.
Polisi dalam pasal 8 ayat (1) ditempatkan di bawah Presiden. Dalam pasal 2 disebutkan Polri dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan.