Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kilas Balik Pembelian Helikopter AW-101: Sempat Ditentang Jokowi, Kini Jadi Kasus Korupsi

Kompas.com - 13/10/2022, 12:38 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses hukum kasus korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di lingkungan TNI Angkatan Udara (AU) bergulir di meja hijau.

Dalam kasus ini, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway, didakwa merugikan negara hingga Rp 738,9 miliar.

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, korupsi ini dilakukan Irfan bersama dengan beberapa orang lainnya, di antaranya mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna yang pada kurun 2015-2017 menjadi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Sejak awal, pengadaan helikopter AW-101 terkesan dipaksakan. Peringatan Presiden Joko Widodo terkait rencana pengadaan angkutan ini bahkan tak diindahkan.

Ditolak Jokowi

Rencana pengadaan helikopter AW-101 diusulkan TNI AU sejak akhir 2015. KSAU saat itu, Marsekal Agus Supriatna, mengatakan, pihaknya akan membeli enam unit helikopter asal Inggris tersebut.

Rinciannya 3 unit untuk alat angkut berat dan 3 unit untuk kendaraan VVIP.

Baca juga: Sidang Kasus Dugaan Korupsi Helikopter AW-101 TNI AU: Bekas, Spek Minus, Rugikan Negara Rp 738 M

Namun, keinginan tersebut ditolak Jokowi. Presiden menilai, harga heli terlalu tinggi padahal ekonomi nasional ketika itu belum sepenuhnya bangkit.

"Dengan mempertimbangkan berbagai masukan, presiden memutuskan untuk tidak menyetujui pembelian helikopter AW 101," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung, di Kantor Presiden, Jakarta, 3 Desember 2015.

"Dalam kondisi ekonomi saat ini, pembelian helikopter (AW 101) itu dianggap harganya terlalu tinggi," tuturnya.

Awalnya, TNI AU mengaku akan patuh pada instruksi Jokowi. Namun, nyatanya, pada 2016 helikopter tetap dibeli meski hanya satu unit.

Baca juga: Jaksa Sebut Helikopter AW-101 TNI AU yang Dikorupsi Ternyata Barang Bekas

Moda transportasi tersebut juga dibeli menggunakan anggaran TNI AU, bukan Sekretariat Negara.

Marsekal Agus Supriatna berdalih, presiden hanya menolak pengadaan heli untuk VVIP, bukan seluruhnya.

"Yang ditolak itu untuk VVIP. Ini untuk pasukan dan SAR tempur, sesuai kajian TNI AU," kata Agus, 26 Desember 2016.

Diusut

Merespons langkah TNI AU, saat itu Jokowi sempat menyinggung soal potensi penyelewengan.

Presiden mengatakan, sedianya dia ingin memajukan industri pertahanan dalam negeri. Oleh karenanya, pemenuhan pengadaan alutsista mestinya memprioritaskan produk tanah air.

"Sejak awal kalau dalam negeri bisa, ya dalam negeri. Kalau tidak, dari luar pun juga harus ada hitungannya, ada kalkulasinya," kata Jokowi di NTT, Rabu (28/12/2016).

"Saya nanti akan tanyakan ke Kemenhan karena ini urusannya dari Kementerian Pertahanan. Yang jelas satu saja, kalau ada penyelewengan tahu sendiri," tuturnya.

Baca juga: Eks KSAU Disebut Dapat Jatah Rp 17,7 Miliar dari Korupsi Pembelian Helikopter AW 101

Sementara, Panglima TNI saat itu, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, mengatakan, pihaknya langsung menerjunkan tim investigasi untuk menyelidiki pembelian helikopter AW-101. Menurut dia, rencana pembelian tersebut sudah dibatalkan sejak lama.

"Saya sudah kirim tim investigasi kenapa itu terjadi," kata Gatot di Jakarta, Rabu (28/12/2016).

Gatot menyebut, sejak lama pihaknya sudah melayangkan surat pembatalan kontrak pembelian helikopter AW-101.

Dia pun menegaskan, akan menjatuhkan sanksi apabila hasil investigasi menyatakan ada kesalahan dalam proses pembelian tersebut.

"Pasti dihukum," kata Gatot.

Bergulir di KPK

Kasus ini pun bergulir menjadi dugaan penyelewengan. Pada 2017, KPK menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway, sebagai tersangka.

Namun, Irfan baru ditahan lima tahun setelahnya yakni pada Mei 2022.

KPK saat itu mengakui bahwa pengusutan kasus ini terkendala dalam kompleksitas penanganan dan pengumpulan alat bukti.

Baca juga: Korupsi Helikopter AW-101 di TNI AU, Irfan Kurnia Saleh Didakwa Rugikan Negara Rp 738,9 M

Selain Irfan, pihak TNI semula juga menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, lalu pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA.

Kemudian, pejabat pemegang kas Letkol administrasi WW. Lalu, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, Pembantu Letnan Dua (Pelda) SS, serta asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.

Namun, pada akhir 2021, proses penyidikan oleh pihak TNI itu dihentikan. Meski begitu, proses hukum di KPK tetap berjalan.

Terungkap

Kasus ini kini bergulir di pengadilan. Dalam sidang dakwaan yang digelar Rabu (12/10/2022), jaksa KPK mengungkap bahwa rencana pembelian helikopter ini sudah ada sejak 2015.

Sejak Mei 2015, Irfan Kurnia Saleh sudah mempromosikan produk Agusta Westland kepada pejabat TNI AU.

Lalu, pada Juli 2015, Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) KSAU saat itu, Mohammad Syafei, menanyakan kesanggupan Irfan untuk menghadirkan helikopter AW-101 pada HUT TNI 9 April 2016.

Dari situ, Irfan menghubungi Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division Agusta Westland Products, Lorenzo Pariani. Leonardo pun menyanggupi permintaan tersebut.

Irfan lalu memesanan helikopter AW-101 pada 14-15 Oktober 2015. Ia mengirim biaya pembayaran sebesar Rp 13,3 miliar atau 1 juta dollar AS.

"Padahal, saat itu belum ada pengadaan Helikopter VVIP di lingkungan TNI AU,” ujar Jaksa KPK Arief Suhermanto dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu.

Jaksa juga mengungkap, helikopter tersebut sedianya merupakan pesanan militer Angkatan Udara pemerintah India.

Tersangka Direktur PT. Diratama Jaya Mandiri (DJM) sekaligus Pengendali PT. Karsa Cipta Gemilang (KCG) Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway (tengah) mengenakan rompi tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan  di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (24/5/2022). Irfan Kurnia diduga korupsi pengadaan helikopter angkut  AW 101 VIP / VVIP di TNI Angkatan Udara Tahun 2016-2017, yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp224 miliar dari nilai kontrak Rp738, 9 miliar.ANTARA FOTO/RENO ESNIR Tersangka Direktur PT. Diratama Jaya Mandiri (DJM) sekaligus Pengendali PT. Karsa Cipta Gemilang (KCG) Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway (tengah) mengenakan rompi tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (24/5/2022). Irfan Kurnia diduga korupsi pengadaan helikopter angkut AW 101 VIP / VVIP di TNI Angkatan Udara Tahun 2016-2017, yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp224 miliar dari nilai kontrak Rp738, 9 miliar.

Angkutan dengan Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 ini rampung diproduksi pada 2012 dan teregister dengan nomor tanda pendaftaran pesawat udara (aircraft registration number) ZR343 di Inggris.

"Helikopter dengan nomor seri produksi MSN 50248 tersebut merupakan helikopter AW-101 641 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India,” ujar Arief.

Menurut laporan tim ahli Institut Teknologi Bandung (ITB), helikopter tersebut bukan barang baru karena telah dioperasikan sejak November 2012.

Pesawat ini memiliki waktu terbang selama 152 jam dan waktu operasi 167.4 dengan 119 pengoperasian.

“Sehingga helikopter AW-101 646 yang didatangkan dalam pengadaan helikopter angkut TNI AU Tahun 2016 tersebut bukan merupakan helikopter baru,” ujar Arief.

Baca juga: Helikopter AW-101 yang Pengadaannya Dikorupsi Ternyata Pesanan Militer India

Sementara itu, surat Komite Pemeriksa Materiel (KPM) kepada Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Nomor B/10/III/2017 tanggal 22 Maret 2017 mengungkap kejanggalan lain. Tim tersebut menemukan 12 kekurangan atau ketidaklengkapan helikopter ini.

“Ditemukan kursi sebanyak 24 kursi seharusnya 38 kursi jadi kurang 14 kursi,” kata Arief.

Kekurangan lainnya adalah riwayat jam terbang yang tidak lengkap, tidak adanya riwayat log book engine, dokumen komponen tidak memiliki usia, serta tidak ditemukan nomor seri dan nomor produksi pada pesawat.

Kemudian, tidak adanya cargo emergency on the starboard, first aid kit atau pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), stretcher atau tandu, tail rotor blade lock, jacking bolt joint, dan data swing compass.

Digital map (peta digital) untuk Asia Tenggara (Indonesia) belum diinstal,” tutur Arief.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com